A 15

138 13 2
                                    

***

Azka membanting segala jenis barang pecah belah yang ada di rumahnya. Nino hanya bisa diam saat Tuannya sedang berada dalam mood yang tidak baik.

"Wah, anak Iblis. Bener-bener..." ujar Azka yang baru saja melempar piring.

"Nonton? Hah! Gue sibuk jagain lo, dan lo malah asik pacaran," gerutunya.

"Apa sih bagusnya laki-laki itu? Dia bahkan gak bisa bikin lo teleportasi dalam hitungan detik. Dia juga gak bisa ngelindungin lo. Dan, satu hal lagi yang gak mungkin, dia bahkan bukan bagian dari hidup lo."

"Gue. Gue adalah bagian dari darah yang mengalir dalam diri lo." Azka kembali menghancurkan piring.

"Zidan, brengsek."

Nino mendekati Azka dengan perlahan,"Tuan?"

Azka menoleh ke arah Nino yang berdiri di sampingnya. "Nino, lo jawab jujur, apa kurangnya gue dibanding manusia yang namanya Zidan?"

Nino diam sebentar,"Gak ada."

"Gak ada?"

"Tuan begitu sempurna. Bahkan dengan gelar Dewa Angin yang ditakuti oleh banyak Dewa."

Azka menarik napasnya dalam.

"Terus, kenapa Dina lebih milih manusia itu dibanding gue?"

Nino diam.

"Seharusnya gue ada diprioritas pilihannya yang paling atas. Tapi, gue malah dikalahin sama manusia biasa."

Nino masih tak bergeming.

Azka mengepal tangannya, emosinya benar-benar berada di puncak sekarang. "Bahkan, dia adalah pengantin gue. Tapi, bisa-bisanya dia lebih memilih orang lain."

"Brengsek!" Azka berteriak. Membuat seluruh dinding rumah bergetar, dan seluruh isi yang ada di dalam rumah goyah, lalu terjatuh. Hancur. "Dina..."

-

Dina sampai beberapa kali kehilangan fokus saat ia sedang diajak bicara. Ia bahkan beberapa kali juga mengabaikan Zidan.

"Kamu kenapa, sih? Kok gak fokus, gitu?" Zidan menempelkan tangannya ke dahi Dina. "Kamu sakit?"

Dina menggeleng,"Nggak, kok."

"Btw, tadi filmnya bagus, ya?" ucap Dina berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

Zidan mengangguk pelan. Ia mengembangkan senyumnya.

"Dina?"

"Iya?"

"Ada yang mau saya bilang."

"Apa?"

Zidan merogoh kantong jasnya, dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sana. Ia membukanya, dan terlihat sebuah cincin berlapis berlian yang begitu cantik.

"Kamu mau menikah dengan saya?"

Untuk sesaat, Dina berpikir. Ia menggigit bibir bawahnya. Bimbang.

Potongan-potongan memori antara dirinya dengan Azka pun bermunculan satu per satu dalam ingatannya. Bahkan, ketika laki-laki itu terus saja membuatnya marah. Ia tidak sama sekali benar-benar membencinya.

Dina teringat bagaimana laki-laki itu membuatnya jengkel, menjahilinya, bahkan membuatnya ingin menangis. Tapi, ia tidak benar-benar ingin menyuruhnya pergi.

Dina tersenyum tanpa sadar.

"Dina?"

Tersadar karena panggilan Zidan, Dina langsung buru-buru pamit untuk pergi.

"Zidan, aku pikirin dulu, ya. Aku harus pergi sekarang. Dah."

"Dina! Aku anter."

Dina tetap melangkah pergi meski ia mendengar Zidan memanggil namanya berkali-kali. Dina masuk ke dalam taksi menuju rumahnya.

Dina meremas jari-jari tangannya. ia deg-degan dan bimbang dalam waktu yang bersamaan.

Bahkan, ia tidak berhentinya menggigit bibir bawahnya.

Setelah menempuh perjalanan 30 menit, akhirnya ia tiba di rumah. Langsung ia berlari masuk ke dalam rumahnya yang gelap.

Menyalakan lampu, lalu mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah. Mencari-cari sosok yang ia pikirkan selama perjalanan tadi.

Saat merasa pencariannya sia-sia, Dina menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia juga mengarahkan pandangannya pada meja makan yang masih penuh dengan makanan tadi pagi.

"Azka, kamu marah?"

Meskipun begitu banyak kalimat yang ingin Azka sampaikan saat ini. Tapi, ia lebih memilih diam. Memperhatikan perempuan itu dari kejauhan. Menahan perih saat melihat airmata jatuh di pipi Dina.

Entah hukuman apa yang sedang Dewa Agung mainkan. Yang jelas, ini menyakitkan. Haruskah ia melanggar apa yang sudah menjadi larangan?

Hukuman ini sebenarnya untuk siapa? Dewa Angin yang selalu menjadi biang onar, atau anak manusia yang lahir dengan bantuan Iblis?

Karena, yang akan tersakiti bukanlah salah satunya. Melainkan dua-duanya.

Dan, pernikahan ini milik siapa akhirnya?

AzkadinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang