(Cek mulmed ya~ play videonya kalo mau sih haha)
Disini ia berjongkok dengan aroma maskulin Doyoung yang mulai menyelimuti tubuhnya. Ia mengerang seiring dengan beban berat yang mulai merambah diatas tubuhnya.
"YAK! KIM DOYOUNG! KAU ITU KURUS TAPI KENAPA BERAT SEKALI!!!"
"Kau kan kalah, sudahlah terima saja." ujarnya santai, "Halte tidak jauh dari sini kok."ia menyeringai.
"Tapi kau... AH JINJJA! Turun!" Sejeong meluruskan punggungnya sehingga Doyoung hampir saja terjatuh bebas ke tanah. Gadis tu mengambil napas secara rakus karena hampir saja ia mati kelelahan karena menggendong Doyoung.
Itu lah akibat yang ia terima saat perjanjiannya dengan Doyoung saat di ruang tamu.
'Sesuatu yang berharga' yang Sejeong miliki adalah tenaga. Sehingga Doyoung menyuruh Sejeong untuk menggendongnya dari rumah sampai ke halte bus. Awalnya Doyoung ragu terhadap pilihannya itu, tapi tak disangka bahwa Sejeong benar-benar mampu menggendongnya. Meski tidak sampai halte, hanya melewati 5 rumah saja. Tapi bukan kah itu cukup jauh untuk ukuran seorang gadis yang menggendong laki-laki?
Bahkan belum tentu Doyoung sendiri mampu menggendong Sejeong sejauh gadis itu menggendongnya.
"Kau curang." gerutu Doyoung.
"Lagi pula kenapa Kim Saem memarahiku? Biasanya dia jinak."
"Andai hyung tau kau mengatakan ia jinak. Seperti hewan saja." ujar Doyoung sambil memandangi langit sore yang mulai menunjukkan semburat warna jingganya. Hingga tidak sadar mereka sudah tiba di halte, tak lama kemudian bus biru datang menjemput Sejeong.
"Sampai jumpa besok Doyoung-ah!" seru gadis itu lewat jendela sambil melambaikan tangannya pada Doyoung.
"Wah wah wah kalian makin dekat saja."
Sejeong segera menolehkan kepalanya ke belakang dimana pemilik suara itu berada.
Ten?
"Kau lagi." ujar Sejeong sebal.
"Memang kenapa? Kau senang ya pulang bersama ku? Mengapa kita selalu satu bus ya?" goda Ten.
Sejeong hendak berdiri dan berencana turun di halte depan sana, Ten menahan pergelangan tangannya dan menariknya kembali hingga gadis itu duduk.
"Aku hanya bercanda, Jeong-ah."
"Menjijikan, jangan panggil aku dengan sebutan seperti itu."
"Aigoo aigoo dia marah." kini Ten menepuk-nepeuk puncak kepala Sejeong seakan-akan ia menjadi kakek-kakek yang sedang membujuk cucunya yang marah.
Dengan kecerewetan Ten, akhirnya mereka terus mengobrol sepanjang jalan. Jangan tanya siapa yang mendominasi percakapan diantara mereka berdua, tentu saja Ten. Lelaki itu terus bertanya, bertanya, bertanya dan terus bertanya pada Sejeong.
Hingga mereka tidak sadar, ada seseorang yang mengawasi mereka berdua.
✨✨✨
Cicitan burung gereja mengiringi langkah riangnya yang baru saja melewati gerbang depan sekolah, senyuman mengembang pada wajahnya di 'hari pertama' nya di sekolah setelah seminggu lamanya ia absen.
Ia menepuk pelan punggung pria berseragam kuning lemon dengan label lambang sekolahnya dan tulisan 'cleaning service' bagian punggungnya. Pria yang sudah tidak asing lagi bagi Sejeong tersenyum sumringah saat melihatnya kembali. Tidak usah heran mengapa mereka mengenal Sejeong cukup akrab, itu karena sangkin seringnya gadis itu menerima hukuman untuk membersihkan sekolahan. Jadi, ya seperti ini lah keadaannya.
Masih belum ramai siswa siswi yang datang, ia merasa bebas untuk berjalan dengan cara yang sedikit tidak normal. Ia berjalan dengan melompat-lompat seperti anak kecil.
What is walking normal on the ground in this great mood and the freaking nice weather in the morning?
Bahkan ia mengabaikan orang lain yang menatapnya takjub dan saling berbisik bahkan menunjuk-nunjuk ke arahnya.
'Mereka rindu padaku ya? Atau aku mendadak tenar setelah absen seminggu?' pikir Sejeong.
Ia terlonjak ketika sebuah tangan melingkar di pinggangnya sambil mengikatkan lengan jaket disana. Siapa?
Ia melihat cincin hitam di jari telunjuk lelaki itu, ia bahkan tidak pernah melihat cincin itu sebelumnya.
Doyoung?
Tidak, lelaki itu tidak menggunakan satu pun perhiasan di tubuhnya.
"Apa kau sedang dalam periodemu?" bisik lelaki itu di telinga kanannya.
"Hah?" Sejeong menoleh cepat hingga wajah mereka kini hanya berjarak satu jengkal saja, ia menahan napas ketika wajah Ten berada tepat dihadapannya saat ini.
"Cepat bersihkan! Sebelum banyak orang yang tahu! Bawa dulu jaketnya." lanjut Ten setelah menjauhkan wajahnya.
Sejeong panik hingga ia bingung harus berkata apa saat ini, ia hanya bisa melihat Ten yang berjalan mendahuluinya sambil melambaikan tangan padanya.
"Duluan ya!"
Memang sekarang bukan waktunya untuk ini, tapi yang Sejeong rasakan adalah sesuatu yang salah. Tidak seharusnya ia merasakan hal ini, tidak seharusnya jantungnya merasakan getaran listrik aneh, tidak seharusnya ia mulai menaruh hati pada Ten.
Dia milik orang lain. Jangan berbuat gegabah Sejeong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Dumb Fairy [Kim Doyoung]
FanfictionWhatever people said For me, you're a fairy. Little fairy with a tiny brain. -Kim Doyoung