03~My Friend

60 7 9
                                    

Rafan membuka matanya perlahan. Meski merasa ia sudah menutup matanya selama tiga jam, namun ia tak kunjung bisa terbang ke alam mimpi.

Rafan mengubah posisinya dari posisi miring menjadi terlentang. Ia menutup wajahnya dengan lengan kanannya.

"Haah.." Desahnya. Tampak sekali kalau pria ini memiliki banyak pikiran.
Cowok itu bangkit dari tidurnya lalu berjalan menuju balkon kamarnya. Rafan mendudukkan tubuhnya di kursi kayu yang terdapat di balkon kamarnya. Wajahnya mengadah langit gelap bertabur bintang.

"Hidup itu rumit ya?" Lirihnya menyunggingkan senyum sendu.

Di sisi lain dengan berbalutkan piama putih, Allicia melangkah menuju pinggir jendela kamarnya.

Matanya menatap satu bintang yang paling menonjol diantara yang lain. Bintang itu dikelilingi bintang lainnya yang artinya bintang itu tidak sendirian.

Dalam matanya, tersorot rasa sepi. Allicia iri dengan keberadaan bintang tersebut.

Allicia tahu, sekarang ia memiliki sahabat yang setia padanya. Kakak yang menemaninya. Kebutuhan yang tercukupi. Namun apa yang mengganjal?

"Batin sendiri, tak ada yang menemani. Begitu ya?"

★★★

Allicia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri. Menatap makanan di hadapannya tidak nafsu. Dan suasana hening, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang saling bertubrukan dengan piring.

Di meja makan sekarang ini hanya terdapat dirinya dan kakaknya, Allvino yang duduk berhadapan dengannya. Sementara meja makan yang bisa dibilang cukup besar menjadi penengah diantara mereka.

"Kak, pergi dulu." Ucap Allicia setelah meminum air putihnya.

"Gue anter." Allicia menoleh lalu mengangguk.

Di mobil Allvino hanya terdengar suara lagi dari radio mobil. Allicia enggan membuka suara. Entah mengapa tapi gadis itu merasa kosong.

Allvino berdeham pelan. "Gimana sekolahnya?"

"B aja."

"Gak ada yang menarik?"

"Sejak kapan Cia punya sesuatu yang menarik?" Gumam Allicia. Dan jawaban tersebut membuat Allvino tidak bisa membalas ucapan adiknya.

"Ada ulangan kek ato apa."

"Hm? Cuma diundang ke Olimpiade Nasional doang." Jawab Allicia seadanya.

"Geblek, itu bukan 'cuma' bege. Lo harus serius! Apalagi kalo SMA NHI yang ngundang sendiri."

"Enak aja ngatain Cia bego!" Ucap Allicia mengerucutkan mulutnya tidak terima.

"Gue bilang bege bukan bego."

"Sama aja!"

"Beda lah. Bego itu belakangnya 'o' bege belakangnya 'e'."

"Au ah gelap."

"Baru aja matahari terbit. Lo gak liat?"

"Iiih!! Ngeselin lo kakk!!"

★★★

"Ci.." Panggil Cilla disaat guru mereka sudah keluar setelah bel istirahat dibunyikan.

"Hm?"

"Lo ikut Olimpiade itu kan?" Tanya Cilla.

"Ikut. Kalo gak, bakal di kick Pak Arip gue pake ceramah ala medok campur inggris." Ucap Allicia dengan raut wajah datar.

"Pfft...ahahahah."

"Ngapain lo ngakak? Kesurupan lo?"

"Muka lo, yang datar dan monoton itu gak cocok buat becandaan kek gitu. Sekali-kali nih ya..." Cilla mengangkat tangannya untuk menarik kedua sudut bibir Allicia. Bukannya malah tersenyum, Allicia tampak aneh dengan wajah seperti itu karena dahinya yang mengerut.

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang