21

36 2 4
                                    

Karin POV

Aku hanya benar-benar tertidur sekitar 2 jam, pikiranku terlalu sibuk meratapi kejadian tadi malam Aku merasa ini adalah akhir dari hubunganku dengan pria itu, aku tak ingin lagi menyebut namanya, aku tidak ingin lagi bertemu dengannya. Aku juga harus memikirkan nasipku dengan bayi ini, aku tidak boleh terlalu larut, bayi ini butuh kekuatan dariku untuk bertahan hidup, rasanya ada sesuatu yang membuatku sedikit lega meskipun aku harus kehilangan pria itu, setidaknya aku harus bertahan hidup untuk bayi ini, Bayiku.

"Non!! Non!!!" suara bibi membuyarkan lamunanku, aku tersadar kalau hari sudah terang.

Bibi masuk dan setengah berlari mendekatiku

"Non!!" wajah bibi terlihat panik

"Kenapa Bi?" Aku segera bangkit, khawatir melihat wajah bibi yang begitu panik

"Tuan non"

"Ayah?" "Ayah kenapa bi?" raut wajahku berubah, entah kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang.

"Tadi ada telepon dari maskapai pesawat Tuan, non" bibi menelan ludah "Katanya pesawatnya jatuh" "Non disuruh ke rumah sakit ini sekarang" bibi menyerahkan kertas bertuliskan alamat rumah sakit.

Aku menatap kertas itu "Ayah"

"Bi, suruh Pak Tedi siapin mobil, aku siap-siap dulu" aku segera bergegas ke kamar mandi

"iya non" bibi langsung keluar kamarku

Sepanjang perjalanan aku diam, aku tak tau lagi harus berbuat apa, rasanya seperti baru saja di lempar dari atas menara, perasaanku sangat tidak karu-karuan, aku seperti ingin menghilang dari dunia ini sekarang, aku tidak siap menghadapi ini. Sesekali bibi memelukku pelan.

"Tenang Non, makan dulu sedikit" bibi memberikanku sebuah tempat makanan yang diisi roti bakar olehnya

Aku menggeleng, aku hanya ingin sampai ke rumah sakit secepat mungkin, aku ingin segera bertemu dengan ayah.

Ayah sedang menungguku bukan? dia akan menyambutku dengan senyumannya kan? dia akan baik-baik saja, i know it.

Hampir dua jam perjalanan kami sampai ke rumah sakit yang di maksud. Sesampainya di sana banyak sekali polisi berjaga-jaga, ada juga tenda besar yang merupakan tempat identifikasi korban pesawat, aku segera kesana dan menemui pria di dekat meja yang di buka khusus untuk keluarga penumpang.

"Pak, Ayah saya juga salah satu penumpang di pesawat ini"

"Identitasnya?" pria itu membuka isi sebuah map di depannya

"Abraham, Abraham William" Aku masih berusaha terlihat tenang. it's okay karin... it's okay

Laki-laki itu membuka kertas-kertas yang ada di dalam map tersebut, setelah beberapa saat, dia menyuruhku duduk di sebuah ruangan untuk menunggu, entah menunggu apa, aku tak mengerti lagi, aku hanya tak mampu untuk bertanya lebih lanjut, terlalu banyak orang disini, kebanyakan dari mereka ada yang menangis karu-karuan, ada yang bahkan sampai pingsan, aku menarik napas panjang.

Saat aku sedang duduk menunggu dengan bibi, seorang pria lain datang mendekatiku.

"Keluarga bapak Abraham?"

"iya saya anaknya" Aku langsung berdiri

"mari saya antar" dia mengisyaratkan untuk mengikutinya

Aku berjalan pelan dengan bibi sambil berpegangan tangan, jantungku berdetak sangat cepat, kami berjalan dalam diam, pria yang tadi juga tidak bicara apa-apa, sampai di sebuah ruangan, dia berhenti dan membukakan pintu

It's called 'Love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang