The Fall [IV]

235 37 0
                                    

Aroma laut yang garam.

Ia merasakan butir pasir di bawah kakinya, di antara jari-jarinya. Begitu halus dan terasa nostalgik. Udara masa lalu merebak tercampur dengan angin pantai yang berhembus, membuatnya nyaman namun sesak secara bersamaan.

"Eunmi-ah."

Ia tersentak.

Ia mendengar suaranya, tapi ia tak merasa berbicara.

Kemudian, seorang gadis berambut panjang bergelombang menoleh padanya dengan senyum yang hangat, menatapnya. Masih sama, masih begitu familiar. Seolah baru kemarin ia memandangi senyuman itu, yang sejujurnya sangat ia rindukan.

"Woohyunie?"

Suara itu bergema seolah langsung memukul gendang telinganya, tanpa perantara udara yang tiba-tiba saja terasa raib.

Ia melihat dirinya tertawa kecil, lalu menghela nafas panjang. Ia melihat tatapan matanya memandangi gadis itu. Ekspresi yang sudah lama tidak terukir di wajahnya. Ekspresi yang dulu hanya bisa ia sadari secara tak sengaja, tetapi tak bisa ia pandangi langsung melainkan hanya dapat ia rasakan kehangatannya direlung hati. Seperti merefleksikan ingatannya.

"Eunmi-ah, aku menyukaimu."

Ia merasakan bulu romanya terangkat.

Gadis itu mengulum senyum tipis. Ia mengangkat tangan, meraih rambut Woohyun. Kemudian, mengelusnya dengan lembut, "aigu, manisnya."

"Yah!"

Sedetik kemudian, ia mendengar tawa dirinya dan gadis itu menggema di udara. Menyatu, bak melodi yang berharmonisasi dengan halus dan penuh pesona. Ia merasakan kebahagiaan sekaligus kekecewaan.

Hari itu pun, Eunmi tak memberikan jawaban yang pasti.

Yoon Eunmi, kau tak pernah memberi jawaban yang pasti. Selalu membuat segalanya menjadi sukar.

Dan aku akan kembali menunggu. Aku yang selalu menunggu.

Woohyun menangis. Ia bergumam, menghela dan menarik nafasnya bergantian dengan cepat. Jemarinya mengusap ujung matanya yang masih menutup, berair.

Eunmi-ah...

Malam itu pun ia memimpikan gadis itu.

*****

Woohyun memaksa matanya terbuka karena suara ketukan pintu dari luar semakin terdengar jelas dan mengganggu tidurnya. Ia meraih ponselnya yang berdering nyaring dan menolak panggilan Myungsoo. Woohyun tahu laki-laki itulah pelaku yang menggedor pintu kamarnya sedemikian keras. Mungkin berniat mendobraknya segera jika Woohyun tidak juga bangkit dari kasurnya.

"Hyung-nim!"

Woohyun memaksa diri untuk berdiri dan berjalan. Ia membuka pintu kamarnya dan mendapati Myungsoo memamerkan dua plastik berisi bir, ramyun, dan bahan makanan lain. Semua produk kesukaannya.

"Hyung, chukhae!" Myungsoo tersenyum, memaksa lesung di pipinya menjadi terlihat semakin dalam. Ia terlihat begitu ceria. Tak seperti biasanya, Myungsoo mengenakan kemeja biru polos dengan jeans putih. Begitu cerah dan rapi. Membuat wajahnya yang--Woohyun akui dengan seluruh kesadarannya bahwa anak itu--sangat tampan menjadi semakin menawan.

Woohyun mendengus. Ia berjalan ke dapur minimalisnya dengan langkah lunglai karena masih mengantuk. Ia masih sangat lelah karena recital kemarin. Ia pulang sangat larut dan terbangun karena mimpi buruk.

"Hyung, Sungyeol menceritakan kesuksesan recitalmu dan aku tahu dia tidak berbohong. Aku bangga padamu! Dan aku sungguh menyesal tidak bisa hadir kemarin."

Reach Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang