Pukul 03.15 WIB. Dini hari. Di kediaman Dewa Balakosa.
Waktu kembali berhenti. Dua sosok mengambang di atas dipan tak berkasur dengan posisi bersila, saling berhadapan satu sama lain. Manusia mengambang di udara tersebut merupakan Dewa Balakosa dan sosok metafisik yang bersila di hadapannya adalah Pendamping. Di antara keduanya, kristal biru menjadi poros dan memancarkan kemilau berpendar. Kristal biru mentransfer energi suara ke tubuh Pendamping. Seketika suara Pendamping berubah sesuai dengan suara pengirim pesan. Mulut Pendamping bergerak dan mengeluarkan kata-kata secara otomatis sesuai pesan yang tersimpan di dalam kristal biru. Wajah feminim Pendamping menjadi tampak kontras dengan suara wibawa nan berat khas laki-laki yang mengalir dari pita suaranya.
Beberapa saat kemudian, mulut Pendamping berhenti berkomat-kamit dan cahaya kebiruan dari kristal meredup. Pendamping membuka matanya. Seketika, kristal biru menghitam. Kekuatan magis pun sirna. Benda itu terjatuh begitu saja mengikuti hukum gravitasi. Perlahan-lahan, tubuh Dewa Balakosa dan Pendamping turun, berjejak di atas dipan tak berkasur.
"Suara tadi adalah suara Paduka Dewa Astula, Ayahanda Dewa Balakosa," terang Pendamping.
Dewa Balakosa mendengarkan dengan saksama.
"Pesan ini hanya berlaku satu arah, Dewa. Kita tidak bisa memberikan balasan."
Dewa Balakosa mengangguk.
"Jadi, tugas utama kita sekarang adalah segera mencari Penjemput," tambah Pendamping lagi.
Dewa Balakosa diam cukup lama.
"Bagaimana, Wa?" tanya Pendamping penasaran.
Dewa Balakosa menggeleng.
"Kenapa menggeleng?"
"Meniti pelangi itu sebenarnya kekuatan macam apo sih?"
Giliran Pendamping yang menggeleng.
"Ayahanda ini aneh-aneh bae. Besok-besok Kahyangan perlu dimodernisasi tuh, biar ndak ketinggalan terus dengan dunia manusia. Masa masih konvensional terus. Dewa-dewi perlu diajarin main sosial media nih, biar kekinian dikit."
"Buat apa?" tanya Pendamping lugu.
"Biar permintaannya agak menyesuaikan zaman. Kita mau cari cewek dengan kekuatan macam itu di mana? Kalo memang dari dulu ada, aku jamin sudah lama jadi viral."
Pendamping mengerutkan keningnya, "Cewek?"
"Wanita."
"Wanita?"
"Oh Pik-Upik, up date lah dikit. Jangan nampak nian pernah hidup di zaman batu."
Pendamping cemberut. "Hamba ini, kan, baru kali ini ikut sampai selama ini dengan dewa. Biasanya cuma ngedrop sampai ke rahim. Woles dong!"
Dewa Balakosa jadi terkekeh, "Widiiih! Udah ngerti woles aja."
"Katanya harus kekinian?"
"Tapi cewek bae ndak tahu."
Pendamping nyengir. "Terus gimana Penjemputnya, Dewa?"
"Nggak ada clues, Ping. Jadi bingung."
"Clues apaan?" tanyanya pelan.
"Pegih sana baca kamus!"
"Kamus? Kaya spanduk?"
Dewa Balakosa menepuk jidatnya. "Kamus itu tempat nongkrong kalo kebelet boker!"
"Bukannya Itu kakus?"
Dewa Balakosa ngakak besar.
Pendamping jadi manyun.
"Makanya, kalo ikut aku ke sekolah itu jangan tidur terus. Ikut belajar juga. Masa kalah sama gadget? Pendamping itu juga harus mengikuti perkembangan zaman. Mesti di-upgrade juga."
"Ya, kan Dewa juga suka tidur di kelas. Sebagai pengikut yang baik aku kan manut."
"Eh, malah berkelit."
"Iya. Iya. Bawahan selalu salah."
"Ya, iya dong!"
Pendamping tambah manyun.
"Masalah Penjemput tadi, aku masih bingung nak memulai mencarinya dari mana. Tidak ada petunjuk. Kabur." sahut Dewa Balakosa kembali serius.
Pendamping mangut-mangut.
Dewa Balakosa termenung.
"Terus petunjuk dengan telunjuk apa bedanya, Wa?" tanya Pendamping menatap jari telunjuknya yang berdiri.
Dewa Balakosa menghela napas setengah mencibir. "Ya, bedalah, Ping!"
"Kan telunjuk juga buat menunjuk. Berarti kan telunjuk sama dengan petunjuk?"
"Aduuuh, Ping! Sudahlah. Ndak usah nanya terus. Bingung jadinya!" sahut Dewa Balakosa kesal.
"Maaf...," jawab Pendamping dengan wajah bersalah.
"Sudah, besok bae dipikir. Sudah malam nian. Ngantuk."
Dewa Balakkosa langsung merebahkan dirinya di dipan. "Besok bae mikirnya, Ping. Malam kemarin aku mimpi cewek seksi yang sempat berpapasan di mall waktu kita beli mukena buat Nenek dua hari lalu. Mana tahu malam ini bisa bersua lagi di alam mimpi yang indah...," sahut Dewa Balakosa dengan mata terpejam dan bibir sumringah. "Soal Si Penjemput itu pasti nanti-nanti ketemu jugalah. Ndak usah semalaman ini dihabiskan buat membahasnya."
Dewa Balakosa membuka mata lalu telentang sambil memandangi langit-langit, memikirkan sesuatu. Tiba-tiba, dia bangkit dan tersenyum sangat lebar pada Pendamping. "Naaah, ini pasti clue! Cewek itulah Penjemput!"
Pendamping mengerutkan kening. "Kok bisa? Apa tandanya?"
"Cewek itu seksi, Ping!"
Gantian Pendamping yang menepuk jidat.
"Hei, itu petunjuk, Ping! Aku tidak pernah mudah tergoda melihat seorang cewek. Hanya cewek itu yang langsung membuat hatiku berdebar-debar saat pertemuan pertama kami. Itu jelas sebuah pertanda. Aku yakin, Ping!"
"Dewa...."
"Setelah pertemuan itu, aku langsung didatangi cewek itu di alam mimpi. Itu sesuatu yang idak biasa, kan, Ping? Pasti dia ingin mengirimkan petunjuk ke mana kita harus menjemputnya!" seru Dewa Balakosa penuh semangat.
"Pake telepati atau GPS?" sahut Pendamping terkikik.
Dewa Balakosa mendelik, "Pendamping! Aku nih cakap serius!"
"Heee...." Kedua jari tangan Pendamping membentuk huruf V. "Peace, Wa...."
"Peace apaan?"
"Dua anak cukup."
"Itu mah KB, Ping. Kamu itu ah, giliran ngomongin cewek ama clues idak tahu, tapi bisa paham soal GPS. Makanya nerima pelajaran itu jangan setengah-setengah dan dipilih-pilih. Bisa sesat. Udah ah, aku mau tidur baelah. Tambah pusing bahas beginian sama awak, Ping!"
Dewa Balakosa kembali merebahkan diri di atas dipan dan memejamkan mata.
"KB apaan, Wa?"
"Pendampiiing... tidur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Balakosa [Telah Terbit]
FantasyBALAKOSA telah terbit dan bisa dipesan melalui WA 081373581989. Pertualangan Balakosa sebagai dewa yang menitis dalam tubuh manusia mempertemukannya dengan banyak sosok menarik, di antaranya Hasna. Gadis melayu yang sangat mempunyai peran besar memb...