Empat

5.3K 648 165
                                    

Sore, di teras rumah Namikaze.

"Apa ini?"

"Pacar setiaku," Sasuke mengulas senyum miring. Melipat kedua lengan bersilang di depan dada. Kedua netranya menatap lekat Arianna yang mengkilat setelah dimandikan.

Naruto memijat pangkal hidung jengah. "Iya tahu. Maksudku ngapain datang dan bawa- bawa motormu ke sini?" tanyanya.

Sasuke melirik. "Lalu aku mau naik apa ke sini kalau bukan naik Arianna?"

Naruto mengendikkan kedua bahu acuh tak acuh. 'Jalan kaki mungkin,' dengusnya membatin.

Menyalakan lagi keran air untuk menyirami tanaman. Tanggung, tinggal sedikit lagi.

Sasuke dari belakang diam mengamati. Senyum sekilas menikmati pemandangan makhluk pirang tengah bergelut dengan gulungan selang dan pot- pot bunga.

"Mau apa kemari?" tanya Naruto lagi.

"Memang ke rumah calon istri sendiri tidak boleh?"

Decihan pelan terdengar.

"Tadi saja dibilang anjing. Sekarang diaku calon istri. Tidak konsisten."

"Tadi sedang PMS, Yang," balas Sasuke kalem. Asal. Mencolek genit dagu si pirang yang dibalas kernyitan kesal.

"Bilang saja ada Sakura. Oh, Karin atau Hinata barangkali? Pacarmu kan banyak."

"Sudah resiko orang ganteng. Mau bagaimana."

Si pirang mencibir.

Kelakuan Sasuke yang suka seenaknya begini kadang membuat mulutnya gatal untuk memaki. Mau jadi apa nanti kalau betulan mereka bakal jadi suami istri.

"Kalau begitu aku juga mau cari pacar. Cowok dari kelas sebelah sepertinya juga oke."

Wajah masam terpampang.

"Siapa memang?" Sasuke bertanya.

"Sai-"

"Mana boleh. Kau kan sudah punya calon suami."

"Calon suami apaan. Kerjanya selingkuh sana sini," Naruto mendesis.

"Duh ya, mulutnya kasar, Yang-"

"Coba kau putus dari Sakura."

"Iya. Dan besok aku cari gandengan lagi ya, yang lain, Hinata barangkali. Boleh?"

Tulang kering berubah fungsi jadi sasaran tendang. Sasuke mengaduh. Naruto mengumpat. Maunya sih mulutnya bilang, 'Kenapa bukan pacaran denganku saja?' tapi harga diri kelewat tinggi. Jaga gengsi, siapa dia memang. Sasuke kan musuh bebuyutan ibaratnya.

"Kejam, ya. Ini sakit tahu."

Naruto diam, mematikan keran dan merapikan selang air. Mengaduh pelan ketika sisa air dari ujung selang mengenai wajahnya.

Sasuke mendengus geli. Maniknya bergulir mengamati lamat- lamat penampakan manusia  buluk di depannya.

"Belum mandi?" tanyanya.

"Hemat air. Sembako sedang naik harga di pasaran."

"Jorok. Apa hubungannya? Lagian kau baru saja buang- buang air."

"Bilang jorok. Memang kau sendiri sudah mandi?" Naruto berkacak pinggang.

"Sudah," balasnya bohong karena ini menyangkut harga diri. Jelas karena tadi dirinya harus dipaksa main ke rumah Namikaze untuk mengantar sekotak besar martabak manis buatan mama Mikoto ketika sedang memandikan Arianna dan Sebastian.

Mata Naruto memicing. Tidak percaya.

"Duh, calon mantu datang. Kenapa tidak diajak masuk, Naruto?" Kushina menghampiri tergesa begitu keluar dari pintu. Mengecup pipi putra bungsu Mikoto dan menuai kernyitan aneh dari si putri semata wayang.

'Mama genit eh.'

"Sore, Tante," sapa Sasuke. Mengulas senyum manis yang lantas membuat Kushina memekik gemas.

"Gantengnya~"

Iya, ganteng. Tapi kelakuan super menyebalkan.

"Ada bingkisan dari mama. Martabak manis, Tante."

"Wah, makasih, Sayang."

Naruto mendengus jengah. Membuang pandangan ke sisi dan memilih untuk meninggalkan keduanya masuk lebih dulu ke dalam rumah.

Sebelum akhirnya sang mama berseru memanggil. "Naruto, ajak Sasuke masuk. Mama mau ke swalayan beli beras."

"Tsk."

..
..
..

"Mau minum apa? Kopi apa jeruk?" tawar Naruto begitu mereka telah sampai di ruang makan. Membiarkan si Uchiha muda menarik kursi makan dan mendudukinya.

Sasuke berpikir sejenak.

"Kopi," putusnya.

"Kopi habis."

"Jeruk saja-"

"Jeruk habis. Air putih saja," potong Naruto cepat lalu beranjak meninggalkan Sasuke yang menghela nafas panjang. "Dasar. Kalau tidak punya tidak usah menawari."

Seraya menunggu Naruto mengambilkan segelas air putih, Sasuke mengedarkan pandangan. Menelisik ke seluruh penjuru ruangan melalui tatapannya. Ruang makan yang simpel dan rapi. Dan Sasuke menyukai pot bunga kecil bergambar Totoro yang ada di dekat jendela.

Dua kali ia menyambangi rumah ini dan ia merasakan perasaan nyaman. Barangkali saja karena sambutan hangat yang diterimanya atau faktor lain seperti keberadaan Naruto yang menarik untuk digodai atau dikerjai. Seperti melempar lap makan ke pantatnya- misalnya..

"Brengsek!" Naruto melotot ganas.

Sasuke melempar cengiran kecil. "Tidak sengaja," kilahnya. Lalu menatap penuh kewaspadaan begitu Naruto melangkah mendekat.

"Apa mukamu begitu? Pikirmu aku mau balas dendam?" si pirang mendengus. "Maaf saja, aku tipe orang baik hati yang mudah memaafkan."

Bola mata Sasuke berotasi malas. Meraih segelas air putih dari tangan si pirang dan meminumnya sedikit.

"Kau lupa menyebutkan kalau kau juga suka menggonggong-"

"Aku anjing, begitu?!"

"Loh, tidak mau mengaku?"

Rengut kesal terpampang. Menggemaskan. Sasuke gatal ingin mencubit.

"Setelah ini jalan- jalan?" tawarnya. Menuai kerutan dalam pada kening mulus Naruto. Jelas ini mencurigakan.

"Kau di sogok apa sama mamamu sampai mau mengajakku jalan- jalan?"

Sasuke menggeleng.

"Cuma mau bilang dompetku ketinggalan dan bensinku habis. Minta duit."

Naruto menganga.

...

Sasuke & Naruto : korban perjodohan.
Status perasaan : sampai saat ini belum terdefinisikan.

Enemy, oh, my enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang