Bagian 23: KERIS

356 32 0
                                    

Hasna terbangun dengan bersimbah peluh. Mimpi yang sama kembali datang. Entah sudah yang keberapa kali mimpi itu mengganggu tidurnya. Anehnya, mimpi itu selalu terasa nyata. Dia melirik weker di atas nakas. Pukul 04:45 WIB. Sebentar lagi subuh. Pikiran gadis itu menjadi kusut. Siapa Dewa Balakosa itu? Kenapa aku harus mencarinya? Apakah ini cuma sekedar mimpi biasa atau pertanda sesuatu? Apa sebenarnya kekuatan Meniti Pelangi itu? Bagaimana aku bisa mendatangkan pelangi kalau aku bukan Tuhan?

Dia menghapus keringat yang membasahi tubuh dan seketika menyadari sebuah tato telah dirajah di sisi dalam lengan tangannya. Sebuah tato keris, yang rasanya tidak mungkin dibuatnya sendiri kecuali ingin kena amukan ayah dan bunda. Lagi pula, dia tidak pernah tahu harus pergi kemana untuk membuat tato. Hasna menyentuh gambar keris dengan panjang sekitar 5 cm tersebut dan sebuah kejadian ajaib pun langsung terjadi. Tato itu berubah menjadi keris sungguhan.

Hasna sontak berdiri sambil menahan agar tidak berteriak. Dia membiarkan keris itu terjatuh dan menggeletak begitu saja di atas kasur. Dia tidak berani meraih benda aneh tersebut.

"Ambil aku!" Sebuah suara tiba-tiba menggema di ruang kamarnya.

Jantung Hasna otomatis berpacu kencang. Nyaris saja, teriakan yang ditahannya menghambur. Dia diserang rasa takut yang luar biasa.

"Aku akan membantumu mendatangkan pelangi. Ketuk saja aku di tanah yang basah sehabis hujan reda. Maka selarik pelangi akan hadir." Dalam hati, Hasna bertanya-tanya, Keris itukah yang bicara?

Hasna tidak punya satu katapun untuk dikeluarkan dari mulutnya kecuali embusan napas yang sedikit menderu sebab jantungnya berpacu dengan tidak normal.

"Jangan takut. Kau hanya perlu mencari Dewa Balakosa. Bantulah dia menemukan jalan pulang. Kaulah yang bisa mempertemukan Dewa Balakosa dengan Penjemput karena kau telah dipilih." Suara itu ternyata memang berasal dari keris yang tergeletak di atas kasur.

"A-a-apa yang harus aku lakukan agar bisa bertemu Dewa Balakosa?" tanya Hasna memberanikan diri dengan suara bergetar.

"Berikan dia tanda. Dia akan menemukanmu."

"Kata-katamu sama saja dengan dewa di dalam mimpiku yang berkali-kali datang. Aku sudah melakukan itu. Aku sudah membawa buku Meniti Pelangi ke mana-mana dengan harapan bakal segera dipertemukan dengan Dewa Balakosa dan selekasnya menyelesaikan tugas aneh ini untuk kembali hidup normal. Tetapi sampai detik ini usahaku itu sepertinya sia-sia. Aku tidak tahu harus memberikan petunjuk seperti apa yang akan mungkin dipahami dewamu itu, sehingga dia bisa segera mendatangiku. Apakah aku harus bertanya pada setiap orang, apakah dia jelmaan Dewa Balakosa?" tanya Hasna.

"Teruslah berusaha."

"Apa untungnya buatku melakukan semua ini?"

"Demi kebaikan."

"Maksudnya?"

"Surgaloka benar-benar butuh pertolongan. Hanya kau yang bisa menolong karena kau adalah manusia pilihan itu."

"Kenapa aku?"

"Aku pun tidak tahu. Siapa pun tidak tahu. Ketika alam sudah menunjukmu, kami hanya bisa mengikuti."

"Lalu sekarang apa lagi?"

"Bawa saja aku kemana pun kau pergi."

"Lah, aku taruh di mana dirimu? Nanti aku kena panggil guru BK karena membawa senjata tajam."

"Taruh saja di lenganmu. Sentuh aku seperti tadi kalau kau butuhkan."

Hasna memberanikan diri meraih keris itu dan kembali meletakkannya di posisi awal. Luar biasa! Benda itu kembali berubah wujud menjadi tatoo ketika ditempelkan di lengan Hasna. Sayup-sayup ayam jantan mulai berkokok. Hasna menyentuh kembali tato itu dan keris pun kembali berubah wujud menjadi nyata.

"Aku tidak memiliki cukup keberanian membawamu baik dalam wujud tato atau pun keris. Tetapi kalau memang ini sungguh untuk kebaikan, aku berharap diberikan kemudahan untuk menyelesaikannya."

Keris itu tidak menjawab. Hasna pun menyelipkannya di dalam tas sekolah sebelum menuju ke kamar mandi.

Liburan telah usai. Kenaikan kelas pun tiba. Pagi-pagi sekali, Hasna sudah bersiap-siap mengenakan seragam sekolah. Hasna sudah tidak sabar untuk kembali ke sekolah. Dia sudah tidak sabar untuk merasakan kesibukan di jam belajar, bertemu guru-guru, bercengkrama dengan teman-teman, dan terutama melihat Diwangkara.

Pukul 06:30 WIB dia sudah membuat janji bertemu di sekolah dengan Fitri dan Maya. Pukul 06:00 WIB dia sudah mengayuh sepedanya ke Sanggar Rumah Adat dan melanjutkan menaiki ketek di pelabuhan serta mengendarai mikrolet ke sekolah. 

Setiba di sekolah, Hasna tersenyum lebar memperhatikan lingkungan sekolah yang masih senyap. Betapa rindunya ia dengan suasana itu. Bahkan dia pun merindukan Pak Mamad, tukang kebun sekolah, yang sedang menyapu halaman.

"Pagi, Pak Mamad. Apo kabar hari ini?" sapa Hasna disambut anggukan Pak Mamad.

"Baik-baik lah, Hasna."

"Hasnaaa." Dari kejauhan, tampak Maya berlari-lari menyusuri koridor menyongsong Hasna di halaman sekolah.

Hasna memasuki koridor berlari kecil dan balas menyongsong Maya. Di tengah koridor mereka bertemu dan langsung berpelukan erat.

"Ayo ke kelas XI-1. Awak bakal dapat suprise!" Maya menarik tangan Hasna setelah mereka puas berpelukan melepas rindu.

"Apa, May?" tanya Hasna penasaran.

"Ayolah!"

Hasna mengikuti langkah Maya yang setengah menyeretnya. Dia memandangi deretan kelas yang disediakan untuk kelas XI. Seperti kelas X, disediakan juga 5 kelas untuk kelas XI. Kelas XI-1 berada paling ujung setelah melewati semua kelas berpelat "XI". Di muka pintu XI-1, ternyata Fitri sudah tampak berdiri menanti kedatangan mereka.

"Fitriii." Hasna langsung memeluk sahabatnya itu. Fitri pun balas memeluk erat.

"Baca dulu ini, Na!" Maya menggamit lengan Hasna setelah kedua sahabatnya usai berpelukan.

Hasna memandang daftar nama yang ditunjuk Maya di pintu kelas XI-1. Dia menemukan nama Diwangkara, namanya, Fitri, dan Maya.

"Syukurlah, kita dapat sekelas lagi," ujar Hasna melonjak senang.

"Bukan, coba lebih ke bawah lagi bacanya!" protes Maya.

Hasna kembali membaca deretan nama yang tertera. Selain nama mereka, dia juga menemukan nama Tania dan geng, Albert si Jago Basket yang dikenal paling belagu, dan banyak lagi nama-nama beken lain.

Hasna menghela napas. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa mual.



(Bagian selanjutnya dari novel ini telah dihapus dari Wattpad untuk tujuan revisi)

Balakosa [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang