Dua minggu telah berlalu sejak hari itu. Meski Myungsoo belum menceritakan apapun tentang masalahnya, Chorong sudah mulai melupakannya. Ia mulai sibuk berkutat dengan tugas perkuliahan dan tugas akhir yang semakin dekat batas pengumpulannya. Satu romannya hampir rampung, namun masih memerlukan perbaikan di sana-sini.
Ia kini sedang berjalan menyusuri trotoar sepanjang jalan Mapo-gu, lalu berhenti setelah melihat sebuah kafe baru di gedung yang ia ingat sebelumnya adalah gedung laundry. Suasananya masih sepi, begitu mencerminkan keadaan kafe yang dibuka belum lama. Meski begitu, ornamen vintage yang mendekorasi interior dan gaya arsitektur fasad bangunan tersebut menggoda Chorong untuk menoleh dan berkunjung. Akhirnya, ia memutuskan untuk masuk. Sejenak beristirahat dan memberi sedikit hadiah untuk dirinya sendiri yang telah berusaha keras memfokuskan diri selama dua minggu belakangan.
Sebab tidak mudah, melupakan seseorang demi keselamatan tugas-tugasnya.
"Selamat datang!" Seorang gadis cantik bermata lebar nan indah yang merupakan penjaga kasir menyambut dengan lantang. Chorong membalasnya dengan senyum.
"Agashi, ingin memesan apa?" Gadis itu bertanya setelah Chorong berdiri di hadapannya untuk memesan. Sejenak, Chorong terdiam mempelajari menu, kemudian matanya menangkap beberapa pilihan.
"Satu cup latte dan tiramisu," pesannya.
Gadis itu mengangguk, lalu mempersilakan Chorong untuk duduk karena pesanannya akan diantar. Chorong pun duduk di tempat yang memojok dekat jendela berukuran sedang, dan dapat dengan jelas melihat pejalan kaki di luar. Ia memperhatikan, perlahan beberapa pejalan kaki mulai melangkah lebih cepat. Kemudian, menyadari rintik hujan mulai mengguyur Kota Seoul lagi. Terdengar riuh rendah suara air menampar atap bangunan.
Chorong menatap sepasang kekasih berpegangan tangan sambil berlari kecil menghindari hujan. Sebelum akhirnya menghilang dari pandangannya saat berbelok ke arah gang antargedung.
Kesendirian dan suasana semacam itu sukses membuatnya merasa semakin kesepian, jujur saja. Mungkin, kontinuitas pertemuan dan komunikasinya dengan banyak orang telah berhasil menyita perhatiannya mengenai beberapa hal, namun tidak cukup lama. Lalu, karena merasa sepi setelah melihat beberapa muda-mudi berjalan bersama sementara ia duduk sendiri di sana tanpa teman, ia kembali mengingat banyak hal yang telah sukses ia lupakan beberapa hari belakangan itu. Perihal keluarganya, Myungsoo, Woohyun...
Sejujurnya, melupakan Woohyun adalah hal tersulit baginya. Laki-laki itu selalu menyita perhatiannya, apalagi setelah kejadian lusa lalu. Ada sebuah gagasan dalam kepalanya yang terus-menerus mengganggunya. Tapi karena terlalu konyol, ia memutuskan untuk mengabaikannya.
Gagasan tentang perasaannya.
"Permisi, ini latte dan tiramisu pesanan Anda. Maaf telah membuat Anda lama menunggu." Seorang pelayan kafe menyapa dengan ramah. Chorong menggeleng pelan dan mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Pelayan tersebut meletakkan segelas latte hangat dan sepiring tiramisu yang kelihatan sangat lezat di meja makan. Setelah mengucapkan selamat makan dengan sopan, pelayan tersebut pergi.
Chorong baru akan meraih lengan mug latte untuk menyeruputnya ketika ia mengalihkan kembali pandangannya ke luar jendela dan matanya bertemu dengan tatapan seseorang yang ia kenal. Bahkan lebih tepatnya, yang baru saja ia pikirkan.
Nam Woohyun.
Mata Chorong melebar. Belum selesai keterkejutannya, seseorang yang tidak lain adalah Lee Sungyeol menarik lengan Woohyun, mengajaknya masuk ke dalam kafe itu. Chorong memandangi keduanya yang berjalan lurus ke arah kasir, namun ia tidak melewatkan lirikan mata Woohyun yang masih mencuri pandang ke arahnya.
"Namjoo-ah!" Sungyeol menyapa dengan suara yang cukup kencang dan sukses memecah ketenangan, mengingat ia mengeluarkannya di tengah kedamaian suasana kafe yang hanya diramaikan oleh deru rintik hujan dan samar suara beberapa pengunjung yang sedang berbincang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reach Your Heart
FanfictionAku menemukanmu dalam angka satu yang tak terjamah. Aku mencintaimu untuk satu hari yang tak terwujud. Dan aku merelakanmu untuk hilangkan kesempatan kita berdua dalam jangka sehari saja. Sebab detikmu, paduan eksistensimu, lebih penting daripada ke...