Part 4 - Bencana or Anugerah?-

376 55 17
                                    

Hal pertama yang dilihat Yoojung saat membuka mata adalah ruangan serba putih, gorden biru langit, lalu seorang lelaki yang berjalan menghampirinya. Yoojung sudah menegakkan badannya. Ia memegang kepalanya yang begitu pening.

"Ah kau sudah sadar akhirnya" Kata lelaki itu ketika dia sudah berada di samping ranjang Yoojung.

"Aku dimana?"

"Kau di rumah sakit, Aku menemukanmu pingsan di halte bus"

Ah, Ia sadar sekarang. Ia baru saja pingsan di halte bus, dan lelaki di sampingnya yang menolongnya. Itu kesimpulannya sekarang.

"Sekarang jam berapa?" tanya Yoojung

Lelaki itu lalu melihat jam nya -"09.15"

Krik....

Hening...

Setelah itu...

"Mwo? 09.15? Aissh jinjja aku terlambat" Yoojung langsung bangkit dan mengedarkan pandangannya. Ia lalu menemukan tas jinjingnya di meja. Yoojung langsung menyambarnya. Ketika Ia akan meninggalkan ruangan, lelaki itu memegang tangannya. Yoojung mengernyitkan dahinya. Lalu mengerti apa yang diinginkan lelaki itu. Yoojung lalu menghembuskan napasnya kasar.

"Mana ponselmu" pinta Yoojung.

"Hng?" lelaki itu sempat bingung, tapi akhirnya mematuhi permintaan Yoojung. Yoojung lalu mengetik beberapa nomor di ponsel lelaki itu.

"Aku sudah memberikan nomor ponselku. Untuk pembayaran rumah sakit, kau bisa hubungi aku. Oke! Aku terburu-buru" Yoojung memberikan ponsel lelaki itu, lalu hendak meninggalkannya. Tapi.... Lelaki itu lagi-lagi menahannya.

"Aissh apalagi" geram Yoojung.

Lelaki itu memberikan sebuah kertas kepada Yoojung. Yoojung menerimanya dengan banyak tanda tanya.

"Itu hasil pemeriksaannya dan ngomong-ngomong namaku Takada Kenta" Kata lelaki itu dengan mengulurkan tangannya.

"Ah nde! Terimakasih" Yoojung memasukkan kertas itu ke dalam tas jinjingnya, Ia tak menerima uluran tangan Kenta dan meninggalkannya untuk pergi ke Kantor Majalah Star.

Kenta memandang tangannya- "Cantik sih. Ah, sayang sudah bersuami.
.


Yoojung kini telah sampai di kantor Majalah Star. Ia masih berada di depan pintu ruangan redaksi.

"Masuk-tidak-masuk...ah!" Yoojung menghentakkan kakinya. Ia begitu takut menghadapi pemrednya yang baru. Bagaimana tidak? Ia sudah terlambat satu setengah jam. Tangannya begitu dingin dan keringat keluar dari pelipisnya. Yoojung menarik napasnya dalam-dalam, lalu di hembuskan secara perlahan.

"Tidak apa Yoojung. Mari hadapi monster itu" Kata Yoojung. Ia lalu memasuki ruangan. Yoojung berjalan ke ruangan rapat. Meskipun Ia sudah bersiteguh tidak akan ada yang terjadi, tetap saja kaki nya rasanya lemas.

Yoojung memasuki ruangan rapat dengan kepala menunduk. Ia tak berani menatap pemred nya.

"Mian, aku terlambat" Kata Yoojung dengan nada menyesal. Ia masih menundukkan kepalanya.

Diam....

Ruangan itu hening...

Tiba-tiba suara yang membuat bulu kuduknya berdiri terdengar.

"Kita akhiri rapat ini"

Yoojung dengan keberaniannya mengangkat kepalanya dan melihat Park Woojin berdiri dari tempat duduknya. Woojin menghampirinya. Ah, tidak... Lebih tepatnya menuju pintu keluar. Yoojung menundukkan kepalanya lagi. Saat Woojin berada di sampingnya, Yoojung bersuara dan sukses menghentikan langkah Woojin.

Get UGLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang