"Nih" Chanyeol mengoper segelas kopi panas dari Indomaret yang baru saja dibelinya. Wendy menerima gelas plastik itu dengan kedua tangannya.
"Makasih ya" ucap Wendy. Ia sudah jauh lebih tenang dibanding tadi. Sekarang mereka berdua ada di parkiran Indomaret Point di dekat rumah Wendy. Chanyeol bersikeras membelikannya kopi meskipun ia bilang bisa membuat sendiri di rumah.
Chanyeol mengangguk. "Lo emang ada riwayat asma?" tanyanya. Sejak berangkat dari sekolah tadi mereka tak ada berbicara sepatah kata pun padahal banyak hal yang ingin ditanyakan Chanyeol kepada Wendy.
Wendy menatap kosong ke kopi di tangannya. Sesungguhnya ia tak punya riwayat penyakit asma atau penyakit kronis lainnya. Tubuhnya sehat dan bugar sepenuhnya, cuma sering sakit- sakitan ringan. Hanya saja...
"Gue pernah diculik. Semenjak kejadian itu setiap kali gue kekunci di satu ruangan yang ada dinding dan atapnya tanpa persetujuan gue... Gue langsung kena panic attack. Serangan panik. Sesak napas, perut gue kram, badan gue mati rasa semua..."
Wendy tidak tau mengapa semua ini keluar dari mulutnya tanpa bisa ditahannya, sama seperti air matanya yang membendung di kedua kelopak matanya.
"Padahal biasanya lo nggak pernah ngunci kalo gue masih di dalem... Kenapa tadi lo kunci?" gadis itu mencoba menarik napas dalam- dalam agar air matanya tak tumpah keluar. "Lo kalo ngerjain gue ada batasnya juga kali..."
Chanyeol berkedip beberapa kali. Sejuta kali ia mengingat- ingat pun, tak ada memori ia mengunci pintu ruang ganti setelah latihan tadi. Ia langsung pergi ke atap sekolah untuk merokok.
"Gue berani sumpah Wen, bukan gue yang ngunci lo tadi. Lo liat sendiri tadi gue langsung pergi abis latihan. Lagian gue cuma pegang kunci doang, ga pernah gue sekalipun ngunci apapun disitu kecuali loker gue. Yang ngunci biasanya bapak yang jaga lapangan. Serius Wen, bukan gue" Chanyeol membela dirinya sendiri. Tapi ia heran juga jika bapak penjaga lapangan sudah mengunci ruang ganti sebelum maghrib. Aneh juga kalau yang dikunci hanya ruang ganti, tapi lapangan tidak.
"Sini hp lo" perintah Chanyeol sambil menyodorkan tangannya ke depan Wendy.
"Buat apa?"
"Sini aja. Bentar doang"
Wendy memegang gelas kopinya dengan tangan kirinya, lalu dengan tangan kanannya ia mengusap kedua matanya yang tadinya berair sebelum mengambil hp di saku roknya. Diserahkannya hp itu kepada Chanyeol setelah membuka kunci layarnya.
Chanyeol mengotak- atik layar hp Wendy beberapa saat. "Jangan nangis. Dah kelar kok semuanya" katanya sambil memencet layar hp tersebut. Wendy yang sedang memperhatikan tindak- tanduknya membuang muka. Ia malu ketahuan menangis.
Ia tak tahu, sebenarnya Chanyeol juga sedang memberitahu dirinya sendiri.
"Nih" Chanyeol mengembalikan hp itu ke tangan Wendy. "Udah gue save nomor gue di dalem. Kalo lo terlibat bahaya apapun, speed dial nomor 1 itu isinya nomor gue. Nomor 2 bokap lo, nomor 3 nyokap lo. Dan kalo hp lo kekunci, lo tekan aja tombol power 3 kali. Ntar hp lo bakal langsung ngirim pesan SOS ke gue, bokap sama nyokap lo. Paham?"
Wendy terpana menatap Chanyeol yang sedang menjelaskan apa yang barusan dilakukannya terhadap hp tersebut. Tak biasanya Wendy membiarkan orang lain memegang hpnya tanpa izin, apalagi sampai membuatkan speed dial baru. Ia sendiri kaget karena ia tak protes saat Chanyeol melakukannya.
"Heh, paham ngga?"
"I-- iya" jawabnya. Wendy sebenarnya benci mendengar kegagapannya sendiri. Ia benci harus terlihat lemah di depan orang lain, terutama Chanyeol, musuh bebuyutannya ini.
Chanyeol menatap lurus ke gadis itu. "Maaf lo terpaksa harus cerita tentang lo pernah diculik. Maaf ya"
Ia tau bagaimana rasanya harus membuka diri dengan risiko akan dihakimi secara sepihak oleh lawan bicaranya. Keberanian Wendy membuatnya kagum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Sunshine [completed]
FanfictionWendy benci ketidakadilan. Di sekolahnya yang baru ia bertemu dengan Chanyeol, seorang bully yang selalu mengganggu teman sebangkunya, Sehun.