The Winter [IV]

323 30 43
                                    

Layakkah seseorang sepertiku diberi kesempatan untuk memeluk kebahagiaan lebih lama? Atau sebentar saja, tapi dengan pelukan yang lebih erat?

Lebih dari empat tahun sudah, ia menutupi dirinya dari apapun hal yang berkaitan dengan cinta. Selama itu, ia tidak mengizinkan dirinya untuk mengalami patah hati lagi dengan cara menghindar dari jatuh cinta. Sebab baginya, yang namanya jatuh, sudah tentu sakit. Pun sama halnya dengan jatuh cinta.

Empat tahun sudah berlalu sejak kali pertama ia melatih dirinya untuk menjaga hati. Dan kini, benarkah ini waktu yang tepat untuk membuka diri dan menghadapi kenyataan bahwa jatuh cinta itu mustahil untuk benar-benar dihindari?

Woohyun meneguk gelas birnya hingga habis. Kemudian, melemparkan kaleng kosong itu dengan sembarang ke sudut kamarnya, tempat ia meletakkan bin sampah kecil.

Itu kaleng terakhir, janjinya. Bagaimanapun, ia harus berpikir lebih jernih untuk mencari solusi dari konsekuensi atas perbuatannya sendiri. Setelah ia melewati batas dirinya untuk tidak membangun hubungan macam apapun dengan wanita manapun. Sebab, perbuatannya kali ini telah menimbulkan—tidak hanya kekhawatiran pribadinya saja, melainkan juga—mungkin, dilema dalam hati seseorang lainnya yang terlibat. Yaitu Park Chorong.

Woohyun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang. Dan setelah beberapa kali dering terdengar yang menandakan ia sedang memanggil, orang di seberang akhirnya mengangkat panggilan itu.

Hyung?”

“Sungyeol-ie, bisakah kau ke sini?”

Sungyeol, yang ia telepon, terdiam sejenak sebelum bertanya balik, “ada apa?”

“Aku ingin menceritakan sesuatu.”

*****

Sungyeol tidak tahu apapun soal masa lalu Woohyun. Tentang bagaimana ia bertemu dengan Yoon Eunmi, jatuh cinta, memutuskan bersama, hingga berpisah secara tiba-tiba tanpa kejelasan. Dia hanya tahu bahwa Woohyun pernah patah hati karena diputuskan secara sepihak oleh seorang yang telah banyak mengubah hidupnya. Seorang wanita yang tadinya benar-benar Woohyun percaya.

Tapi Sungyeol tahu, apapun yang terjadi di masa lalu, tentu amatlah buruk hingga membuat Woohyun menjadi laki-laki yang skeptikal terhadap wanita dan urusan romansa. Sungyeol tidak pernah sekalipun melihat Woohyun menunjukkan tanda-tanda ketertarikannya pada wanita, bahkan cenderung menghindar atau menjauhi hubungan yang berpeluang untuk membawanya pada situasi semacam itu. Meski hanya untuk sekadar berteman.

Woohyun masih akan bersikap santun dan beretika, tapi akan selalu ada titik di mana ia akan berhenti. Ia akan mulai membatasi diri agar tidak melewati status hubungan yang lebih jauh dari sekadar profesionalitas atau pertemanan.

Sejujurnya, itu buruk. Dan Sungyeol ingin sekali temannya itu berubah. Menjadi lebih terbuka untuk bahagia bersama seseorang. Karena bagaimanapun, Woohyun tidak bisa selamanya menyendiri, menutup diri, dan selalu kabur bersembunyi di kotak kecil flatnya yang tua ini.

Karena itulah, saat Woohyun bercerita tentang bagaimana ia akhir-akhir ini tengah dipusingkan oleh perasaannya sendiri pada Chorong, Sungyeol jadi bersemangat.

“Kau?? Menciumnya??” Sungyeol menekankan kata favoritnya dari seluruh penjelasan yang Woohyun paparkan. Sukses membuat wajah laki-laki itu memerah karena malu.

“Itu tidak disengaja.”

“Tidak disengaja?” Sungyeol merengut sebal mendengar antiklimaks dari pengakuan Woohyun. Ia meraih bantal sofa untuk meletakkan tangannya lebih nyaman. Kemudian, ia melanjutkan, “yah! Bisakah kau tidak setengah-setengah saat bercerita? Aku tidak bisa memberikan solusi yang tepat jika kau terus-menerus menutupi bagian krusial.”

Reach Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang