Hujan deras mengguyur sejak pagi buta. Langit masih berwarna gelap walau jam telah menunjukkan pukul tujuh, sepertinya hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
Hujan ....
Alfred tidak membenci hujan, tapi juga tidak terlalu menyukai hujan.
Entah kenapa, banyak kenangan penting dalam hidupnya yang berhubungan dengan hujan. Kenangan yang kalau diceritakan pada Alex sudah pasti hanya akan ditanggapi sambil lalu.
Saat kecelakaan yang merenggut nyawa orang tuanya terjadi, hari itu juga hujan turun sangat lebat seharian. Pertama kali berhubungan dengan sepupunya, juga malam dingin berhujan.
Melirik ke arah tempat tidur, senyum tipis terkembang di wajah Alfred.
Bertemu dengan Alex saat turun hujan, demikian juga saat berpisah dengannya. Berpisah selama 5 tahun sebelum akhirnya bertemu kembali.
Hari-hari dalam kebahagian berlalu tanpa terasa, tahu-tahu hari ini tepat setahun sejak mereka bertemu kembali.
Alex sudah memesan tempat di hotel mewah, rencananya mereka akan merayakan anniversary mereka dengan makan malam istimewa.
Perayaan yang sangat tidak perlu.
Mungkin saja Alex masih terbawa dengan kebiasaannya memanjakan wanita-wanita yang pernah menjadi pasangannya hingga lupa kalau Alfred tidak seperti mereka. Alfred tidak suka hal-hal seperti itu. Pengalaman mengajarkannya dengan cara terkejam.
Tidak seperti cerita fiksi di mana cinta diperjuangkan seolah tanpa cinta manusia akan mati, di kehidupan nyata, cinta hanyalah ucapan belaka. Pada akhirnya, manusia selalu akan memilih hal yang paling menguntungkan untuk mereka, dan tentu saja cinta bukanlah pilihan yang ada dalam menu utama, cinta hanya pilihan yang terdapat di halaman belakang, di daftar makanan penutup.
Memang, banyak yang menyukai makanan manis, tapi tetap saja, mereka akan lebih dulu memesan menu utama yang jauh lebih penting untuk hidup. Dan atas alasan kesehatan, orang kaya tidak suka makanan penutup yang manis. Mereka lebih memilih penutup yang sehat dan indah dipandang.
Alex juga bukan penyuka makanan manis.
Dibandingkan dengan saat tinggal bersama di rumah kumuh sempit dulu, Alfred menyadari kalau Alex yang sekarang jadi lebih banyak berkompromi. Lebih menuruti selera Alfred walau awalnya selalu menolak keras hingga menimbulkan konflik konyol.
Geliat kecil diikuti mata yang setengah terbuka, masih sarat dengan kantuk. Tangannya menggapai, menuntut tanpa suara agar Alfred datang ke pelukannya. Tubuhnya masih telanjang bulat, terlalu malas untuk bangkit dari tempat tidur sekadar mengenakan celana dalam sehabis bercinta semalaman.
Di saat seperti ini adalah giliran Alfred untuk mengalah, melangkah mantap menuju tempat tidur dan membiarkan Alex menariknya kembali ke tempat tidur, jatuh di atas tubuh Alex. Alfred memang tidak setinggi Alex, tapi seharusnya bobot tubuhnya juga tidak bisa disebut ringan. Herannya, Alex seperti sama sekali tidak mengeluarkan suara keluhan saat tertimpa berat tubuh Alfred, tubuh padat Alfred benar-benar dianggapnya seperti guling belaka.
"Mm? Udah mandi?" Mencium aroma segar sabun, tanpa membuka matanya, Alex bertanya dengan suara serak khas baru bangun tidur sementara tangannya menyusup masuk ke balik baju tidur Alfred, sibuk mengelus-elus punggung berkulit mulus.
"Mm." Kepalanya disandarkan ke dada bidang Alex, mendengarkan detak jantung yang berirama tenang dan teratur.
"Jam berapa?" Alih-alih melihat sendiri, Alex yang masih malas membuka mata bertanya tanpa menghentikan aktivitas tangannya yang sedang meremas bokong Alfred dan terus menyusur masuk ke celah sempit di antaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Day Memory : Alex and Alfred's Sequel
RomanceSetelah lima tahun lamanya terpisah, Alfred kembali dipertemukan dengan Alex. Alfred yang dari luar terlihat kuat namun sebenarnya pesimis. Alex yang terlihat dingin namun sebenarnya sangat perhatian. Akankah komedi kehidupan mereka berulang, atau...