Suasana tegang dengan keheningan menyelimuti. Hanya ada suara kertas yang di bolak-balikan berpadu dengan helaan napas para murid yang kini tengah mengerjakan soal ujian sekolah.
Hari senin. Ujian pertama jadwalnya adalah matematika. Iya, matematika, musuh bebuyutan bagi semua anak sekolah. Bahkan sangat terdengar jelas beberapa helaan mengeluh para murid kelas 12 IPS 1.
Kenapa mengeluh?? Ya karena matematika itu adalah hal yang paling dihindari oleh kebanyakkan murid. Selain hanya ada rumus, semua soalnya pun tidak mirip seperti apa yang pernah diterangkan guru. Harus pakai logika dengan rumus benar. Lah anak jaman sekarang ya malas untuk menghafal banyaknya rumus.
Dan hari ini, seorang Lava hanya mampu duduk tenang. Iya, tenang tapi otaknya sedang dalam proses akan meledak. Mau minta jawaban pada teman, ada dua pengawas yang selalu memperhatikan seluruh murid.
Menyerah. Lava menyerah. Ia pun memutuskan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Biar nanti saja mengerjakannya, tunggu sampai ada jawaban datang. Tipe murid malas kan.
"Ini kapan seleseinya ya? Argh mana susah banget! Nggak ada yang gue ngerti ini mah!!" gerutu Lava dalam hati.
"Lah itu tuh si Lava contoh murid nggak tau taktik! Setiap di kelas kerjaannya cuma tidur doang! Giliran ujian nggak bisa apa-apa! males tanya temen lagi!! Sengsara dibikin sendiri tuh bocah," kini Tio membatin yang duduk tidak jauh dari Lava.
Tio juga bingung, kan Lava bisa bisik-bisik atau apalah untuk meminta jawaban, ini malah cuma tiduran. Tidak ada usaha sama sekali.
"Lima belas menit lagi!!" Ucap sang pengawas yang berkacamata. Lantas membuat Lava berjengit kaget.
"Hhh ini gue ngerjainnya gimana ya? Frustrasi gue," gerutu Lava pelan sambil mengacak rambutnya penuh frustrasi.
"Huss Va liat kedepan lo tuh mau ngasih jawaban," bisik Fikram yang duduk dibelakangnya. Lava pun menurut. Saat melihat kedepan, kertas jawaban sudah terlihat di pinggiran meja milik temannya, dengan Pella yang memegangi kertasnya agar tidak jatuh. Taktik bagus.
"Cepetan tulis Va," bisik Pella pelan dan mendapat anggukan dari Lava. Dan Lava pun bergegas menulis jawaban uraiannya, biar nanti pilihan ganda dijawab acak.
"Makasih Pel." Ucap Lava tersenyum kecil dan langsung berdiri berniat mengumpulkan jawabannya. Meninggalkan Pella yang terbengong mendengar ucapan Lava.
"Gila? Lava bilang makasih? Wah, terus tadi senyum gitu? Biasanya aja nggak pernah nyahut." ucap Pella menggelengkan kepala. Karena semua anak dikelas juga tahu kalau Lava itu jutek dan dingin sama anak cewek. Nah ini bilang makasih sambil senyum lagi. Kan hal yang langka.
****
Setelah menyelesaikan ujian hari ini. Lava tidak langsung pulang, melainkan nongkrong bersama teman satu sekolahnya dipinggir jalan tepat disebelah kanan sekolah.
Saling asyik bercengkrama sambil duduk-duduk di atas motor yang di parkirkan sembarang pinggir jalan.
"Va dapet salam dari adek kelas nih! Katanya nge-fans sama lo," sahut Tio yang duduk tepat disamping Lava sambil mengacungkan ponselnya memperlihatkan room chatnya dengan si pengirim salam.
"Hm." Lava hanya berdehem tak peduli. Tio yang mendapat respon seperti itu pun melotot.
"Dasar lo jutek amat! Ini adek kelas kasian lo. Belain dilawan rasa malunya biar lo kenal tuh adek kelas. Lo-nya malah kaya tai," sahut Tio kesal. Ya, gimana tidak kesal coba, ini adik kelasnya mengirim chat WA masak Tio mau jawab : Lavanya cuma bilang 'hm'. Kan kasian tuh adik kelas nanti sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVARA
Teen FictionAwalnya, Ara hanya mengagumi Lava dalam diam dan pada tempat yang berbeda, hingga kegiatan stalking menjadi rutinitas kesehariannya. Banyak yang bilang kegiatan stalking orang yang dikaguminya itu sia-sia?? Salah! Demi mengorek semua tentang Lava, k...