17~About

42 5 0
                                    

Dua hari setelah ia menyadari perasaannya, Allicia selalu saja bertingkah aneh. Entah itu kadang mengomeli Rafan tanpa sebab, kelihatan sok jual mahal, perubahan sifat yang drastis. Pokoknya bisa apa saja yang tak mungkin dilakukan seorang Allicia Reville. Cewek dengan harga diri tinggi, senyuman yang jarang terukir, dan mata dengan sorot tajam yang seharusnya tidak dimiliki seorang gadis cantik dan berkharisma.

Ya...seperti saat ini juga.

"Ci..." Panggil Cilla.

"Hm?" Tanya Allicia fokus pada game di ponselnya. Dan posisinya duduk saat ini, agak terlihat seperti preman eh?

"Lo itu kenapa sih? Bingung gue ama lo." Cilla lama kelamaan sebal sendiri pada sahabatnya.

Allicia menoleh cepat. "Hah? Sapa? Gue? Gak tuh. B aja." Jawabnya cepat lalu mengubah kembali arah pandangnya.

Cilla memandang Allicia dengan pandangan tak bisa diartikan. "Gila lo." Gumamnya.

Allicia mengedikkan bahunya. Namun saat tersadar akan sesuatu, "Eh, tunggu. Gue kenapa ya?" Allicia memperhatikan posisinya yang sangat tidak layak untuk seorang gadis.

"Gila! Gue daritadi duduk kek gajah yang gak pernah duduk di sofa gini?"  Allicia mulai membenahi cara duduknya. Yang tadinya kaki kanannya ada di senderan kursi dan kaki kirinya di sanggahan tangan. Bukan Allicia sekali.

Kemudian memperbaiki sikapnya dengan duduk bak putri kerajaan di singgasana dan berdeham pelan.

Mereka yang melihat keanehan Allicia justru menatap horor gadis itu. "Apa?" Tanya Allicia heran.

Menyadari tingkahnya, ia kembali membatin. "Ini gua kenapa lagi?"

★★★

Allicia kini merenung di kasurnya. Yang biasa dilakukannya ketika merasa aneh dengan dirinya. Terkadang ia memiliki suatu pemikiran tersendiri dengan dunia yang dibuatnya.

Seakan bertanya tentang dirinya. Kalau sedang ditanya, apa yang lebih dipilihnya. Dunianya sendiri atau kehidupan nyata? Jawabannya, lebih baik ia berada dalam dunianya.

Karena dunianya tak sepahit kenyataan. Merasa melarikan diri? Ya, benar. Cukup lelah dengan dunia dengan waktu tak pernah terhenti.

Sebenarnya kalau dipikir tentang kehidupan cinta Allicia, ia sedikit tidak percaya apa cinta itu nyata?  Ia masih belum mempercayai cinta, karena beberapa kejadian dulu.

Saat ia benar-benar merasa mencintai sesorang, ternyata orang itu malah berkhianat. Ia mencintai sahabatnya, sahabat pertamanya cinta dalam artian ia menyayangi sahabatnya sebagai keluarga. Terkadang lebih susah untuk menyayangi sahabat dengan segenap hati dibanding mencintai seorang pria, menurutnya.

Cukup sudah masalah cinta. Kini hidupnya. Tumbuh dewasa, mengalir dengan liar. Kasih sayang dari orangtua yang memang sudah cukup. Kebutuhan yang melebihi batas cukup. Namun apa yang dibutuhkannya. Apa yang diinginkannya? Allicia terus bertanya-tanya tentang itu berulang kali.

Apa yang kurang? Kini sudah terpenuhi. Sahabat yang benar-benar tulus, kekayaan, kakak, orangtua, semua sudah cukup. Tapi kenapa dia merasa kurang?

Allicia menghela nafas panjang.
"Nggak yang gue butuhin sekarang... nggak ada lagi. Sudah cukup. Gue bakal tetap ngerasa kurang kalo gue berpikir ada yang kurang. Sekarang bukan kehidupan gue yang kurang.

"Tapi kehidupan mereka yang berhubungan sama kehidupan gue. Gue yang bakal ngelengkapin hidup mereka, sahabat gue, ortu, kakak, dan mungkin orang yang bakal gue cinta selama-lamanya. Stop buat jadi diri lo yang dulu. Yang cuma bisa liat langit, ngerasa kurang, padahal sudah cukup.

"Kenapa dari dulu gue gak kepikiran. Yang kurang dari hidup gue. Ya gue sendiri." Allicia bangun dan tersenyum. Saat semua temannya sedang di ruang belajar dan pintu kamarnya tertutup rapat, Allicia bisa berpikir jernih. Dan kini mulai membuka lembaran baru, biarlah yang lama dijadikan cerita lama dan mulai menulis kisah baru di lembaran kosong.

∞∞∞

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang