Q U E E N

1.3K 128 7
                                    

"Maaf, Ten. Bodohnya, aku mencintaimu."

✨✨✨

Kalian tahu apa yang terjadi setelah Sejeong menyatakan perasaannya pada Ten kemarin?

Semuanya menjadi berubah, atmosfer diantaranya ikut berubah, interaksi diantara mereka berdua pun berubah. Ketika Sejeong secara tidak sengaja berpapasan dengan Ten, maka ia akan menundukkan wajahnya dan berjalan lebih cepat untuk menghindari tatapan Ten. Sesungguhnya ia tidak mau ada situasi semacam ini, ini adalah situasi yang sangat Sejeong hindari, tapi malah ia sendiri yang menarik diri ke dalamnya.

Seorang pria paruh baya yang mengenakan jas putih ciri khas dari profesinya, berjalan mendekat kearah kedua remaja yang tengah berbincang. Lantas ia meminta ijin pada Sejeong karena ia membutuhkan waktu berbicara empat mata dengan Ten.

Dokter penanggung jawab pasien Song Seulrin yang merupakan ayah dari Ten. Seorang dokter orthopedi  ternama di Rumah Sakit tempat dimana Bibi Song dirawat. Dokter Leechaiyapornkul atau lebih dikenal dengan Dokter Lee.

Ia mengatakan pada Ten bahwa Sejeong hanya perlu membayar biaya obat Bibi Song saja, karena segala biaya dari tindakan operasi hingga kamar rawat inap VVIP tersebut sudah dibayar lunas olehnya—Dokter Lee.

Sebelumnya Ten pernah menceritakan tentang Bibi Song dan Panti Asuhan Haneul pada ayahnya, sehingga saat ini ayahnya tergerakkan hatinya untuk menolong Bibi Song, wanita dengan hati mulia.

"Yak!"

"Astaga! Doyoung kau mengagetkanku!" seru Sejeong sambil memukul-mukul lengan Doyoung.

"Lagi pula mengapa pagi-pagi seperti ini kau sudah melamun? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan? Memang seorang Kim Sejeong bisa berpikir?"

Alih-alih meladeni sindiran pedas Doyoung, Sejeong dengan suara datarnya berkata "Bibi Song masuk rumah sakit."

"Benarkah? Kenapa? Kapan? Bagaimana bisa ia masuk rumah sakit?"

"Nanti akan ku ceritakan, tapi aku sedang bingung." Sejeong menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba mengatur kembali susunan sel otaknya agar bisa berpikir lebih rasional, meskipun pada dasarnya hal itu tidak akan pernah membuat kerasionalan pemikiran Sejeong kembali diperbaiki.

"Bukannya kau selalu bingung dengan suatu keadaan?" ujar Doyoung santai sembari menarik kursi dan mendaratkan pantat diatasnya.

Sejeong mendengus sebal sehingga membuat poni tipisnya tertiup keatas dan membuatnya sedikit acak-acakan, meskipun jatuhnya tetap memiliki nilai estetika.

"Tidak perlu di pikirkan. Aku hanya menyesal, telah melakukan kesalahan."

Doyoung memiringkan kepalanya sambil seolah berpikir keras lalu ia berdecak.

"Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, jangan bawa hal tersebut sampai berlarut-larut dan menganggap bahwa kau adalah manusia terbodoh yang pernah ada, setiap orang melakukan kesalahan. Jadilah seperti seorang ratu, dia tidak pernah mengatakan betapa buruknya ia dan setiap orang akan memandangnya dengan agung. Jadi jangan sampai kau merasa menyesal tentang apa yang telah kau lakukan."

Sejeong mengalihkan pandangannya dari meja guru ke manik indah Doyoung, ia menatapnya lekat-lekat mencoba menggali sesuatu yang ia cari. Doyoung, selain pintar ia ternyata juga memiliki sisi bijaksana nya. Mengenal Doyoung rupanya tidak sesulit yang Sejeong pikirkan, ia tidak perlu menjadikan dirinya dengan level yang sama dengannya dan tidak perlu menjadi orang lain dihadapannya. Semakin hari mereka semakin saling memahami fakta-fakta dari diri mereka masing-masing.

"Kim Doyoung, aku penasaran denganmu. The most damaged people are the wisest. Apa kau salah satu dari mereka?"

"Tidak, aku baik-baik saja. Aku bukan orang yang bermasalah, hidupku lurus saja seperti orang-orang pada umumnya. Jangan pukul rata orang-orang hanya dengan melihat quotes seperti itu Sejeong-ah."

"Sungguh?"

"Ya." jawab Doyoung mantap, "Lagi pula mengapa kau penasaran denganku? Padahal seharusnya kita lebih penasaran dengan hasil ujian akhir kita. Ayo kita lihat!" ia bangkit dan meraih tangan Sejeong untuk menyeretnya keluar sebelum antrian semakin sesak.

Oh ya sekolah, bahkan Sejeong sampai lupa bahwa hari ini hasil dari ujian akhir akan keluar. Sebentar lagi ia akan lulus, ia harus bersiap untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi. Ia tidak boleh berlarut-larut seperti ini, ia tidak boleh terus-terusan memikirkan soal cinta dan segala antek-anteknya.

Ini bukan waktu yang tepat.

✨✨✨

Langkah kakinya begitu ringan membelah koridor rumah sakit yang cukup sepi dan menenangkan, aroma harum menelusup indera penciumannya ketika seorang cleaning service baru saja menyemprot pewangi lantai disampingnya. Sejeong mengucapkan kata maaf saat terlanjur melintasinya, dan dibalas dengan jawaban ramah khas seorang cleaning service.

Ia mengetuk pintu kamar dimana Bibi Song berada, lalu ia masuk begitu mendengar suara Bibi dari dalam. Ia cukup terkejut saat mengetahui bahwa ada tamu yang datang menjenguk Bibi Song, ia belum pernah melihat tamu ini sebelumnya. Yah mungkin saja ia teman Bibi Song yang membawa anaknya.

"Ah ini gadis yang saya maksud," ujar Bibi Song pada pria paruh baya berkacamata itu, ia melihat Sejeong yang kini berdiri di sisi ranjang Bibi Song, "Sejeong-ah, kenalkan dulu. Ini Tuan Haneda, dia salah satu relasi panti asuhan kita, dan ini Ryu, rekan Tuan Haneda."

Mereka bertiga pun saling berjabatangan dan memperkenalkan diri masing-masing. Makoto Haneda, pria berambut semi beruban dan berkacamata, tubuhnya tidak kurus dan tidak gempal, sedang-sedang saja. Ia direktur utama Haneda University. Dan yang Bibi sebut 'rekan Tuan Haneda', Ryosuke Ryu,  yang ternyata salah satu mahasiswa penerima beasiswa di Haneda University. Oh ya, beasiswa yang dimaksud adalah beasiswa yang diberikan pada mereka yang menjadi relawan di suatu negara yang membutuhkan bantuan pendidik. Seperti Ryu ini, ia sebelumnya menjadi tenaga pendidik di perbatasan Ukraina, lalu ia memperoleh beasiswa di salah satu program studi di Haneda University.

Menggiurkan.

Dan disini, Sejeong ditawari oleh Tuan Makoto Haneda untuk ikut menjadi salah satu relawan tenaga pendidik di daerah perbatasan Taipei, Vietnam atau Indonesia. Sejeong harus memilih, sebenarnya tiap negara itu tidak ada masalahnya. Hanya saja, ia masih bingung.
Kalian pasti tahu, Sejeong 'kan memang gadis yang mudah bingung.

"Bagaimana jika Indonesia saja? Kau bisa bersama Ryu, tahun ini ia memilih Indonesia. Kebetulan untuk tenaga pendidik perempuan di Indonesia belum ada." jelas Tuan Haneda.

"Oh baiklah. Aku pilih Indonesia saja kalau begitu." jawab Sejeong sedikit ragu, "Tapi Tuan, mulai kapan kami berangkat kesana? Aku harus menyiapkan segala keperluannya."

Tuan Haneda tersenyum, begitu pula dengan Ryu, sebenarnya Ryu tidak paham apa yang mereka bicarakan, ia sama sekali tidak tahu Bahasa Korea.

"Tiga minggu lagi, jadi kau masih memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan semua itu."

Tiga minggu?

✨✨✨
Yehey long time no see you guys!

Ntah lah ini bakalan jadi Sorry ke berapa yang telah aku ucapin ke kalian 😢 because, baru sempet lanjutin ff ini hehe

Oh ya, wanna be ma friend?
Follow"an ig yuk di @estufitrias

Ya meskipun ig ku hanya berisi gambar -gambar antah berantah, setidaknya bermakna dikit lol.

BIG THANKS TO Y'ALL

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Little Dumb Fairy [Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang