Bagian 6: HASNA PUTRI ALFIAN

536 50 2
                                    

Gadis itu bernama Hasna Putri Alfian. Dalam bahasa Arab, Hasna artinya cantik. Ayah dan bundanya selalu memanggilnya "Putri Cantik". Bahkan sang ayah menyukai Beautiful Girl Jose Marie Chan karena lagu tersebut dianggap menggambarkan kecantikan putrinya. Demikianlah, Hasna pun tumbuh menjadi seorang gadis penuh percaya diri dan bangga akan kemampuannya. Dia tidak pernah diajarkan untuk menggubris kekurangan. Dia hanya diingatkan untuk menggali kelebihan yang dipunya.

Akan tetapi, semenjak menginjakkan kaki di SMA 88, rasa dan keyakinan itu berubah. Tania Saraswati, adalah orang pertama yang membawa pengaruh buruk dalam kehidupan Hasna. Selama ini, Hasna tidak pernah peduli mengenai penampilan fisik dan menganggap hal tersebut bukanlah bagian paling penting dalam hidup yang perlu diperdebatkan. Akan tetapi, Tania mengajarkan hal yang berbeda. Bagi Tania dan geng, cantik itu berarti murni penampilan fisik. Orang yang tidak mampu menyuguhkan penampilan fisik menarik, pantas untuk diolok-olok bahkan dimusuhi banyak orang.

Perkenalan awal antara Hasna dan Tania berawal dari antrian panjang mendaftar ulang sebagai siswa baru di SMA 88.

Tania, gadis berambut panjang dengan kulit kuning langsat berdiri beberapa meter di luar antrian yang sedang diikuti Hasna. Bibirnya mungil dan tipis, sangat cocok dipoles lipgloss pink membuat wajahnya terlihat lebih segar dan menarik. Sayangnya, dari bibir itu selalu terselip senyum sinis. Tania bersama tiga gadis lain yang tampak berlaku semacam kaki tangan, karena ketika dia menjentikkan jari, salah satu dari mereka akan bergerak cepat mendekati Tania kemudian sedemikian hikmat mendengar celoteh bibir tipisnya.

Gadis yang menghadap Tania tadi mendekati Hasna. Gadis itu berpostur tegap besar tinggi. Dadanya membusung mendesak posisi Hasna dalam barisan. Tubuh gadis itu dua kali lipat dari tubuh Hasna. "Woi, Pesek! Anak SMP mana?"

Hasna terpaksa agak mundur dari tempat berdirinya semula.

Gadis tersebut menatap Hasna dengan sinis. Dia seenaknya merampas map yang dibawa Hasna dan membuka isinya. "Ooh, ternyata anak SMP Seberang," baca gadis tambun mencibir.

"Kok bisa sih masuk ke sini?" tanya Tania memandang Hasna dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Hasna tidak menjawab.

"Wiiih, nilainya boleh juga, Tan," sahut si tambun masih membaca isi map Hasna.

"Hei, jangan dipikir ya kalo elo juara di Seberang maka lo juga bisa juara di SMA 88. Di sini orang pinter banyak ya, bukan elo doang," jelas Tania sinis.

Batanghari, sebutan orang lokal untuk sungai terpanjang se-Sumatra yang dimiliki orang Jambi. Tidak hanya kabupaten yang dilalui sungai tersebut, ibukota provinsi pun dibelah, sehingga wilayah kota yang posisinya di seberang pusat kota Jambi sering disebut dengan Seberang.

Hasna satu-satunya anak dari SMP kawasan seberang Kota Jambi yang berhasil terjaring di SMA 88. Mayoritas orang lokal menganggap kualitas SMP di seberang kota tidaklah sebagus SMP di pusat kota.

"Hei, orang kubu!" kembali Tania menghardik.

Hasna merasa bingung dengan sikap semacam Tania, yang nyaris tidak pernah dia temui ketika sekolah di Seberang. "Maaf, awak ngomong sama sayo?"

"Lah, iya lah. Masak sama engkong elo?"

Hasna mengerutkan kening kebingungan, "Maaf nian, awak nih betul-betul hendak bertanya sama sayo?" Hasna menegaskan kembali pertanyaannya.

"Ya, iya, Tulalit! Emosi juga ya ngomong sama elo!"

Tiba-tiba gadis berbadan besar di depan Hasna tadi langsung menghempaskan map yang dipegangnya ke dada Hasna. "Kamu itu ditanyain sama Tania Saraswati!" gertaknya.

"Tania Saraswati?" Hasna mengerutkan kening.

"Elo itu udah jelek, tulalit, kuper lagi!" tambah Tania.

Hasna memilih diam dan menghela napas.

"Tania itu orang terkenal di kota ini. Apalagi di sekolah ini!" jelas si gadis tambun.

Hasna membulatkan bibirnya.

"Nama lo siapa?" Tania kembali bersuara.

Hasna kembali menunjuk dirinya.

"Iya, elo! Siapa lagi?"

"Kalau orangnya saja terkesan tidak penting apalagi namanya. Apalah arti sebuah nama, kan?" sahut Hasna santai, tetapi berhasil memancing emosi Tania.

"Ampun! Anak siapa sih lo? Nyebelin banget, ya!" seru Tania dengan rahang mengeras dan mata melotot.

"Tahu William Shakespeare? Dia bukan bapakku. Dia penulis Sonnet 130, Hamlet, Romeo and Juliet. Dia orang yang ngomong begitu, apalah arti sebuah nama, yang terpenting adalah apresiasi terhadap orangnya, karyanya." lanjut Hasna tanpa peduli dengan ekspresi Tania.

"Apa sih?"

"Ya, mungkin perbandingan yang terlalu jauh ya. Saya maklumi, kalian kan anak kota sukanya nonton sinetron. Cuma kami para orang pinggiran yang suka nonton opera sama teater.Ups, maksud lebih tepatnya, cuma orang berkelas yang biasa nonton opera dan teater. Wajar kalau kalian tidak paham perumpamaan begitu," tambah Hasna tersenyum.

"Hei, kamu itu ditanyain namanya siapa, kok malah ngelantur!" sahut gadis berbadan besar lagi. "Dan, satu hal lagi yang perlu kamu tahu sebagai aturan tak tertulis di sekolah ini. Orang cantik dilarang satu kelas sama orang jelek yang aneh, kubu, sok pintar, dan songong seperti kamu! Makanya kami butuh nama. Biar kami bisa langsung mencoret nama kamu dari daftar kelas kami!"

Hasna kembali menghela napas berusaha mengendalikan emosi. "Sebenarnya di dalam map tadi sudah tertera, tetapi ya sudahlah. Nama saya Hasna Putri Alfian dan saya tidak keberatan kalau kalian semua tidak ingin satu kelas dengan saya."

Gadis berbadan besar tadi tertawa. "Syukurlah ternyata kamu sadar diri kalau kamu tidak pantas satu kelas dengan anak kepala SMA 88. Kamu harus tahu ya, Tania Saraswati itu anak tunggal kepala SMA 88. Jadi, jangan macam-macam kalau tidak mau dikeluarkan dari sekolah favorit ini!"

Hasna hanya tersenyum tipis.

Gadis tambun yang merampas map Hasna tadi mendorong tubuh mungil Hasna hingga terhuyung ke belakang. Tania dan rombongan serentak tertawa.

Tania mengibas rambut sebelum memberi kode pada teman-temannya untuk beranjak dari hadapan Hasna. "Udah. Enggak penting banget lama-lama ngobrol sama orang kubu. Enggak level!" sahut si gadis tambun melirik Hasna.

"Jadi, dia nggak akan satu kelas sama kita kan, Tan?" tanya salah satu teman Tania yang lain.

"Kalian nggak usah takut, gue bakal kasih tahu mama. Hasna Putri Alfian harus berada sejauh mungkin dari kelas kita."

Mereka kembali tertawa.

Hasna memandang kepergian mereka dengan tatapan masygul.

Balakosa [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang