06~Masa Lalu

38 7 2
                                    

"Gimana?" Tanya cowok yang sedang duduk bersebelahan dengan Allicia di ruang tamu.

"Gimana apanya?" Balas Allicia balik bertanya.

"Olimpiadenya?"

"Ooh, mungkin iya."

"Kok mungkin?" Tanya Allviro menautkan alisnya. Sejujurnya, waktu seperti ini jarang ia lakukan dengan Allicia karena proposal dan berbagai macam tugas perkuliahan yang harus diselesaikannya.

"Ya, karena nggak pasti." Balas Allicia ragu.

"Kok gitu? Bukannya sudah jelas, lo kepilih olimpiade, tanpa bayar, otak mencukupi, tinggal point nya aja."

Merasa tersindir dengan kalimat 'otak mencukupi', Allicia menampol wajah Allviro dengan bantal sofa. Yang ditampol hanya meringis. "Gue males kalo kayak gini lagi. Tugas apa-apa dikasi ke gue. Yang tanggung jawab gue, yang usaha gue. Mereka? Enak-enakkan nerima hasil yang gue masak." Ucap Allicia.

"Yaa..walaupun gue ngerasa kali ini agak beda. Makannya gue bilang mungkin." Lanjutnya.

"Yaelah dek. Lo itu kalo pengen sesuatu yang baru ubah dulu yang lama. Usaha. Biar yang lama dijadiin pelajaran, yang baru biarkan menjadi hasil. Gue tau, lo itu pengen banget kan ikut olimpiade? Sayangnya lo takut, lo lari. Kasi kepercayaan sedikit aja dek ke teman-teman lo. Diantaranya, ada kan temen-temen yang pernah ngubah lo."

"Serasa kehujanan ceramah gue." Gumam Allicia.

Allviro melotot. "Gue itu ngomong biar lo sadar! Gak semua orang itu sama. Mungkin sebagian besar mereka seperti kunyuk masa lalu lo, tapi jangan pikir sisanya sama seperti kunyuk itu."

"Buka mata lo, liat sekitar lo."

Allicia menatap Allviro dengan diam. "Tapi, aku butuh waktu. Aku nggak tau diriku seperti apa setelah waktu 'itu'" Ucap Allicia sebelum ia beranjak dari tempat itu.

"Lo banyak berubah Ci. Gue gak nyangka lo bisa dingin dan hampir nggak berperasaan seperti kunyuk masa lalu lo." Gumam Allviro setelah sepeninggalannya Allicia. Allviro memandang Allicia seperti sosok yang sudah lama tidak dikenalinya.

★★★

"Heh, ngapain kamu? Enak-enak aja ikutan di sini?"

"Lho, kita kan teman? Gak ada salahnya dong aku di sini." Balas gadis berkuncir ekor kuda dengan senyum lebar.

"Sejak kapan kita temenan? Perasaan kita nggak pernah temenan, kita aja yang kasihan ama kamu karena nggak ada temen."

"Loh, bukannya semua orang itu berteman? Biasanya juga Iva nemuin aku waktu istirahat." Ujar gadis tadi dengan tampang polosnya.

"Emang iya? Wah, pantesan waktu istirahat kita duluan ke kantin Iva nggak nyusul. Ternyata begini toh Iva?" Tanya satunya lagi.

"E-enggak kok. Biasanya d-dia juga yang nempel ke aku. Y-ya aku kasian aja dia gak ada temen." Balas 'Iva'

"Enggak kok! Iva bilang kalian semua ninggalin Iva." Bela gadis berkuncir ekor kuda.

"Ooh, jadi gitu. Kamu udah ada teman baru? Dan kamu bilang kita ninggal kamu?" Tanya salah satu dari mereka.

"B-bukan gitu. Dianya aja yang-"

"Udahlah Va, kamu sama dia aja, kita nggak butuh penghianat kayak kamu." Mereka pergi meninggalkan gadis itu bersama 'Iva'.

"Va, kamu nggak papa? Harusnya kan kamu ngomong kalo-"

"Kamu...kamu, hiks semua gara-gara kamu, hiks..."

"Loh, kenapa aku? Mereka jahat udah ninggalin kamu Va, aku bakal bilang yang sebener-"

"Bodoh! Hiks...jauhin aku, juga teman-temanku! Hiks...kamu nggak pantas jadi teman siapapun...lihat, sekarang gara-gara kamu, mereka jadi ikut menjauhiku! Pergi aja sana! Cewek bodoh!!"

"Iva, k-kenapa?"

"Pergi!"

"T-tapi-"

"Pergi sekarang juga Allicia!"

★★★

Ruang serba putih sudah menjadi tempat tinggal Rafan semenjak waktu 'itu'. Dan kini cowok itu lagi-lagi hanya bisa menunggu dengan tatapan sendu.

Tiba-tiba saja pintu ruang rawat inap tersebut terbuka. Refleks Rafan menoleh ke sumber suara.

"Raf, lo ada olimpiade kan?" Tanya gadis yang membuka pintu rawat inap tersebut.

"Tau dari mana."

"Ya tau lah! Gue gitu." Ucap Felica membanggakan dirinya.

"Tersera lo."

"Heh, tengil! Sopan dikit napa sama kakak lo." Tegur Felica menabok punggung Rafan.

Perhatian Felica beralih pada gadis yang tengah tertidur di kasur. "Ada perkembangan?"

"Gitu-gitu aja terus. Kemaren kata dokter sempat meningkat, tapi cuma sesaat setelahnya langsung drop." Balas Rafan datar.

Felica membelai lembut puncak kepala Rena. "Cepat sembuh Ren. Cuma kamu yang pengertian ke aku, ya gimana lagi bocah tengil di sebelah gue ini nyebelin gak bisa diajak curhat."

"Rena. Ini salah satu alasan kenapa gue gak mau ikut. Gue gak mau mengulang kesalahan yang sama dengan ninggal Rena." Jelas Rafan mengacak rambutnya.

"Rena kayak gini gara-gara gue."

"Bukan cuma lo yang salah Raf. Gue juga." Tambah Felica. "Tapi, Rena nggak bakal seneng kalo dia bangun dan ngeliat lo terpuruk kayak gini. Gue liat setelah kejadian 'itu', lo jadi penyendiri."

"Kenyataannya gitu Fel. Punya hubungan dengan seseorang itu menyakitkan." Aku Rafan menundukkan kepalanya.

Felica terdiam sesaat, lalu ia menyadari sesuatu. "Tadi lo bilang apa?! Bocah tengil, sopan dikit ke kakak lo."  Rafan mengangkat bahunya acuh tak acuh lalu meninggalkan tempat itu.

"Heh, bocah! Mau kemana lo?"

"Cabut." Jawab Rafan singkat sebelum menutup rapat pintu kamar.

Felica mendecih. "Bocah tengil sialan. Adeknya sapa sih? Gak kenal gue."

∞∞∞

A/n:

Hallo again!! Btw aku minta maaf banget kalo part ini agak nggak jelas. Soalnya aku buntu banget buat chpt ini, makannya aku memasukkan sedikit pengalamanku meski nggak persis.

Selain itu aku juga masih bingung buat nentuin kapan aku updatenya. Wkwk

Buat itsmeeyyyyyyy dan janettacaroline sabar ya, (jangan ndesak update tiap dua hari sekali):v
Minta kasi inspirasi dan ide juga buat yang lain.

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang