13~Rafalnd Dirta Marlleve?

26 6 0
                                    

Alvaro tertawa garing. "E-enggak lah...haha, g-gue cuma becanda doang, mwehehe." Elakknya dan membatin 'mati.' sambil meneguk ludahnya yang tercekat.

"Siyal... Rafan bakal marah besar sama gweee!"

***

Cilla melotot ke arahnya. "Gue tau, dan gue bisa bedain lo bohong, becanda, atau gak."

"Udahlah, ngomong aja!"

"G-gue...Uwaaa! No...gue gak mau bilang kalo Rafan gak bilang sendiri!" Alvaro berlari masuk ke kamar cowok dan menguncinya dari dalam.

"Tinggal lo. Jelasin!" Tekan Diana di sebelah Faisal dengan mata butuh penjelasan.

Rafan menghela nafas. "Sebutin nama belakang lo!" Perintah Faisal.

"Dirta." Jawab Rafan singkat.

"Nggak. Gue tau nama lo ada 3 kata." Bantah Faisal terkekeh mengintimidasi.

"Marlleve." Singkat Rafan dan agak pelan.

"Aneh. Nama belakang lo berdua beda. Setau gue keluarga Alvaro gak kecuali sepupu pake nama belakang yang sama." Gumam Faisal.

"Udah kan? Gak per--"

"Nama belakang keluarga gue emang sama. Tapi khusus buat Rafan enggak  --eh? Mati kecoplosan lagi." Samar terdengar siara Alvaro dibalik pintu.

Alvaro refleks berujar seperti itu. Ia tidak ada maksud untuk membongkar identitas sepupu sekaligus sahabatnya. Ya, Alvaro memang blak-blakan dalam hal apapun.

"Jelasin yang maksudnya khusus lo?" Tanya Allicia ikut mengintimidasi Rafan.

Rafan mendengus kesal. "Fine. Gue emang sepupunya oke."

Pasang mata di ruangan itu membulat. "Nama gue Rafalnd Dirta Marlleve. Nama belakang yang emang beda dari nama belakang Roroo--"

"Lavan! Udah gue bilang jangan panggil nama bocah gue lagi!"

"Lo juga apa-apaan pake manggil gue 'Lavan'!" Desis Rafan membalas Alvaro.

"Balik lagi. Mama dari keluarga Michallevy. Papa dari keluarga Marlleve. Kakek dari pihak mama sahabatan sama kakek dari pihak papa--"

"Jadi, intinya tante sama om gue dijodohin gitu. Untungnya dua-duanya udah saling cinta. Tunangan. Nikah. Dan jadilah Lavan." Potong Alvaro yang masih mengunci diri di dalam kamar cowok.

Rafan mendengus. "Karena diharuskan marga wanita mengikuti marga prianya, alhasil keturunannya juga pake nama marga prianya." Lanjutnya.

"Lo itu kok ribet amat? Tinggal bilang papa lo marganya Marlleve, akhirnya lo sebagai keturunannya juga pake marga bokap lo."

"Roo, lo kalo ikut bahas masalah ini mending jangan nyingit deh. Muak gue denger lo harus ngoceh sambil teriak pake suara cempreng!" Datar Allicia bangkit dari duduknya dan menggedor pintu yang menghubungkan dengan kamar cowok.

"Iya, gue keluar lovelynya Lavan." Balas Alvaro dari dalam. Sedikit mengejek dengan panggilan 'Lovelynya Lavan'. Allicia dan Rafan sama-sama mempelototi pintu dimana Alvaro berada.

Sekedar info Lavan ialah nama bocah Rafan. Ketika masih kecil, Rafan selalu mencoba untuk mengucapkan namanya sendiri. Namun dirinya yang waktu itu masih cadel hanya bisa mengucapkan 'Lavan'. Itu pun susah payah diucapkannya.

Alvaro yang juga masih cadel memanggil sepupunya dengan panggilan yang sama.

"Keluar juga ni kecoak." Seringai Allicia.

"Udah gitu doang?" Tanya Cilla.

"Iya." Balas Alvaro mengangguk bak anak kecil.

"Alasan lo gak mau identitas lo sebagai sepupu Varo?" Tanya Diana menaikkan alisnya. Ditambah tatapan bertanya dari yang lain.

"Bukan urusan lo." Rafan berubah berkali-kali lipat datar. Kalimatnya saja sudah menusuk.

"Ee-he-hehehe, i-itu gak ada apa-apanya k-kok. Lavannya aja yang suka main nyembunyiin identitas. Biar misteri-misteri gimana gitu." Canda Alvaro karena ia tahu sepupunya itu menganggap mereka sudah mencampuri urusan pribadinya.

Mereka hanya manggut-manggut mendengarnya. Namun tidak dengan Allicia yang masih tidak percaya dengan bualan orang konyol dengan nama bocah 'Roroo'.

Namun Allicia tetap diam meskipun banyak pertanyaan menghinggap di otakknya.Tapi,

"Sejak kapan gue peduli? Bukan urusan gue."

Kalau dirinya sudah berkata seperti itu, pertanyaan yang memenuhi kepalanya akan dibuangnya sejauh-jauhnya.

★★★

Allicia tidur berbalut selimut tebal membungkus dirinya. Mata cokelatnya masih tertutup dengan bulu mata lentik menghiasinya. Dengkuran halus terdengar dari bibir mungil.

Berbeda dengan kedua teman sekamarnya yang masih betah di ruang belajar ditemani televisi menyala.

Cewek itu juga tidak terganggu akan kebisingan yang dibuat Diana dan Faisal, TV dengan tampilan olahraga futsal yang ditonton Alvaro dan Cilla.

Jelas sekali kalau ia sangat kelelahan. Pintu penghubung ruangan sengaja dibuka setengah.

DUBRAK!!

"FAISAL!" Teriakan dibalas tawa keras. Rafan, Alvaro, dan Cilla mendesis. Menatap kedua orang pembuat suara dengan jari telunjuk di depan mulut mereka.

"Ups--"

"Dia gak keganggu sama suara macam toa gitu?" Tanya Rafan pada Cilla.

"ENAK AJA NGATAIN GUE KEK TOA!"

"SSHHTT!"

"Ups--"

"Gatau de. Biasanya sih kalo ada yang ganggu me time dia, lo semua yang ganggu dia bakal dapat pelototan yang mengkin lebih mengerikan dibanding Rafan. Tapi, coba lo cek deh."

"Elo lah!" Balas Rafan datar.

Cilla cengengesan. "Mager, hehehe." Rafan berdecak lalu beranjak mengecek Allicia.

Cewek itu masih tertidur pulas dengan selimut menyembunyikan tubuhnya. "Dasar kebo." Rafan terkekeh pelan.

"Lo jangan mikir dia kebo ya!" Tegas Diana menunjuk Rafan seakan tahu apa yang ada di pikiran pemuda itu.

"Sera gue lah."

"Emang serah lo. Tapi dia itu  insom--hmmphh!!" Perkataan Diana tidak tersampaikan dengan lengkap karena wajahnya keburu dibekap bantal sofa.

"Ehehe, gapapa kok...kali aja Allicia capek makannya kesannya kek kebo gitu. Hehe." Kikuk Cilla--pelaku penyiksaan bantal--memberi alasan pada Rafan.

"Lo itu gimana sih? Kan Cia dah bilang yang boleh tau cuma kita doang!" Bisik Cilla tepat di telinga Diana. Diana manggut-manggut masih dengan bantal di wajahnya.

"Insomnia maksud lo?" Tanya Rafan.

"E-enggak."

"Gue tau mana yang nipu mana yang nggak."

"Sok tau."

"Hm," Malas berdebat, Rafan hanya bergumam.

Walau terlihat tidak peduli, Rafan masih tetap memikirkan gadis itu. Dan cowok itu tidak mungkin sebodoh itu. "Insomnia, eh? Apa dia mikirin ayam jantan bertelor yah? Udah sih, bukan urusan gue...Tapi, kok gue khawa--enggak!!"

Terbukti orang yang terlihat paling cuek dan tidak peduli, sejujurnya ialah orang yang paling memperhatikan sekitar. Termasuk pada seorang gadis yang mulai mengisi sebagian dari hidup dan hatinya.

Wellcome to my life dear

∞∞∞

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang