9

747 62 27
                                    

Camila tak tahu apa yang harus dilakukannya. Lauren masih sama sekali tak terlihat. Ke mana gadis itu melangkah? Ia kemudian bergeser sedikit lebih jauh, melangkah sambil terus memanggil namanya. Tak ada suara dari arah mana pun. Semoga Lauren akan baik-baik saja.

Semakin jauh Camila melangkah, semakin minim cahaya yang ia dapatkan. Bulan ikut bersembunyi di balik awan dan cahaya dari ponselnya tak terlalu mendukung, membuatnya sedikit frustasi.

"LAUREN!" ia berhenti di samping sebuah pohon yang tak terlalu besar, melirik sekitar dengan dibantu cahaya ponselnya. Masih tak ada. Mendesah, ia kembali melangkah lebih jauh.

Saat hendak melanjutkan langkahnya, ia mendengar suara gesekan kecil yang terdengar seperti berasal dari daun dan disertai desahan kecil. Suaranya dari balik pohon disampingnya. Tanpa pikir dua kali, ia langsung memutar badan dan berjalan ke sisi lain pohon. Benar saja. Gadis yang tengah ia cari berada di sana; terbaring tak berdaya dan matanya tertutup. Apa ia pingsan? Apa yang terjadi?

"Lauren," ia segera berlutut untuk menggapainya, panik dan khawatir sangat mudah diketahui dari suaranya. "Lauren, bangunlah. Apa yang terjadi padamu?" Camila menepuk pipinya lembut, wajahnya tak bisa terlihat jelas dalam kegelapan.

Perlahan, gadis bermata hijau tersebut membuka matanya. Mengedip beberapa kali sebelum benar-benar terbuka dan langsung menatap gadis tomboy yang sedang memegang wajahnya. Camila bisa melihat ketakutan di mata hijau yang begitu bersinar di kegelapan.

"Hei, kau tak apa?" Camila bertanya dengan lembut, menatap tepat ke dalam matanya. Lauren masih menatapnya, tapi tatapannya terlihat kosong seakan meneliti orang yang ada dihadapannya. Apa ia takut pada Camila?

Secara tiba-tiba, tubuh Lauren langsung melekat padanya. Menyembunyikan wajahnya di dada gadis tomboy tersebut. Hal tersebut membuat Camila semakin yakin bahwa gadis tersebut benar-benar ketakutan.

Kontak tersebut lagi-lagi menimbulkan efek padanya. Dengan sedikit keraguan yang menjalar di dalam tubuhnya, Camila balas memeluknya. Mengusap punggungnya dengan harapan dapat menenangkannya. Saat mendengar dengusan, ia baru menyadari bahwa gadis itu menangis.

"Lauren, kau akan baik-baik saja. Aku janji." ia berbisik lembut, tangannya masih bergerak. "Aku bersamamu. Kau aman sekarang."

Tak ada jawaban darinya, malah semakin menangis tapi suaranya kecil. Ia terlihat berusaha menyembunyikannya dari Camila, tapi tentu saja itu sudah sangat terlihat jelas.

Entah mengapa Camila ikut merasakan ketakutan yang dirasakannya, ia kemudian mengeratkan pelukannya pada gadis tersebut. Menarik sang gadis bermata hijau semakin dalam pada pelukannya.

Gadis tomboy tersebut membiarkannya menangis untuk beberapa saat dengan harapan agar ia bisa lebih tenang. Setelah beberapa menit, ia merasa sedikit kedinginan dan bisa dipastikan Lauren juga merasakan hal tersebut bahkan lebih darinya.

Dengan dorongan yang begitu lembut, ia berusaha melepasnya tapi tak berhasil. Lauren malah kembali mengeratkan pelukannya, sama sekali tak ingin melepas gadis bermata coklat tersebut.

"Lauren, kita harus segera kembali. Hailee telah menunggu kau dan aku di vila." Camila membujuknya dengan lembut, masih berusaha melepasnya. "Lagipula, di sini sangat dingin, kau tahu. Bajumu juga sangat tipis dan aku yakin kau sudah sangat kedinginan."

"Aku takut, Camila." Lauren berbicara ke dalam dadanya, menggeleng kepalanya. Camila bergetar saat nafas hangatnya menembus ke dalam kulitnya melalui jaketnya yang tak dikancing. "Aku takut."

"Apa yang kau takutkan? Di sini tak ada apa-apa." Camila melepas pelukannya, akhirnya berhasil. Ia kemudian melihat air mata gadis tersebut yang berkilau di kegelapan, persis seperti yang dilihatnya saat pertama kali menolongnya. "Kau baik-baik saja, ok?"

Coincidence {Camren}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang