Wendy membuka matanya sedikit demi sedikit, karena cahaya lampu rumah sakit yang menyilaukan baginya. Beberapa detik berlalu sebelum matanya benar- benar beradaptasi dengan cahaya terang tersebut. Dan ketika ia sudah melakukannya, ia menyadari bahwa tangan kirinya dipasangi infus. Ia mendecak kesal.
"Ma, adek udah bilang gak mau diinfus kok--"
Kata- katanya terhenti karena ia melihat sesosok manusia yang tak diduganya duduk di sebelah tempat tidurnya. Musuh bebuyutannya. Park Chanyeol.
"Lo udah bangun?" lelaki itu berhenti bermain hp dan memasukkan hpnya ke dalam kantong jeans yang dipakainya.
Ngawur... Pasti gue masih mimpi ini... batin Wendy sambil kembali menutup matanya supaya kembali tertidur dan terbangun dalam alam nyata.
Chanyeol mengerutkan alisnya melihat perilaku Wendy. "Woy, malah balik tidur. Ngigau ya lo?"
Wendy kembali membuka matanya dan melotot ke arah Chanyeol. "Lo beneran ini? Bukan mimpi? Lo Chanyeol? Si bangsat?"
"Keknya dah sembuh total ya lo, dah bisa maki- maki gue" Chanyeol menggeleng tak percaya.
Persis setelah Chanyeol bicara, perut Wendy terserang nyeri hebat. Tangannya menjelajah ke perutnya yang ditutupi gaun rumah sakit. "Orang tua gue mana?" tanyanya, mencoba bersyukur bahwa nyeri ini setidaknya sudah lebih ringan dibanding tadi sebelum dibawa ke rumah sakit.
"Bokap nyokap lo lagi cari makanan di luar. Gue nawarin buat jagain lo" ujar Chanyeol. "Tadi kakak lo dateng, tapi udah pulang lagi barusan tadi aja. Mau mandi dulu katanya. Terus tadi geng lo bareng Joy dateng juga sama Mark, tapi udah pulang, cuma nitip buah. Besok datang lagi katanya. Tim basket tadi juga dateng bawa kue bolu. Dah gue makan dikit, sorry ya, laper gue" tak diceritakannya Kai yang tidak ikut menjenguk bersama tim basket karena mencari video cctv penyerangan Wendy.
Mata Wendy beralih ke keranjang buah di meja sebelah tempat tidurnya. Senyumnya terkembang sedikit mengetahui bahwa teman- temannya datang membawakannya makanan, meskipun ia tak yakin akan nafsu memakan itu semua.
Kemudian ia sadar.
"Lo... Lo dari tadi nunggu disini?" tanyanya ragu. Agak mustahil rasanya jika itu benar- benar terjadi, atau mungkin lebih ke Wendy tidak siap menerima jika itu benar- benar terjadi.
Chanyeol mengangguk. "Ya iya. Tadi abis tanding gue langsung kesini. Nemenin bokap nyokap lo. Nungguin lo bangun"
Wendy termangu. Kenapa? Kenapa lo lakuin ini semua? Kenapa lo bikin gue kacau kayak gini?
"Oh" hanya itu balasan Wendy, karena ia bisa mengerem mulutnya kali ini. Untungnya ia segera terpikir topik baru untuk dibicarakan. "Tadi tandingnya gimana? Menang?"
Sebuah seringai riang mekar di wajah Chanyeol. "Jelas lah! Telak boy, 113- 86. Gila ga tuh?"
"Selamaaat!!!" Wendy spontan menggamit tangan Chanyeol dan meremasnya karena gembira. Ia langsung melepasnya, dan semua perbuatannya itu dilakukannya tanpa sadar. "Cadangan turun berapa?"
"Turun semua" Chanyeol tersenyum bangga.
Mata Wendy melebar kegirangan. Ia sungguh senang karena Johnny turut bermain pada pertandingan kali ini. Tak ada hari dimana ia tidak menyemangati Johnny yang latihan sendiri sebelum latihan bersama tim dimulai. Akhirnya adik kelasnya itu mendapat kesempatan untuk membuktikan dirinya sendiri.
"Baguslah" ia bernapas lega. Rasanya sakit perutnya hilang seketika mendengar kabar baik dari Chanyeol. Ia juga menyadari, betapa bahagianya ia menjadi manajer tim basket karena melihat perjuangan mereka yang berbuah hasil baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Sunshine [completed]
FanficWendy benci ketidakadilan. Di sekolahnya yang baru ia bertemu dengan Chanyeol, seorang bully yang selalu mengganggu teman sebangkunya, Sehun.