A 1

216 20 4
                                    

           

21 tahun kemudian.

3 hari menjelang 21 tahun.

"Minggir! Jangan ngalangin. Gue mau ngaca," gerutu Dina sendirian. "IH MINGGIR!"

Mendengar temannya berteriak, Yuki langsung menghampiri Dina. "Kenapa, Din?"

Kikuk, Dina berusaha untuk terlihat tenang. "Ng-nggak. Gak apa-apa. Emang gue kenapa?"

"Tadi lo teriak."

"Gak, kok. Berhalusinasi kali lo."

Yuki menyandarkan tubuhnya di bangku sebelah Dina. "Iya, kali, ya. Mungkin efek rindu, jadi suka berhalusinasi. Maklum korban ldr."

Dina tertawa kecil,"LDR, Long Distance Re-ladiselingkuhin-ship."

Yuki melotot,"Dina."

"Haha. Bercanda."

Yuki mulai sibuk dengan perkakas makeupnya yang telah ia keluarkan dari tasnya sejak tadi. "Din, buruan makeup. Bos udah mau dateng ini."

Melihat Yuki yang duduk di depan kaca, Dina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sini, ini masih bisa berdua kacanya."

Memang, kaca yang tidak terlalu besar itu bisa untuk berkaca dua orang. Tapi, bagaimana Dina bisa berkaca kalau ada yang menghalangi.

"Minggir gue mau ngaca," bisik Dina sendirian.

"Hah? Apa? Lo ngomong apa barusan?"

"Hm? Nggak, gak ngomong apa-apa."

Mata Dina melotot ke arah kaca yang ada di hadapannya. Membuat Yuki sedikit bergidik melihatnya.

"Lo ngapain dah?"

"Ini, mata gue ngantuk. Jadi, gue harus melotot dulu biar seger," ucap Dina yang sudah tentu saja berbohong.

Yuki kembali sibuk dengan makeupnya.

Dan, Dina. Lagi-lagi, ia harus menahan marah karena dijahili oleh makhluk yang tak nampak.

"Tas makeup gue kemana, deh?" tanya Dina dengan linglung. "Argh. Setan sialan."

Yuki sudah tidak memperdulikan soal temannya yang sejak tadi sibuk sendiri.

"Din, lo tau gak bos baru kita itu pengusaha muda."

"Oh, ya," respon Dina seadanya, karena ia masih sibuk mencari tas makeup yang entah ada dimana sekarang.

"Ganteng."

"Hm."

"Katanya, sih, jomblo."

"Oh..."

"Tau gak namanya? Beuh, cakep banget."

"Siapa?"

"Singkat. Zidan doang."

"Oh, namanya Zidan doang."

"Ih, gak pake doang. Z-i-d-a-n."

"Oh," Dina mengangguk sesaat, sebelum akhirnya matanya melotot karena kaget. "Zidan?" pekiknya.

"Iya, kenapa?"

Seketika itu juga, Dina teringat akan perkenalannya dengan laki-laki bernama Zidan di aplikasi chatting bernama Tinder.

"Ada fotonya?" tanya Dina panik.

"Gak ada."

"Duh. Mudah-mudahan ini bukan Zidan Tinder."

"Ya kan yang namanya Zidan banyak, Din."

"Iya juga, sih." Dina mengendurkan ekspresi wajahnya yang sempat tegang.

"Selamat pagi, pak Zidan."

Samar-samar, terdengar suara orang yang mengucapkan salam pada nama yang sejak tadi berputar-putar di pikiran Dina.

"Nah, itu dia dateng. Ayo," Yuki menarik lengan Dina untuk keluar dari ruang rias.

Betapa terkejutnya Dina saat ia mendapati siapa bos yang akan menjadi bos barunya nanti.

"I-itu Zidan kenalan gue di Tinder," Dina menelan ludah kering. "Mampus gue."

"DEMI APA?"

Tanpa sadar, Yuki berteriak. Membuat semua sorot mata mengarah padanya. Tak terkecuali laki-laki bernama Zidan yang langsung menitik-fokuskan pandangannya pada Dina.

"Dina?"

AzkadinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang