A 6

150 15 2
                                    

***

Dina masih duduk termenung dengan seluruh badan yang gemetar. Zidan membiarkan Yuki untuk terus menemani Dina hingga kondisinya stabil. Karena, Dina tidak mau dibawa ke rumah sakit, jadilah ruangan Zidan menjadi tempat peristirahatannya.

"Din, lo kenapa bisa sepucet ini?"

Dina memeluk tubuhnya sendiri dengan kencang. "Gue abis terbang."

"Hah?"

Dina memandang Yuki dengan tatapan penuh harap agar temannya bisa mempercayainya,"Beneran. Gue terbang. Kayak....burung."

Yuki menghela napasnya seraya terus mengelus bagian belakang Dina yang terasa dingin.

"Din," panggilnya dengan nada suara yang pelan. "Gue tau lo bisa ngeliat makhluk yang gak keliatan."

Dina menoleh. Kaget. "Kok tau? Lo stalking gue, ya?"

Dengan pelan, Yuki memukul bahu Dina yang masih sempat-sempatnya bercanda.

"Ya gimana gak tau, orang kadang lo ngomong sendiri."

"Terus, kenapa selama ini lo gak bilang kalo lo udah tau?"

"Demi kebaikan lo."

"Hah?"

Yuki membenarkan posisi duduknya, ia memegang pundak temannya yang masih terguncang.

"Denger, ya, apapun yang lo ceritain sekarang, gue pasti percaya. Lo gak usah takut dianggep aneh atau gimana. Lo cukup cerita aja sama gue. Dan, gue pasti ngerti."

Dina mengangguk pelan. "Oke, deh, stalker."

Ia melepaskan cengkraman di tubuhnya sendiri. Berusaha untuk santai dan membuang semua rasa khawatirnya. Mulai menarik napas panjang, dan mulai bercerita tentang apa yang dialaminya.

Yuki mendengarkannya dengan seksama. Sesekali, ia ikut merinding mendengarnya. Tapi, akhrinya pun ia dapat mengerti tentang apa yang baru saja dialami temannya.

-

Di ruangan kamar bernuansa biru, laki-laki itu merutuki dirinya sendiri.

"Tuh 'kan bener, gue bilang juga apa. Bukan dia. Dan, gak mungkin dia."

Ditemani oleh pengawalnya – secara teknis, namun kini menjadi asistennya di Bumi, ia menceritakan semuanya tentang perempuan yang ia anggap sebagai pengantin wanitanya.

"Tapi, kenapa warna matanya bisa sama dengan punya Tuan?"

Laki-laki itu berpikir,"Gak tau. Yang jelas, dia bukan pengantin yang gue cari. Karena, kalo itu dia, udah pasti dia bakal melayang atau berjalan di atas angin. Gimanapun juga, dia pasti punya sebagian kekuatan gue."

"Gimana kalo ternyata, anak manusia itu emang gak bisa terbang seperti Tuan?"

Laki-laki yang dipanggil Tuan itu menghela napas,"Secara teknis, darah gue yang ada di tubuh perempuan itu harusnya memiliki kekuatan yang sama dengan gue. Itulah kenapa anak Iblis itu bisa terlindungi selama ini."

"Tapi, bukannya ini adalah hari terakhir dia berumur 20 tahun?"

Laki-laki itu mengangkat kedua bahunya,"Gue belum menemukan dia. Gue gak tau dia dimana."

"Tuan harus menemukan dia, untuk menyelesaikan tugas hukuman ini dan kembali ke Alam Langit."

"Iya, tapi gimana? Gak mungkin kan gue mau membohongi Dewa Agung dengan memilih perempuan lain dan menjadikan dia pengantin gue?"

AzkadinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang