14

785 58 7
                                    

"Bagaimana dengan pengemudinya?" Camila bertanya setelah diam beberapa menit. Masih mencerna semua cerita Lauren. "Apa sudah berhasil ditangkap?"

"Dia juga meninggal pada hari yang sama. " Lauren mendengus, menegakkan badannya. "Itu juga yang membuat kami tak tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Saat dia lari setelah menabrak Laura, dia jatuh ke jurang karena masih terpengaruh minuman keras. Satu hari dia menghilang sebelum akhirnya berhasil ditemukan."

"Aku tak pernah tahu soal ini sebelumnya." Camila mengakui, menatap Lauren prihatin.

"Memang tak ada yang tahu karena aku meminta keluargaku menutupinya." Lauren memberitahunya. "Aku tak bermaksud untuk melupakan Laura begitu saja atau membuat semua orang melupakan dia. Hanya saja sulit rasanya bila aku kembali mengingat masa-masa itu ketika orang-orang bertanya. Aku cerita padamu karena aku yakin kau bisa memahami posisiku dan karena pikiranmu juga pasti berbeda. Aku juga tahu kau tak akan pernah menghakimi aku seperti kebanyakan orang."

"Apa itu juga yang menjadi alasan kenapa di rumahmu tak ada foto milikmu?" Camila bertanya padanya. Lauren mengangguk.

"Aku tak bisa melupakan dia bila terus-terusan melihat wajahnya di setiap dinding rumahku." ia menerangkan. "Bahkan saat itu hanya foto diriku sendiri, aku akan tetap merindukannya. Wajah kami berdua sama dan senyuman kami juga sama, terutama saat berada di depan kamera. Kami berdua seakan hanya ada satu."

"Aku bisa lihat itu." Camila tersenyum kecil, mengingat foto masa kecil Lauren bersama kembarannya. "Kalian berdua benar-benar sama."

"Orang tuaku terkadang tak bisa membedakan kami, padahal seharusnya mereka adalah satu-satunya orang yang bisa membedakan kami dengan mudah." Lauren tersenyum sedu. "Kalau sedang bermain kami selalu berpura-pura menjadi satu sama lain. Kadang aku menjadi dia dan dia menjadi aku. Itu sangat menyenangkan."

"Aku yakin kau pasti sangat menikmati waktu bersamanya." Camila berpendapat, tanpa bermaksud membuat Lauren merindukan saudaranya. "Kadang saudara itu memang menyebalkan tapi sebenarnya kita saling menyayangi."

"Aku setuju soal itu." Lauren mengangguk. "Kadang Laura sekalu menggangguku dan membuatku kesal hingga ingin memukulnya tapi aku tak pernah melakukannya karena aku sadar bagaimana dalamnya rasa sayangku padanya."

Keduanya diam sesaat, tertawa kecil mengingat saudaranya masing-masing sebelum akhirnya sang gadis bermata hijau kembali bicara.

"Awalnya aku tak paham apa yang terjadi, aku tak merasa bersalah atau semacamnya. Aku merindukan dia, itu hal yang sudah pasti." Lauren berbagi. "Yang kutahu adalah Laura meninggal karena tertabrak mobil dan itu murni kecelakaan. Hingga dua minggu berlalu dan aku akhirnya tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Ia menjeda, mengibas rambutnya dan menghela nafas. Camila bertahan di posisinya, menunggu Lauren untuk meneruskan.

"Kau ingat sepupuku, Kendall, yang kukenalkan padamu saat kita di rumah Hailee?" ia memastikan dan Camila mengangguk. "Dia memiliki seorang adik yang bernama Kylie, dia seumuran dengan kita. Saat itu kami sedang berada di rumahnya untuk sekedar mengadakan kumpul keluarga seperti biasa. Aku bersama Kendall dan Hailee tengah bermain di kamarnya dan tak sengaja aku merusak boneka miliknya. Aku sudah minta maaf dan berjanji akan menggantinya tapi dia tetap marah-marah padaku. Awalnya dia marah dalam batasan wajar, Kendall dan Hailee juga membantuku tapi dia tetap tak terima aku merusak boneka kesayangannya yang katanya adalah hadiah ulang tahun dari ibunya."

Lauren kembali menjeda, berusaha mengingat kejadian tersebut.

"Kendall bilang dia bisa memperbaikinya tapi Kylie orang yang keras kepala dan tetap menyalahkanku. Aku menangis mendengar semua ucapannya hingga akhirnya dia berkata yang membunuh Laura adalah aku. Dia bilang aku adalah anak pembawa sial, seseorang yang dikutuk karena selalu menyusahkan orang lain dengan membuatku menjadi seorang sleepwalker."

Coincidence {Camren}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang