Keluar dari ruangan bosnya, Kuroko hanya terdiam menghiraukan rekannya yang coba bicara dengannya.
"Apa yang Akashi-san lakukan? Dia bisa saja menciumku tadi." batin Kuroko masih dengan jantung yang berdegup kencang. Ia tidak sadar menuangkan air panas ke dalam cangkirnya terlalu banyak.
"Kenapa? Kenapa laki-laki selalu membuat seorang gadis salah paham seperti ini? Aku tidak mau kalau sampai berharap." Kuroko memejamkan matanya dengan ekspresi yang terbebani."Tetsu-chan, hati-hati!" seru Momoi menyadarkan lamunan Kuroko, tapi sayangnya tangan kanan gadis itu sudah tersiram air panas. Tangannya memerah sampai sedikit melepuh. Segera rekannya yang tengah bekerja berdiri menghampirinya.
.
.
.
Setelah menerima perawatan dari Momoi dan Midorima, Kuroko jadi lebih baik. Meski rasa panasnya tidak kunjung hilang, dan itu mengganggunya tapi Kuroko memilih untuk tetap bekerja.
"Tolong jangan beritahu Akashi-san soal hal ini." kata Kuroko dengan ekspresi datarnya.
"Tapi itu terlihat sakit sekali ne Kuro-chin, mau aku gantikan kau pulang dan beristirahat?" tanya Murasakibara diikuti jitakan Aomine di kepalanya.
"Pfft, kalau begitu terima kasih banyak Murasakibara-kun. Tapi jika kau kembali sekarang, kau tidak akan bisa mengamati pertandingan hari ini." Kuroko tertawa kecil melihat tingkah polah semua rekannya. Tapi kelima orang yang melihat tawanya justru tersipu.Ini adalah kasus yang jarang terjadi, bahkan hanya beberapa kali terjadi. Kuroko tertawa! Sesuatu seperti ini tidak bisa mereka tahan dengan hati rapuh, sepertinya cupid memang malaikat nakal. Bahkan Momoi berdebar melihat senyumnya.
"Kalau begitu aku akan memberitahu Akashi-san, kita akan pergi ke Tokyo setengah jam lagi." balas Kuroko yang bangkit membawa nampan dengan secangkir teh.
Ia kembali ke sisi Akashi, dan memberinya teh yang tadi dibuatkan. Kuroko bersikap seperti biasa, dia tak mempermasalahkan apa yang hampir saja atasannya lakukan. Demi mencegah salah paham dirinya berpikir jika Akashi terlalu mabuk akibat minum-minum semalam.
Tapi juga sepertinya Akashi tidak mempermasalahkan apa pun. Itu sih tampangnya.Hatinya terus bergumam apa dia harus minta maaf atau tidak, apa dia harus bersikap biasa dan diam saja. Akashi sama sekali tidak tahu, tapi dia lebih memilih pilihan nomor dua untuk diam.
"Akashi-san, hari ini setelah melihat pertandingan kau harus menghadiri makan malam dengan para direktur dari beberapa perusahaan penerbit. Ayahmu juga akan hadir, haruskah aku menemanimu?" tanya Kuroko yang ikut membantu atasannya dengan semua pekerjaannya.
"Aku akan sangat terbantu jika kau ikut denganku. Sekarang sebaiknya kita pergi ke Tokyo." balas Akashi berdiri dan bergegas ke luar dari ruangannya.
Sepertinya Akashi lebih tumpul dari kelihatannya, dia bahkan tidak menyadari tangan gadis yang selalu berada di sampingnya tengah terluka. Yah biarlah, sibuk memikirkan pekerjaan memang menjadi hobinya.
Anggota Tim Redaksi Basketlicious pergi menggunakan shinkansen. Cukup memakan biaya pengeluaran tapi berkat sekretaris yang handal seperti Kuroko, mereka bisa berhemat.
"Kita memang akan berangkat dengan Shinkansen, tapi untuk kembali ke Kyoto kita bisa menaiki kereta biasa. Lalu juga semua biaya untuk makan, dan keperluan sudah ditanggung oleh pihak Universitas." jelas Kuroko yang membuat semua mendongak kecuali Akashi yang santai menikmati pemandangannya.
"Pihak Universitas?" tanya Kagami dongo.
"Un, kita mendapat undangan untuk mewawancarai para anggota tim basket. Sekaligus, pergi bermain." balas Kuroko diikuti teriakan semuanya, kali ini Akashi juga ikut terkejut. Dia tidak tahu soal apa pun tentang bermain."Tunggu.. Kuroko, apa maksudmu?" tanya Akashi dengan tatapan agak kesal.
"Tentu saja semua yang kita dapatkan ini tidak gratis. Aku kira Akashi-san sudah tahu soal ini. Yang bertanding memang mahasiswa dari Universitas Shohoku, tapi kalian semua akan menjadi pemain cadangan." jawabnya dengan wajah datar tanpa perasaan berdosa atau bersalah.Bagaimana dia bisa begitu santai, mereka sudah lama tidak pergi bertanding, meski harus duduk di bangku cadangan tetap saja ini agak mengerikan.
Tapi Kuroko sendiri tahu, rekannya itu tidak akan menolak dan berhenti. Mereka justru tersenyum bersemangat, karenanya dia tidak ragu sedikitpun ketika ditawari hal itu.
.
.
.
"Nah meskipun aku yakin kalian tidak akan bermain." kata Kuroko mengalihkan wajahnya ke arah jendela.
"Kenapa kau yakin sekali? Bukankah bocah-bocah bule ini sangat kuat?" tanya Aomine dengan agak kesal, Kuroko justru menghela nafasnya. Ia membuka tasnya, dan memberikan beberapa lembar kertas. Di sana terpampang jelas artikel-artikel basket yang sudah cukup lama.
Bahkan beberapa artikel memiliki tahun di mana mereka masih berumur balita."Kiseki no Sedai bukan satu-satunya tim legendaris yang ada di Jepang. Dan itu bukan sesuatu yang muncul 100 tahun atau 1000 tahun sekali, terlalu berlebihan." ungkap Kuroko yang terkesan meremehkan. Tapi bukan itu maksudnya, mengingat video permainan para anggota yang disebut jenius saat SMP dulu membuatnya jadi agak jengkel. Dan lagi teringat soal hal yang dialami Kise, dan anggota Vorpal Sword.
"Lihatlah pencapaian mereka, aku juga memiliki video tentang pertandingan mereka. Kalian bukan yang terkuat, karena di sana selalu ada orang kuat lainnya. Kagami contohnya." Mendengar pujian Kuroko membuat Kagami tertegun dan malu-malu.
"Kalau itu si-"
"Meski otaknya hanya berisi angin." timpal Kuroko yang menjatuhkan ekspektasi Kagami.
"Pelatih dari Universitas Shohoku adalah laki-laki yang ini... Dia yang rambutnya mirip Kagami." Kuroko menunjuk ke salah satu anggota yang memiliki rambut merah dengan perawakan yang sama persis dengan yang dimaksud.
"Kuroko, apa yang terjadi dengan tanganmu?" tanya Akashi menyadari lebam yang ada di tangannya, semua orang segera mengalihkan wajahnya tidak berani berkomentar.
"Bukan masalah, aku hanya tersiram air panas sendiri. Momoi-san, dan Midorima-kun sudah memberikan pertolongan pertama." balas Kuroko datar melanjutkan ceritanya.
"Kenapa kau tidak bilang padaku?" tanya Akashi dengan nada agak tinggi.
"Karena aku pikir ini bukan masalah besar." jawab Kuroko datar kembali, suasana jadi agak menegang antara atasan kelima orang yang tengah bingung dan juga sekretarisnya."Sakit-" Kuroko sedikit mengeluh ketika Akashi tak ragu menggenggam tangannya yang tengah terluka.
"Dan kau bilang ini bukan masalah? Sebaiknya kau pulang ke rumah orang tuamu sesampainya kita di Tokyo." balas Akashi tanpa basa basi.
"Sudah kubilang aku baik-baik saja, itu sakit karena kau menekannya." Kuroko tetap tidak mau kalah, sedangkan kelima rekannya berdoa semoga nanti mereka bisa kembali dengan selamat.
"A-Ano Akashi-kun, kami sudah melihat lukanya dan tidak cukup serius." Momoi mencoba untuk meredam."Momoi, Midorima. Kalian berdua tahu lukanya tapi tidak menyuruhnya untuk pulang? Apa yang kalian pikirkan." tapi Akashi justru memarahi Midorima dan Momoi.
"Tunggu dulu Akashi-san, mereka tidak berbuat salah. Itu memang keinginanku, kenapa kau tidak mau mengerti? Aku sudah bilang aku baik-baik saja, tolong jangan berlebihan kau hanya atasanku, masalah seperti ini aku bisa tangani sendiri."
Tepat! Ucapan Kuroko memang benar, tapi hal itu tidak disukai oleh atasannya. Akashi terkejut mendengarnya, padahal dia memang serius mengkhawatirkannya tapi Kuroko justru membuang perhatiannya? Baiklah, Akashi menyerah. Dia hanya tidak ingin salah satu anak buahnya terluka.
"Kalau begitu lakukan apa yang ingin kau lakukan." balas Akashi datar, dan terduduk diam dengan wajah kesal.
Dan sekarang suasana justru makin berat dari sebelumnya. Akan ada badai besar yang datang mungkin?
***
Sering gitu yha kalau ada senior/atasan masih single sikapnya baek pisan bikin bertanya2, jadi Kuroko di sini itu serba salah. Nahan baper eh malah Akashi misuh2 h4h4 :"
NEXT
KAMU SEDANG MEMBACA
Basketlicious (KnB Fanfic) [AkaFemKuro] END
FanfictionMasa lalunya penuh dengan gemerlap kemenangan, hingga satu kekalahan merubah hidupnya. . . Akashi Seijuurou memang seorang anak dari direktur sebuah perusahaan penerbit terbesar di Asia, Akashi Media. Dia bekerja di bawah naungan ayahnya, membentuk...