15~Mata Sekelam Malam

33 5 0
                                    

Allicia P.O.V
Lo tau? Mata sekelam malam, yang baru pertama kali gue lihat hanya dengan jarak sejengkal dari mata gue. Gue tau pemilik mata itu siapa, bahkan udah dua kali gue kejerat. Tapi anehnya, kenapa mata gue gak bisa berhenti ngeliatin matanya?!

Ini kedua kalinya. Kenapa matanya selalu bikin gue--eh, nggak jadi. Lo ngomong apaan sih Ciaa!! Lo udah gila! Liat arah lain, liat yang laiinnn!!!

Allicia P.O.V end

Rafan P.O.V
Ini gue ngapain ya? Kenapa dia ngeliatin gue mulu. Tepat mata pula. Salah. Ini salah ... Mata gue gak mau maling dari mata cewek tomboy, gak ada manis-manisnya itu.

Ini aneh. Gue udah berkali-kali natap cewek lain tepat di mata mereka--gak sengaja. Tapi gak ngerasa deg-deg-an gitu. Gawat, gue bisa kena penyakit jantung kali ya kalo dekat ni cewek? Gue harus periksa ke dokter!

Tapi tunggu? Dah berapa menit ini?

Normal P.O.V
Akhirnya mereka asik dalam pesona mata lawan jenis. Merasa. Dunia. Hanya. Berdua. Mungkin itu yang mereka rasakan.

Rafan yang tersadar terlebih dahulu berdeham agak keras. "Sori." Ucapnya singkat.

Allicia sedikit terkejut, namun tetap membalas Rafan dengan kikuk. "E-eh. Hm."

Canggung----

Allicia berdeham. "Gue istirahat." Rafan mengangguk pelan.

"Jangan lama-lama." Allicia membalas dengan gumaman.

Mungkin setelah kejadian ini terasa agak canggung bagi mereka. Meski simpel, namun dapat membuat jantung mereka berdetak tidak karuan. Yah, bisa dibilang 'Perlakuan kecil yang menggetarkan hati'.

★★★

Setelah melakukan janji yang dibuat mereka dan Fitri setelah istirahat 1 jam, pukul 18.00 seperti biasa makan malam di restoran hotel.

"Makan enakkk!!!" Seru Diana senang. Berulang kali ia mengatakan hal seperti "yey, makan enak lagi!" atau yang seperti "tiap hari makan enakk~" saat makan pagi-siang-malam.

"Temen lo Ci." Datar Cilla.

"Bukan." Seketika entah bagaimana dan sejak kapan Diana berada di bawah kolong meja bundar di restauran hotel.

"Na, ngapain lo di situ?" Ucap Allicia dan Cilla yang memberikan tatapan super datar pada Diana yang masih di bawah kolong.

Diana segera bangkit dari posisinya, dan lupa kalau dia di bawah sebuah meja, yang hasilnya dahinya terbentur pucuk meja.

Cilla tertawa terbahak. Allicia tersenyum miring. "Bocah!" Ucap merema serempak.

"Jahat lo berdua!" Diana belipat kedua tangannya di atas meja--ngambek.

Namun respon kedua sahabat Diana yang tidak diduga terkesan cuek dan tidak mempedulikan Diana yang ngambek, membuat Diana tambah memberengut kesal.

"Eh, yang cowok pada kemana?" Tanya Cilla.

"Tauk." Balas Diana masih merasa kesal.

"Gak tanya lo." Ucap Cilla membuat Diana menganga lebar dan diakhiri pipi yang digembukkan.

"Guys. Kalo jantung gue rasanya kayak deg-deg-an itu sakit jantung nggak sih?" Allicia menghentikan aktivitas Diana dan Cilla sesaat.

"Emang lo nggak pernah deg-deg-an biasanya?" Tanya Diana tak percaya.

"Pernah sih," Allicia menjeda kalimatnya sebentar, "Waktu kaget sama waktu excited gitu."

"Kok lo bego sih? Padahal nilai lo di atas rata-rata semua loh." Komentar Cilla.

"Kan nanya."

"Lo mana kena sakit jantung kalo deg-deg-an. Emang kenapa?" Diana meminum jus jeruk yang sedari tadi belum disentuhnya.

"Ya, gue cuma ngerasa aneh aja kalo bareng sama Rafan. Mikirnya sih kalo gue harus ke dokter kali." Jawab Allicia enteng dan tanpa beban.

Selesai mengucapkan kalimat panjang itu, Diana menyemburkan jus jeruknya dan Cilla yang tadinya memakan daging dengan garpu tiba-tiba jatuh kembali ke piringnya.

Allicia hendak meminum es tehnya namun terhenti melihat ekspresi kedua sobatnya mampu membuatnya menahan tawa. "Napa lo berdua?" Ia menaikkan sebelah alisnya kemudian melanjutkan acara menimnya yang sempat terhenti sebentar.

"Lo suka sama Rafan." Allicia berhasil dibuat tersedak oleh pertanyaan serempak Diana dan Cilla.

"E-eng-enggak lah." Allicia terbata, namun disaat nama 'dia' diucapkan tak bisa membohongi dirinya lagi jantung Allicia berdetak dengan ritme lebih cepat dari biasanya.

"Masa?" Cilla menaik turunkan kedua alisnya menggoda Allicia.

"Masa sih?" Kini Allicia bertanya balik.

"Lah, elo kan yang ngerasa. Malah nanya balik." Diana menunjuk Allicia dengan jari telunjuknya tepat mengarah pada jantung Allicia.

"A-awalnya kan gue tanya kalian. Kalo gue beneran sakit jantung, ya gue ke dokter."

"Kok tolol~" Allicia mendengus mendapat sindiran kompak dari keduanya.

★★★

Masa sih gue suka sama dia? Pertanyaan itu terus berputar mengelilingi otak Allicia yang kini berada di bangku pinggir kolam ditemani beberapa pengunjung hotel.

Kalo gue suka berarti gue ngerasain--

"Lo ngapain di sini?"

Deg. Ini.

"Aa--kenapa gue mendadak gugup gini?" Allicia mendadak gugup dan tidak mengucapkan kata-katanya saat benar-benar yakin orang itu adalah 'dia'.

Sekali berdeham pelan yang ia yakin hanya ia yang dengar, Allicia kembali ketus seperti biasanya--mengingat Rafan adalah rivalnya. "Suka-suka gue. Lo sendiri?"

"Suka-suka gue." Allicia mencebik mendengar jawabannya dibalikkan oleh Rafan.

Keduanya menikmati keheningan yang mereka buat untuk beberapa saat sebelum Rafan membuka mulut kembali bersuara. "Diadain acara malam ini?" Sebenarnya pertanyaan itu lebih cocok mengarah pada dirinya sendiri.

Pupil mata Allicia melebar melihat seorang pria menyanyikan lagu kesukaannya diiringi gitar yang dimainkan pria itu sendiri dan seorang wanita yang bermain piano di sudut cafe hotel.

Kedua pasangan yang sedang mengalunkan lagu tersebut sangat menghayati lagu 'Sorry' yang dinyanyikan Justin Bieber, hingga mampu membuat bulu kuduk Allicia naik.

Menyadari sorot mata Allicia yang memancarkan kekaguman, Rafan yang duduk di sebelah Allicia bangkit berdiri dan mengulurkan tangan kanannya.

Allicia agak kaget saat Rafan tiba-tiba mengulurkan tangannya. Ia menaikkan alisnya tanda ia sedang bertanya. Rafan hanya memutar kedua bola mata miliknya dan tangan yang sedari tadi diabaikan digunakannya untuk menggapai tangan kiri Allicia. Menariknya pelan untuk duduk di salah satu tempat di cafe itu.

Tidak kah Rafan tahu bahwa perbuatannya mampu memainkan ritme detak jantung gadis yang digeretnya tadi? Tentu jawabannya tidak. Untuk seorang yang sejenis dirinya sangatlah tidak peka terhadap sesuatu yang seperti itu.

Saat mereka duduk, Allicia memperhatikan tangan yang digandeng Rafan tadi dengan tatapan datar. Luarnya terlihat datar dan santai namun berbanding terbalik dengan ritme jantung yang seolah sehabis berlari maraton.

Allicia menatap Rafan yang memperhatikan alunan musik yang hampir selesai dimainkan kedua pasangan tadi. Setelah itu ia kembali melihat tangan kirinya.

"Masa?" Batinnya masih tidak percaya. Namun saat dirinya memperhatikan Rafan, pandangan mata mereka tak sengaja kembali bertemu. "Tiga." Batin Allicia menghitung berapa kali mereka bertemu pandang.

Saat tengah mencari kebenaran rasa yang dialami jantungnya, Allicia kembali merasakan detak jantung beritme cepat. "Duh! Ini gue kena penyakit jantung atau gue emang suka sama dia?!"

Seolah Diana dan Cilla berkata tepat di telinganya,

"Lo suka sama Rafan."

∞∞∞

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang