10. That's so curious (Ara)

23 2 4
                                    

Malam ini tepatnya malam minggu. Ara menginap di rumah temannya karena sang Mama sedang ikut pengajian malam yang tentu pulangnya juga malam. Dan Ara tidak berani di rumah sendirian. Jadilah Ara sekarang di rumah Sinta, itu loh Sinta yang adik kelas Lava yang ngasih tahu Ara tentang Lava.

Dan saat ini Ara sedang rebahan di atas ranjang bersama Sinta tentunya. Mereka sedang cerita-cerita beberapa hal tentang sekolah. Sebenarnya sih hanya Sinta yang bercerita dan Ara cukup menjadi pendengar yang baik. Tapi masalahnya, teman Ara yang satu ini agak susah dimengerti arah pembicaraannya, apalagi logat bicaranya yang cadel alias gak bisa ngomong R dan gaya bicaranya yang menurut Ara lebay. Ssst.. tapi jangan bilang-bilang si Sinta ya kalo Ara berpikiran Sinta itu lebay.

Biar kita ceritakan sedikit tentang pertemanan Ara dengan Sinta. Awal mula dekat itu karena si Sinta suka dance, dan tahu kabar tentang bahwa Ara sang kakak kelasnya dulu  saat di SMP-nya itu pernah ikut lomba dance. jadilah si Sinta ke rumah Ara untuk tanya-tanya tentang dance dan menawarkan diri untuk ikut gabung di grup dance Ara. Awalnya Ara hanya bisa melongo, pasalnya Ia ikut lomba dance saja dadakan, dan kalau masalah grup, Ara hanya berdua bersama teman yang sama-sama k-popers. Itu hanya iseng ingin mencoba untuk pertama kalinya, kira-kira bagaimana rasanya ikut lomba dance. Dan dari situlah Ara menjadi teman Sinta, karena Sinta sering datang kerumahnya untuk latihan dance meskipun akhirnya Ara berhenti menari. Dan si Sinta sudah biasa tidur di rumah Ara juga.

Kadang Ara juga kesel pada Sinta yang tidak pernah berhenti ngomong. Pasti kalau sudah cerita malah keterusan sampai Ara rasanya ingin mengurung diri. Tapi ya itu, Ara harus menghargai orang lain yang sedang bercerita padanya meskipun hanya menjadi pendengar namun itu hal yang menghargai juga.

"Eh Ta! Itu si Lava kalau berangkat sekolah boncengan sama temennya nggak sih?" tanya Ara menghentikan Sinta yang keasyikan bercerita panjang kali lebar.

"Nggak tau itu mah mba," jawab Sinta yang mendapat anggukan dari Ara.

"Emang Mba Ara liat Lava?" tanya balik Sinta.

"Nggak tau. Kan gue belum liat Lava yang asli Ta." Jawab Ara seadanya.

"Oh iya Mba kayanya sih ya Lava itu playboy deh. Soalnya tuh kalau aku lagi jalan disekolah terus ada Lava, dia pasti lagi sibuk sama hpnya terus." Ucap Sinta membuat Ara berpikir sejenak. Lah apa hubungannya coba main hp sama playboy?

"Ini nih yang nggak gue suka dari si Sinta! Selalu memojokkan si Lava seakan-akan mau ngasih tau gue jangan suka sama Lava. Liat tuh cara ngomongnya kaya biar gue nggak suka lagi sama Lava. Apalagi dari tadi sinta ceritanya tentang Lava yang suka merhatiin dia diem-diem. Dih! Kalo bukan temen udah gue uleg ni orang. Nggak akan gue percaya omongannya." batin Ara berucap kesal panjang lebar.

"Mba Ara?? Oy mba?" panggil Sinta menyadarkan Ara dari lamunannya.

"Eh iya!" hanya itulah respon Ara, sudah terlanjur sebal sama si Sinta.

"Terus nih ya mba si Lava itu sukanya sama cewek yang ber-make up. Di sekolah aja kalo ada cewek biasa si Lava jutek. Tapi kalo sama cewek yang make up-an langsung semangat, kaya kalo lagi sama mba Septi yang satu kelas sama Lava," jelas Sinta lagi membuat Ara hanya menganggukkan kepala. Ini sebenarnya Sinta itu teman Ara bukan sih? Dengar intonasi ngomongnya, kaya nggak suka kalo Ara tuh suka sama Lava. Yee, kan yang ngasih tahu tentang Lava juga Sinta. Kalau nggak suka seharusnya dari awal nggak usah cerita ada cowok kaya oppa korea lah. Harusnya teman itu kan mendukung, seperti apa yang sering Ara lakukan pada Sinta. Lah ini si Sinta, seakan-akan mengatakan kalau Lava tuh nggak mungkin suka sama Ara yang notabenenya hanya cewek biasa tak bermakeup.

"Oooo baru tau gue. Ya udah sih, nggak peduli Lava suka cewek gimana. Orang gue nggak ada niatan jadi cewek yang disuka Lava " sahut Ara cuek. Sudah berada di angka 10 tingkat kekesalan Ara ini.

"Oh ya mba aku mau cerita lagi!! Tentang kakak kelas........" dan seterusnya Ara hanya bergumam, mengangguk dan menjawab seadanya untuk merespon si Sinta yang bercerita tentang kakak kelasnya yang katanya suka cari perhatian sama Sinta dan blablabla. Ara sudah tidak ingat apa saja yang Sinta bicarakan padanya. Bodo. Ara tidak peduli, yang penting dia terlihat merespon.

"Ta udah malem ah gue ngantuk! Tidur duluan ya." ucap Ara sambil menguap dan menarik selimutnya sampai ke leher. Tidak tahu diri memang, menumpang tapi tidur duluan.

****

Jam menunjukkan pukul 01.00. Dan tepat di jam itu Ara terbangun karena ada suara alarm dari ponselnya.

"Hoamm jam 1. Kuota malem masih banyak aja!! Stalking Lava ah." Ucap Ara setengah sadar dan mulai mendudukkan dirinya sambil menyandarkan punggung di kepala ranjang. Dengan gerak pelan agar tidak mengganggu Sinta yang masih tertidur pulas.

"Kenapa sih gue kalo urusan cinta nggak pernah bernasib baik? Dulu pas sama Idan, malah putus sampe susah move on. Giliran move on ke kakak kelas cool, si Fani sama sekali nggak kecantol sama gue. Jangankan kecantol, ngelirik aja nggak pernah tuh. Dan sekarang?? Ini gue bisa-bisanya jatuh cinta sama orang yang bahakan nggak sadar kalo ada gue yang hidup dan berpenghuni di bumi bagian indonesia! Ck, ngeselin emang kalo urusan cinta  Ribet!" gumam Ara pelan sambil menjelajahi isi pada layar ponselnya.

"Haha. Kayak ada pahit-pahitnya. Ditambah suara retakan jantung gue ini! Gue kayaknya mau pingsan deh gara-gara frusrtasi. Bahkan sampai sekarang belum di follback sama Lava." Ara terus bergumam mengeluarkan unek-uneknya dengan mata tetap fokus pada layar ponsel.

"Bodo ah. Ngestalk mulu gue kerjaannya. Mending lanjut tidur aja. Lebih bermanfaat." Ara pun kembali menarik selimutnya dan meletakkan ponsel di sampingnya.

Sebenarnya ini cinta atau sekedar rasa kagum kah akan sosok Lava? Kenapa Ara begitu memikirkan sosok Lava tanpa henti? Bukankah itu terlalu lebay untuk ukuran orang seperti Ara yang bahkan tidak memiliki kehidupan di tempat yang sama, apalagi memiliki kedekatan dengan kehidupan Lava. Ara berada di zona yang berbeda dengan Lava dan Ia tidak memiliki alasan untuk bisa dekat dengan Lava. Jalan mereka berada di jalur yang berbeda, namun kenapa Ara terus berusaha untuk mampu ke jalur yang sama dengan Lava. Meski itu adalah hal mustahil.

Yang saat ini bisa Ara lakukan adalah, mengikuti saja alur jalannya cerita hidupnya tentang Lava. Ya, jalani meski jalannya tak sesuai dengan harapannya.

It's so curious. I know. But my brain can't be lied by feeling. Feeling like i'm falling love with him. Although, i know that anything i do to be noticed by him will waste my time. He's like a star, can't touched by my hand. I like a shadow, who just can seeing him not be seen by him. So, i'm unseen. Blur. Like a shadow. It's really curious. Because i'm Ara.

To be continue...

Note :  haihahaiiii 😂
Terima kasih  untuk kalian yang mau mampir ke cerita absurd buatan Author abal-abal ini 😉😙

Pendek? Memang 😂 lg putek kepala authornya nih 😂

LAVARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang