15

827 55 16
                                    

Gigi mengerutkan kening, melirik antara Camila yang kini telah berjalan menuju meja Lauren dan sahabatnya yang berada di meja yang sama dengannya. Mereka semua mengangkat bahu karena sama sekali tak paham apa yang sedang terjadi.

Mengeluarkan ponselnya, Gigi langsung menjerit girang saat melihat pesan yang baru saja ia dapatkan; nomor baru masuk ke dalam pesannya dan nama Zayn tertera jelas di bawahnya.

Camila tersenyum puas saat masih dalam pertengahan jalan menuju ke arah sang gadis bermata hijau. Ia menarik nafas panjang dan tersenyum saat melihat Lauren mengangkat kepalanya dari buku yang tengah ia baca lalu tersenyum ke arahnya.

Merasa hal tersebut membuat kepercayaan dirinya semakin bertambah, ia melangkah dengan tegap dengan senyuman yang masih terus bertahan.

"Hei," ia menyapa Lauren saat berada dihadapannya. "Boleh aku duduk di sini?" Camila menunjuk bangku yang berhadapan dengannya dan Lauren mengangguk dengan senyuman di bibirnya.

"Tentu saja." Lauren mengangkat bahu.

"Kau sendirian? Mana sepupumu?" Camila bertanya saat tubuhnya telah duduk nyaman menghadapnya. Ia sudah tahu alasan mengapa Hailee dan Zayn tak di sana bersamanya, itu haya sekedar basa-basi untuk mempermudah rencananya.

"Zayn di toilet." Lauren memberitahunya, menurunkan buku yang dari tadi ia pegang. "Sedangkan Hailee tak tahu di mana. Mungkin di perpustakaan."

"Oh, jadi begitu." Camila mengangguk pelan, namun tak terlalu memperhatikan jawabannya. Ia menggigit bibirnya dan Lauren bisa melihat bahwa ia gugup.

"Ada apa?" Lauren bertanya, membuat Camila menatapnya heran. "Ada apa kau ke sini? Kau tak biasanya menghampiriku ke sini bila tak ada sesuatu yang serius."

"Aku, um... ada sesuatu yang ingin kubicarakan." Camila menghela nafas, menstabilkan dirinya. Ia sudah sering mengajak wanita berkencan jadi ini bukan masalah besar.

"Tentang apa?" Lauren memiringkan kepalanya.

"Aku ingin memastikan jika kau..." ia menjeda, menggigit bibir bawahnya dan berusaha mencari kata-kata yang tepat. Pasti bisa. "Apa kau mau keluar bersamaku besok?"

Camila melepaskan kata-kata tersebut dengan cepat, membuat Lauren hampir tak bisa mendengarnya tapi ia masih bisa memahaminya. Ternyata ini tak semudah kelihatannya. Tidak bersama Lauren.

"Maksudku, besok itu hari Sabtu, 'kan?" Camila kembali bicara saat ia masih terdiam, khawatir bila Lauren tak paham dan akan menolak. "Aku hanya ingin agar kita bisa jalan-jalan keluar, menghabiskan waktu bersama, saling mengenal lebih dekat, dan mungkin..."

"Apa kau mengajakku kencan?" Lauren menebak, membuat Camila langsung berhenti bicara dan merasa pipinya memanas.

"Aku... aku rasa begitu." Camila mengakui setelah diam beberapa saat. "Maksudku, kalau kau tak keberatan. Jika kau bilang itu kencan maka seperti itu, tapi jika kau bilang itu hanya sekedar..."

"Aku mau." Lauren menghentikannya, tak ingin membuang kesempatan yang telah lama ia tunggu.

Apa ini nyata? Atau hanya mimpi? Jika ini mimpi maka Camila tak ingin dibangunkan untuk selamanya, hanya ingin terus bermimpi hingga Lauren jatuh ke dalam pelukannya.

Apa ia benar-benar serius bahwa ia ingin kencan dengannya? Apa itu hanya jawaban spontan hanya agar Camila berhenti bicara dan bisa pergi secepatnya?

Ini benar-benar gila. Namun ia harus memastikannya terlebih dahulu.

"Kau mau?" Camila memastikan dengan cepat dan Lauren mengangguk. "Kau yakin? Maksudku, kau mau berkencan denganku?"

"Tergantung." ia mengangkat bahu, membuat Camila sedikit khawatir.

Coincidence {Camren}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang