27. Kelulusan

7K 335 21
                                    

Mungkin, perasaan yang harus mundur sebelum mengatakan itu sulit. Tapi, lo harus percaya bahwa suatu saat nanti akan ada orang yang datang dan memberikan perasaannya buat lo.
.
.
Lo itu orang yang gak terduga sama sekali. Lo bisa ngelakuin semua ini dengan sedetail mungkin, dan berhasil buat gue takjub.
.
.
.

Sudah beberapa hari setelah Pricil menginap di asramanya. Pricil hanya menginap semalam, dan keesokan siangnya dia sudah ke Korea. Queen menyadari, Pricil sekarang benar benar sibuk.

"Queen gue pamit ya. Sampai ketemu besok" Rachel mencium pipi Queen lalu berjalan keluar kamar.

"Ya hati hati hel" Queen tersenyum menatap kepergian Rachel. Besok adalah hari kelulusannya, bunda Queen tiba di asrama Queen kemarin. Tak lupa, ada Dafa dan oma juga. Rachel tidak keberatan saat keluarga Queen menginap di asrama, tetapi hari ini Rachel kembali kerumahnya yang memang sedikit jauh dari asrama, agar besok saat kelulusan ia bisa datang bersama keluarganya.

Tok.. tok... Tok .

Setelah Rachel pergi, seseorang mengetuk pintu asrama Queen. Keluarganya yang memang sedang berjalan jalan keluar, membuat Queen di asrama  hanya sendiri. Queen pun berjalan menuju pintu, dan membuka pintu perlahan. Jantungnya berdebar, entah siapa sosok dibalik pintu.

"Gavin?"

Jantung Queen rasanya mau copot saat melihat Gavin ada di hadapannya. Sosok yang sudah 4 tahun lamanya tak ia jumpai. Gavin tersenyum menatap Queen, Queen membalasnya dengan senyum yang mengembang. Sebuah rasa kebahagiaan muncul dari hati Queen.

"Gak mau peluk?" Gavin menaikkan satu alisnya, dan tersenyum manis. Lesung pipinya terpampang nyata, membuat Queen merindukan itu. Queen pun langsung berhambur kedalam pelukan Gavin, memeluk Gavin erat.

"Gua tau, pasti banyak yang mau lo tanyain kan?" Belum Queen berbicara, Gavin sudah menebaknya. Queen melepaskan pelukannya dan menarik lengan Gavin pergi menuju taman di asrama.

Queen dan Gavin memilih duduk di bangku tepat dibawah pohon rindang.
"Kenapa bisa disini?" Tanya Queen to the point, namun senyumannya tak pernah hilang.

"Karena besok hari kelulusan lo" jawab Gavin dengan senyumannya. Queen menautkan alisnya mendengar yang diucapkan Gavin. Gavin tersenyum dan mencubit hidung Queen gemas.

"Kok bisa tau?" Tanya Queen heran dengan sikap Gavin.

"Sorry Queen, dua tahun ini gua menghilang. Sebenarnya, lo tau kan kalau gua bakalan lanjutin sekolah keluar negeri?" Queen mengangguk mantap.
"Nah akhirnya gua pindah ke Inggris, dan sialnya handphone gua ilang. Gua bener bener gak bisa ngehubungin lo Queen saat itu" jelas Gavin tanpa Queen minta. Queen masih menatap Gavin bingung.

"Terus?"

"Ya... Gua nyari nyari nomor  lu lah, yakali gua nyari nyari no nya Pricil" canda Gavin.

"Hahaha. Tapi, masa nyari nomor aja ampe 2 tahun gak ketemu"

"Ish. Lo nganggep semuanya gampang ya. Yaudah, kenapa lo gak berusaha buat bisa hubungin gua lagi?" Tanya Gavin balik dengan nada bercanda.

"Ya gue kan cewek. Jadi, lo lah yang harus berjuang. Bukan gue" Queen menjulurkan lidahnya, meledek Gavin.

"Yadah" Gavin mengelus kepala Queen. Queen menyukai perlakuan Gavin seperti ini.

"Terus, kenapa bisa tau gua di Jerman dan tinggal disini?" Tanya Queen penasaran.

Bukannya menjawab, Gavin justru beranjak dari duduknya dan mengacak ngacak rambut Queen pelan. "Besok aja gua jelasinnya, udah yah gua balik dulu. Bye" Gavin langsung pergi meninggalkan Queen tanpa kata apapun. Queen menatap Gavin jengkel, Queen pun langsung berjalan menuju kamarnya, setelah tak melihat sosok Gavin lagi.

Friendzone | END |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang