🌺🌺🌺
Resah
Ketika hati meronta namun lisan memilih diam
Ketika mata ingin menerawang namun kaki enggan bergerak
Ketika telinga mendengar semuanya namun pikiran menolak untuk menelisik lebih dalam🌺🌺🌺
Hafis POV
Aku datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Yah, daripada ditegur terus sama ibu gara-gara botol air minumnya ketinggalan di gudang masjid. Lupa itu manusiawi. Setelah meletakkan tas punggung milikku di kelas, aku berjalan menuju masjid, bukan untuk mengambil botolku yang tertinggal, kalau masalah itu bisa nanti siang, aku ingin shalat dhuha, karena kalau pagi-pagi begini pasti masih sangat sepi, toh bel masuk juga masih lama, sekitar tiga puluh lima menit lagi.
Aku telah berada di masjid. Usai wudhu, aku pergi ke gudang untuk memastikan keberadaan botol minumku. Kalau hilang, ibu pasti sangat kecewa. Ku masukkan kunci yang kubawa ke lubang kunci pintu yang kini berada di hadapanku. Pintu terbuka, dan aku masuk karena tak melihat botol minumku, lalu kuputuskan untuk mencarinya terlebih dahulu.
Ku dengar pintu ruangan penyimpanan barang milik rohis bergeser terbuka. Tak berapa lama aku menemukan botol minumku, lalu ku letakkan di tempat yang mudah terlihat di dalam gudang. Saat ingin keluar, sayup-sayup ku dengar dua orang yang sedang berbicara.
"Awas, tih. Aku mau keluar." ucap salah seorang dari mereka.
"Kenapa menghindari aku?" tanya seorang lagi.
Aku merapatkan diriku ke badan pintu agar dapat mendengar lebih jelas.
"Aku sama sekali nggak menghindar kok." jawab seorang wanita dengan nada sedikit protes.
"Terus?" tanya seorang pria yang menurutku lebih mirip dengan meng-introgasi.
"Jaga jarak." jawab perempuan itu singkat.
"Kenapa?"
"Emang seharusnya gitu kan." sanggah sang wanita.
"Okey. Aku nggak suka kamu jaga jarak sama aku. Gimana kalo aku khitbah kamu?" ucapnya sang pria terdengar serius.
Aku terus menyimak pembicaraan mereka berdua dengan cara yang tidak baik ini, alias menguping.
"Assalamualaikum Azzaka Fatih Al-Huda, Azalea Shafira mau lewat. Anak sibuk lagi banyak urusan. Terus, berkhalwat itu nggak boleh, kita berdua bukan muhrim. Jadi, tolong minggir." ucap perempuan itu tegas.
'Azalea mau dikhitbah Fatih? Beneran yang tadi itu Azalea?' batin ku. Aku keluar gudang dan dari sudut mataku, kulihat Azalea sedang mengenakan sepatu. 'Astaghfirullah, Ya Allah' dzikirku berulang dalam hati. Lalu dengan hati yang masih pedih karena tertikam belati cemburu, aku melaksanakan shalat Dhuha sebanyak empat rakaat.
Setahuku shalat dhuha dapat membukakan pintu rezeki. Usai shalat aku membaca doa sesudah shalat dhuha, lalu aku mulai memohon kepadaNya 'Ya Rabb, aku berharap kau memberiku karunia di dunia ini dengan perhiasan terindah, yaitu wanita sholihah. Entah kapan saat itu tiba, tapi bolehkah aku berharap kalau yang ditakdirkan untukku adalah Azalea?' pintaku dalam hati.
Usai shalat aku kembali ke kelas dengan kepala tertunduk. Hingga tak sengaja aku bertabrakan dengan seseorang yang berlari ke arah yang berlawanan dengan tujuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana Cinta
Novela Juvenil[SOLUSI UNTUK REMAJA YANG SEDANG DILANDA ASMARA] Aku malu pernah berdoa kepadaNya untuk menjadikanmu pelengkap separuh agamaku. Aku malu. Perasaan yang ku anggap sebagai cinta ternyata hanyalah Fatamorgana. Semu, bahkan terlalu fana untuk menjadi...