Dibawah tribun yang teduh ia langkahkan kaki dengan lesu, air dalam botol minumannya bergerak seiring dengan gerakan tubuhnya. Ia menghembuskan napas kasar setelah ia duduk di salah satu kursi, malas sekali untuk sekedar menonton pertandingan sepakbola antar sekolah jika tidak diwajibkan dari pihak sekolah dengan ancaman nilai praktik mata pelajaran olahraga.
Rasa dingin menyengat seketika saat sebuah kaleng minuman bersoda menempel di pipi, ia menoleh dan mendapati Doyoung dengan wajah usil yang duduk disampingnya. Ia tambah mendengus kesal.
"Aku sedang tidak ingin bercanda." ucap Sejeong sarkastik.
"Siapa juga yang mau bercanda denganmu. Aku hanya mau pamer, tadi seorang gadis memberiku minuman ini secara cuma-cuma."
Terdengar tutup kaleng membuka dengan desisan udara, Sejeong melirik kaleng tersebut dan Doyoung dengan sombongnya meneguknya pelan-pelan berniat menggoda gadis itu. Dengan wajah memelas, Sejeong memandangi kaleng itu terus menerus. Cuaca hari ini sangat panas, melihat orang berlarian juga menambah panas, apalagi hatinya juga sedang terbakar, sepertinya air mineral tidak cukup untuk memadamkannya.
"Hoah segar sekali!" seru Doyoung.
Sejeong yang terciduk memandangi kaleng itu pun membenarkan posisi tubuhnya kembali seraya memutar bola matanya malas. Ia membuang wajahnya ke arah mana pun selagi tidak ke arah lelaki bermarga Kim itu.
"Sejeong-ah, kau mau?"
"Tidak, itu bekasmu."
"Kalau begitu kau bisa membelinya saja di kantin."
"Tidak, itu jauh."
"Hey gadis! Kantin hanya terletak disamping lapangan ini pemalas!"
"Kakiku sedang tidak ingin bergerak terlalu sering."
Doyoung berdesis dan beranjak pergi, dia kalah berdebat dengan Sejeong. Wah, dengan bakat ini sepertinya Sejeong pantas untuk menjadi politisi yang sering berdebat di acara-acara televisi. Sayang ia sama sekali tidak mau berhubungan dengan dunia politik karena itu busuk baginya.
Sejeong kembali melempar pandangannya ke lapangan, pertandingan sementara ini dimenangkan oleh tim sepakbola sekolahnya, skor tidak berselisih jauh dan menjadikan pertandingan memanas.
Tak lama kemudian sebuah kaleng jatuh diatas pangkuannya, ia terkejut dan spontan menangkapnya dengan susah payah. Pelaku pelemparan kaleng itu adalah Ten, teman dekat Doyoung satu-satunya di sekolah ini.
"Apa kau yang melemparnya?" tanya Sejeong hati-hati.
Ten mengangguk, "Doyoung yang menyuruhku untuk melemparmya padamu."
"Dan kau benar-benar melemparnya padaku? Maksudku MELEMPAR?" nada bicara Sejeong meninggi. Bagi Sejeong, memberikan barang dengan cara melempar itu tidak sopan dan ia membenci itu.
"Kenapa?"
"Itu tidak sopan Tuan Chittapon Lee... Leechan... Lee-"
"Leechaiyapornkul." tukas Ten berniat melanjutkan namanya sendiri.
"Itu dia."
"Maaf jika bagimu itu tidak sopan, aku hanya mengikuti perintah Doyoung saja, sekali lagi aku meminta maaf Sejeong-ah." Ten menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya di depan wajah.
"Jangan ulangi perbuatanmu lagi, aish kau memperburuk mood ku."
Ten merasa bersalah mendengarnya, ia sangat tidak suka jika merasa bersalah. Jika ia berpikir ulang sebelum melempar kaleng tadi, pasti tidak akan berakibat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Dumb Fairy [Kim Doyoung]
FanfictionWhatever people said For me, you're a fairy. Little fairy with a tiny brain. -Kim Doyoung