10~Perseteruan

30 5 0
                                    

"Gila! Udaranya seger banget!"

Allicia terkekeh pelan menanggapi Diana. "Beda banget sama di Jakarta."
"Padahal sekarang udah mau siang. Heran gue." Tambah Cilla.

Mereka kini berada di daerah pegunungan. Hari menjelang siang namun mereka merasakan kesegaran yang begitu nyata, bukan panas yang biasa mereka rasakan di Jakarta.

Mereka dibebaskan sebentar sebelum dikumpulkan untuk pembagian kamar dan ruang karantina hotel yang akan menjadi tempat mereka selama beberapa hari kedepan.

"Ci! Ayo foto!" Ajak Diana dengan ponsel yang mengarah pada dirinya dan Cilla di sebelahnya.

"Narsisnya kumat." Allicia terkekeh pelan. Diana dan Cilla tertawa.

"Hee, ikut!!" Seru Faisal yang baru keluar dari bus langsung berlari ke arah tempat mereka selfie.

"Ro! Fan ayo lo juga harus ikut, kalo gak gue cemplungin lo beneran loh!" Ancam Faisal menggeret Rafan untuk ikut selfie.

"Sebelum lo nyemplungin gue, gue cemplungin lo dulu." Ucap Rafan dingin diiringi tatapan tajam.

Faisal meringis. "Udah ih, skali-skali."

"Woi! Jadi ikut kaga? Buruan!" Sewot Diana dengan raut kesal.

"Iya-iya Ndoro." Faisal kembali menarik Rafan.

"Ogah!" Bantah Rafan. "Gue gak ikut-ikutan!"

"Aduh ribet amat." Alvaro ikut-ikutan menggeret Rafan. Sementara Diana, Cilla, dan Allicia yang tengah menunggu hanya menatap dengan wajah datar.

Allicia berdecak. Ia sudah tahu Rafan itu bagai batu. Allicia mendekati Rafan lalu berkata, "Lo harus ikut. Turutin ucapan gue atau gue ngebantuin mereka nyeburin lo."

Rafan tersenyum miring. "Oh, ya? Lakuin aja."

Allicia balas tersenyum. "Hm, yakin? Gue gak pernah main-main sama ucapan gue loh."

"Silahkan nona. Sebelum lo ceburin gue, lo gue cium." Rafan tersenyum sinis.

Allicia membulatkan matanya. "Lo bosen idup ha?!"

Rafan terkekeh geli. "Kalo bosen, mungkin gue udah lompat dari tebing." Jawabnya santai.

"Woi! Ini jadi kagakkk?!!" Bentak Diana dengan tingkat sabaran yang sudah musnah.

Allicia berdecak. Dengan sekuat tenaga ia menggapai lengan Rafan dan menariknya. Rafan pun tidak menolak. Toh dia sudah merencanakan sesuatu.

"1...2...say tomat!" Seru Diana.

"Kok tomat sih?" Protes Cilla setelah gambar diri mereka sudah ada duplikatnya di benda tirus itu.

Diana nyengir dan menjawab dengan konyolnya, "Bosen gue kalo keju." Cilla memutar bola matanya.

"Eh anjir!" Pekik Diana saat melihat hasil foto mereka.

"Apa?"

"Rafann!!" Allicia memukul Rafan menggunakan topi yang ia kenakan tadi.

"Serius gue nggak nyadar. Hahaha..." Ujar Diana sambil tertawa.

"Apaan sih?" Cilla mendekat dan melihat hasil foto.

Cilla membelalakkan matanya, "Eh monyet! Bwahahaha... wajah lo lucu banget Ci!" Ia tertawa.

Di dalam benda tirus itu terdapat gambar mereka, ya memang. Tapi yang menarik perhatian, Rafan menangkup kedua pipi Allicia. Alhasil bibirnya terlihat begitu lucu dan matanya melotot. Rafan sendiri menjulurkan lidahnya namun raut wajahnya datar.

Hal biasa memang. Namun bayangkan yang melakukan hal itu adalah pangeran dan putri es sekolah mereka yang mengalahkan dinginnya es batu di kulkas.

"Kok monyet sih? Emang ada monyet?" Protes Diana.

"Bosen 'anjing'. Rafan, lo bukan Rafan jadi-jadian kan?" Tanya Cilla shock.

"Gue asli. Rafalnd Dirta, buatan bokap ama nyokap gue." Jawab Rafan dengan wajah seperti biasanya.

"Gak yakin gue lo Rafan yang asli." Gumam Cilla.

"Rafan! Lo...lo ih!" Allicia memukul-mukul Rafan menggunakan topinya.

Rafan berdecih. Ia akui tadi dia memang iseng. "Udah mukulinnya?" Tanya Rafan setelah Allicia berhenti memukul.

Allicia menatap Rafan sengit. "Belom!" Allicia melempat topinya ke wajah Rafan.

Untunglah Rafan refleks menangkap topi itu sebelum mengahantam wajahnya. Lemparannya cukup keras. Akan menyakitkan jika topi itu mencium wajah tampan nan memesonanya.

Rafan melihat-lihat topi hitam itu. "Bagus. Thanks topinya." Rafan menyimpan topi hitam itu di dalam tas ranselnya.

"Rafan! Balikin!" Seru Allicia.

Rafan mengangkat bahunya acuh. Cowok itu berjalan santai meninggalkan yang lain ke tempat sehatusnya mereka berkumpul.

Allicia hanya memandang punggung tegap Rafan dengan raut kesal, sesekali menghentakkan kakinya. Cewek itu menarik nafas panjang lalu menghembuskan dengan perlahan.

"Slowly babe, tenang...lama-lama dia juga capek sendiri." Batin Allicia mengangkat bahunya, segera menyusul Rafan--maksudnya untuk berkumpul dengan yang lain. Raut kesal yang tadi dipasangnya berganti dengan wajah sotic kepunyaannya.

Sesuatu tambah membuat dirinya menyeramkan. Aura dingin yang menguar dari tubuhnya. Dan tatapan tajam, dijamin siapapun yang menatap langsung matanya akan menunduk atau memandang yang lain selain ke arah dirinya.

Namun, sesorang tetap dengan berani menatap dirinya. Rafalnd Dirta. Bagaimana tidak? Mereka kan sejenis.

Kasihan sekali orang di sekitar mereka. Pasti suhunya tambah dingin ya? Sudah di pegunungan, ditambah aura menyeramkan dari duo Ice mereka.

★★★

Allicia berbaring di single bednya. "Capek banget gue!" Pekiknya melampiaskan seluruh kesah kesalnya.

Cilla bergabung di tempat tidur bagiannya. "Haah, lega gue!!" Ikutnya bergulang-guling ke sana dan kemari.

Diana menaruh barang-barangnya di lemari. Namun saat melihat kedua temannya langsung berpacaran dengan kasur, Diana langsung sewot, "Heh, heh! Beresin barangnya dulu elah. Enak aja main bobo cantik!"

"Iye mak! Gue baring bentar aja napa? Kangen gue ama pacar kedua gue yang amat kucinta!" Ucap Cilla.

"Alah, lebay!" Sindir Allicia bangkit dari tidurnya dan membereskan barang-barangnya.

"Emang gue emak lo?! Sana beresin barang-barang lo!" Gerutu Diana menabok Cilla menggunakan bantal miliknya.

"Iye-iye mak!"

"Gue bukan emak lo!"

"Iyaa!"

"Berisik!!" Allicia membanting pintu kamar mandi setelah mengucap satu kata ampuh itu.

"PMS kali ya?"

∞∞∞

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang