Chapter 13

1.2K 131 6
                                    

Eunha menghembuskan napas panjang ketika ia melihat hujan mengguyur dengan deras ketika ia akan pulang setelah kegiatan ekstrakulikulernya selesai. Ia melirik jam di ponselnya. Sudah hampir makan malam. Jika ia tidak segera pulang siapa yang akan menyiapkan makan malam untuk kakak dan Ayahnya? Mereka pasti akan mengomel sekaligus mencemaskannya jika ia tidak lekas pulang.

Lelah menunggu tanpa melakukan apapun, Eunha bermaksud kembali untuk meminjam payung pada Ms. Shin, pembimbing klub memasaknya. Ketika melintasi ruang kesenian yang pintunya terbuka lebar, ia melihat Sowon berada di sana. Duduk di depan grand piano yang berada di muka kelas. Sekolah sudah hampir sepi pria itu masih berada di sana?

Sowon tertegun memandangi foto yang menampilkan wajah gadis yang ia rindukan. Akhir-akhir ini entah mengapa ia selalu teringat padanya. Rasa bersalah yang menumpuk di hatinya tidak akan pernah hilang sebelum ia mendapatkan maaf dari gadis itu. Ia hanya perlu mengumpulkan keberanian sebelum mampu datang menemuinya.

"Sowon, kau belum pulang?"

Sowon terkejut mendengar suara seseorang di belakangnya. Ia langsung menjejalkan foto itu ke dalam saku sweatshirt yang dikenakannya. Eunha memandangnya heran ketika ia menoleh.

"Ada apa?" tanyanya ketus, terlebih disebabkan karena ia terkejut.

"Tidak ada. Aku hanya penasaran apa yang sedang kau lakukan di sini. Kau bisa memainkan piano?" tanya Eunha teringat ucapan SinB ketika mereka pergi ke konser kemarin.

"Tentu." Ucapnya acuh tak acuh berharap Eunha pergi karena dia ingin sendirian saat ini. Tetapi gadis itu justru mendudukkan diri di sampingnya.

"Aku ingin mendengarnya. Bisakah kau memainkannya sedikit untukku?" pinta Eunha sambil tersenyum manis. Sowon ingin sekali berkata tidak namun entah kenapa senyum Eunha membuatnya tidak tega untuk menolak.

"Baiklah, hanya sedikit oke."

Sowon menempatkan jari-jarinya di atas tuts piano lalu mulai memainkannya. Nada-nada yang dihasilkan terdengar sangat merdu. Eunha mengagumi cara Sowon memainkan piano. Mengingatkannya pada mendiang ibunya yang piawai memainkan piano.

"Hebat!" seru Eunha sambil bertepuk tangan begitu Sowon selesai memainkannya. Sowon tidak pernah merasa bangga dengan keahliannya yang satu ini, tetapi entah kenapa hari ini ia merasa kursus piano yang ia ikuti ketika ia masih kecil tidak sia-sia.

"Apa kau juga bisa memainkan ini?"

"Sedikit." Eunha lalu mencoba memainkannya sebagaimana ibunya pernah ajarkan dulu. Sowon memperhatikan dengan seksama. Ia tertegun, gaya permainannya, Sowon merasa begitu familiar. Ketika nada berakhir ia bertepuk tangan.

"Bagaimana?" tanya Eunha dengan mata berbinar-binar.

Ini pertama kalinya ia bermain piano di depan orang lain, terutama pria yang disukainya. Ia sangat bahagia meskipun Sowon hanya menghargainya dengan tepuk tangan biasa.

"Bagus. Mirip sekali dengan permainan Jung Sora."

Eunha tiba-tiba menegang.

"Kau mengenal Jung Sora?"

Sowon mengerjap melihat perubahan drastis dalam ekspresi Eunha. Gadis itu kini tercengang seolah ia baru saja mengatakan kalimat terlarang.

"Tentu saja. Beliau pianis terkenal sekaligus guruku. Apa itu masalah untukmu?" Sowon heran. Seharusnya Eunha bangga bukan karena kemampuannya disamakan dengan pianis selevel Jung Sora. Pianis itu bahkan pernah bermain di sebuah pesta jamuan kenegaraan yang di hadiri presiden dan beberapa delegasi dari luar negeri.

"Dia mendiang ibuku." Eunha mengatakannya dengan suara mengambang.

Sowon terperanjat kaget. Ia tak pernah menyangka guru pianonya semasa kecil adalah ibu Eunha? Ia berhenti ikut kursus sejak usianya sepuluh tahun. Sudah enam tahun lebih ia tidak bertemu dengannya lagi. Ia menatap Eunha kembali. Pantas saja ia selalu merasa pernah bertemu dengan Eunha. Tentu saja, Eunha mewarisi wajah ramah dan senyum menenangkan milik ibunya.

School Love (Gfriend)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang