22 : Sarah Tersiksa!

153K 8.7K 512
                                    

"Sampai berapa lama kita akan tinggal di sini, Steve?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sampai berapa lama kita akan tinggal di sini, Steve?"

"Selamanya."

Sarah tidak pernah memimpikan kisah hidupnya akan semenyakitkan ini. Sarah hanya ingin hidup di bawah kasih sayang ayah dan ibu. Seperti seorang putri dalam negeri dongeng bahwa suatu hari nanti akan ada pangeran menjemput dan mencintainya sepenuh hati. Harapan kecil yang hingga saat ini belum dirasakan Sarah. Semua seolah-olah sirna karena Steve. Laki-laki itu berhasil mengurungnya.

Tanpa terasa genangan air mata mulai meninggi dan menganggu penglihatannya. Tiga hari lamanya, Sarah telah tinggal di mansion besar milik keluarga Steve. Matanya tidak pernah sedikit pun kering. Sarah yakin, matanya saat ini telah semakin besar dan bengkak.

Sarah merasakan tubuhnya gemetar dalam usaha menguatkan pertahanan hati yang mulai runtuh. Sarah merindukan ayah. Sarah ingin menghubunginya, tetapi Steve mengambil ponselnya.

"Apa yang kau lakukan, Pemalas?" Suara kasar itu menyadarkan lamunan Sarah yang masih duduk termenung di ruang pakaian yang berada di ruang bawah tanah.

Sarah menoleh dan melihat seorang gadis dengan gaun tidur seksinya berdiri di depan pintu dengan alis terangkat angkuh. Kedua tangannya terlipat di dada. Karin. Sarah tidak mengenal Karin, tetapi selama tiga hari Sarah tinggal di tempat ini, Sarah merasakan aura permusuhan gadis itu saat menatapnya.

"Apa kau sudah menyiapkan pakaian untukku? Sebentar lagi aku dan Steve akan berangkat ke sekolah bersama-sama," lanjutnya dengan suara mengejek.

Sarah meremas ujung rok, berusaha mengabaikan ucapan Karin yang sepertinya ingin memanas-manasi karena gadis itu tahu Sarah mulai saat ini tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan lagi.

Sarah berdiri dan mengambil pakaian Steve yang telah selesai dia setrika. Saat Sarah hendak pergi melewati Karin, Sarah terkejut karena gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya.

"Apa kau berusaha mengabaikanku?"
Sarah menggigit bibir, lalu memberanikan diri mengangkat dagunya lebih tinggi, "Kau memiliki dua tangan yang masih normal untuk menyiapkan pakaianmu sendiri, Karin."

Sarah tidak percaya suara yang keluar mulutnya terdengar tegas. Wajah Karin berubah padam. Dia maju dan berusaha menarik rambut Sarah. Pertengkaran terjadi hingga suara rintih kesakitan lolos dari mulut Sarah. Karin mencakar Sarah secara brutal hingga garis kuku membekas di lengannya yang putih. Darah keluar dari kulitnya yang terluka.

"Ah, hentikan, Karin!"

"Apa yang terjadi?!" Rossie datang dengan suara menggelegar. Dia menatap Sarah dan Karin bergantian.

Karin berlari ke arah Rossie dan menatap wanita tua itu dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Nenek, Sarah menjambak rambutku," ucap Karin merajuk.

"Tidak, aku tidak melakukan itu. Karin bohong, Nek." Sarah menggeleng, takut jika Rossie lebih memercayai Karin. Padahal Karin yang menjambak rambutnya. Semua terbukti karena penampilan Sarah jauh lebih nelangsa daripada Karin.

"Lihat, Nek, lenganku terluka." Karin mengangkat lengan dan menunjukkan luka kecil tak seberapa kepada Rossie.
Wajah Rossie mulai mengeras, menatap Sarah dengan tatapan jijik, "Buah memang tidak pernah bisa jauh dari pohonnya. Kau memang mirip dengan ibumu yang jalang!"

Mata Sarah melebar, "Tidak. Ibu tidak seperti itu!"

Rossie berjalan mendekati Sarah lalu dicengkeramnya rahang Sarah dan menariknya kuat hingga air mata gadis itu mengalir keluar tak tertahankan, "Akan kubuat anak dari seorang pembunuh menangis darah di depan wajahku!" Rossie tersenyum kejam dan mendorong tubuh Sarah hingga Sarah terjatuh ke lantai. "Kau akan mendapatkan hukuman dariku karena kau sudah berani melukai Karin," ucap Rossie seraya berjalan mendekati pintu.

Karin tersenyum penuh kemenangan, lalu diraihnya pakaian Steve yang tergeletak lemah di lantai. Setelah itu Karin keluar mengikuti Rossie hingga suara klik di pintu menyadarkan Sarah. Sarah bangkit dan berlari menuju pintu. Sarah memutar kenopnya berkali-kali, tetapi tidak membuahkan hasil. Pintunya terkunci.

"Nenek! Tolong jangan lakukan ini. Aku mohon!" Sarah menangis kencang seraya menggedor pintu kuat-kuat, mengabaikan rasa sakit di tangan. Namun tidak ada balasan yang didapat Sarah. "Tolong buka pintunya! Hiks!" Gedorannya makin lemah dan Sarah akhirnya terduduk di lantai menghadap pintu. "Tolong." Tangisan Sarah pecah dan makin keras hingga tergugu. Tubuhnya menggigil kedinginan.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Di mana Sarah?" Steve bertanya saat Karin memberikan pakaian kepadanya.

"Kau seharusnya berterima kasih kepadaku, Steve. Aku sudah menyiapkan pakaian ini untukmu," sahut Karin tidak suka karena kata-kata yang pertama kali keluar dari mulut Steve adalah Sarah.

Steve memutar tubuh dan memunggungi Karin. Steve menanggalkan kaus hingga tato di punggungnya menarik mata Karin yang terkagum. Steve yang masih merasakan keberadaan Karin di kamar tidurnya kembali memutar tubuh menghadap, "Kau boleh keluar."

Karin menautkan alis, tersinggung, "A-apa? Steve, aku bahkan ...."

"Aku bilang kau boleh keluar, Karin. Jangan biarkan aku mengucapkannya kedua kalinya kepadamu." Steve menatap Karin tajam. Matanya begitu menusuk dan sesaat Karin merasakan aura menakutkan dan membunuh keluar dari mata lelaki itu. Karin mengepalkan kedua tangan dengan kening terlipat kesal. Karin akhirnya keluar dengan langkah berat.

Karin tidak percaya Steve telah mengusirnya lagi. Saat Karin berjalan menuju kamar, dia tiba-tiba teringat percakapannya dengan si tua Rossie.

"Jangan biarkan Steve tahu kalau Nenek mengunci Sarah di ruang bawah tanah."

"Memangnya kenapa, Nek?"

"Kau tidak perlu bertanya. Cukup lakukan apa yang Nenek minta kepadamu."

Sebenarnya apa yang nenek tua itu rencanakan? Bukankah nenek dan Steve memang bekerja sama membuat hidup Sarah menderita? Akan tetapi kenapa Steve tidak boleh mengetahuinya? Apa jangan-jangan ... Steve telah memiliki rasa terhadap Sarah?

***

"Tolong." Sarah menangis sambil memeluk kedua lutut. Ruangan ini hampir seperti gudang. Cahaya lampu redup lemah membuat pencahayaannya berkurang. "Aku ingin pulang." Sarah makin menarik kedua kakinya ke dada dan memeluk erat. "Aku lapar." Sejak semalam perutnya kosong tanpa asupan makanan.

Sarah tidak bisa berhenti menangis. Sarah tiba-tiba teringat Steve. Sarah seharusnya memakan makanan yang tadi malam telah disiapkan oleh Steve untuknya dan tidak membuat laki-laki itu marah. Namun karena pertengkaran kecil dan keinginan Sarah menelepon Ayah, Steve tiba-tiba berubah marah. Steve mengambil ponsel dan mengambil segala fasilitas komunikasinya.

"Steve, kembalikan!"

"Mulai sekarang belajarlah tinggal di sini. Tidak ada ayah atau ibumu di sini! Hanya ada aku!"

Setelah itu Steve melempar nampan yang berisikan piring dan gelas makannya. Sejak itu Sarah lebih memilih diam dan menangis hingga malam. Sementara Steve dengan mudahnya mengabaikan tangisan dan tidur tanpa rasa bersalah.

Tears of Sarah [21+] / Repost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang