PS : Bos, mau ucapin terima kasih yang udah semangatin dan masih nunggu lanjutan ff ini, baca comment kalian tuh penyemangat buat bos pas nyusun ini cerita. berharap chap ini juga gak mengurangi atensi kalian buat baca ff ini.
Dan sekali lagi, chap ini mungkin akan agak panjang (menurut bos), tapi mudah2an kalian gak ngantuk bacanya.
Happy reading gengs ....
"Terkadang ada kalanya orang sabar itu meninggalkan apa yang membuatnya sabar ketika semua pengorbanan, ketulusan kesetiaan, dan cinta tidak pernah dihargai lagi"
.
.
***
Jaejoong berjalan menuju kamar mandi, memutar keran showernya dan membiarkan sederetan air dingin yang keluar dengan cepat membasahi tubuh kecil dan rapuhnya yang menyatu bersama dengan deraian air matanya. Tubuhnya perlahan berangsur jatuh, sambil menjambak rambutnya dengan kencang, ingin rasanya ia berteriak meluapkan kemarahannya yang sudah lama ia pendam.
Bodoh. Well, dirinya memang bodoh, tidak bisa mencintai orang yang memang seharusnya dan sepantasnya ia cintai, bukan mencintai pria yang selalu terus-menerus hanya bisa menyakitinya dan menorehkan luka yang mendalam baginya. Jika saja dirinya bisa seperti orang lain membenci orang yang sudah selalu membuatmu merasakan sakitnya kehidupan, membuatmu harus menjalani hari-hari bagaikan orang yang tak berharga, membuatmu tersiksa karna kesedihan dan keperihan yang membelenggu, tapi itu semua tidak bisa ia lakukan pada Yunho yang sudah dicintainya dengan segenap hati dan hidupnya.
Rasa cintanya yang besar dan luas bahkan mampu membutakan apa yang sudah dilakukan Yunho padanya, menghapus segala kenangan menyakitkan yang Yunho lakukan padanya, dan membuatnya lupa diri bahwa ia sejak awal sudah salah mencintai seorang yang bernama Yunho dalam hidupnya.
Seolah matanya sudah tertutup oleh kabut hitam yang tidak bisa melihat semua perlakuan-perlakuan kasar Yunho padanya, tidak bisa mendengar semua umpatan dan makian Yunho padanya, dan seolah tidak bisa merasakan aura kebencian Yunho padanya.
Jaejoong menggigit kuat bathrobe yang masih dipakainya, melampiaskan amarahnya, sakit hatinya, kesedihannya dan semua isi hatinya saat ini.
Mungkin ini sudah saatnya Jaejoong meghakhiri semua yang dipertahankannya, mengakhiri semua puncak dari kesabarannya yang sudah semakin menipis. Tak ada lagi yang diharapkan dari pernikahan yang hanya menyakitkan untuk kedua pihak dan tak ada lagi harapan untuknya memenangkan hati Yunho untuknya.
Jam menunjukkan pukul 3 pagi, Jaejoong baru saja selesai berganti pakaian dan selesai mengemas barang-barang yang akan dibawanya ke dalam koper sesaat setelah dirinya berhasil membangunkan adik satu-satunya dari suaminya itu dari tidur nyenyaknya. Tak banyak barang bawaannya, mengingat semua barang yang ada dimansion ini adalah milik Yunho.
Changmin melenguh dalam tidurnya, merasa terusik dengan deringan ponselnya yang terus mengeluarkan bunyi yang mengganggu tidurnya tanpa henti. Mengusak matanta asal, setengah sadar Changmin meraih ponsel yang ada disampingnya setelah meraba-raba kasurnya dan ia pun langsung menggesek tombol hijau yang tertera dilayar smartphonenya.
"Halloo ~~ mmmhh"
"Minnie-ah, bi--sa ka--u ke--mari se--gera, A--ku mem--butuh--kanmu", ucap Jaejoong yang berada di ujung line telepon Changmin dengan suara terbata-bata dan bisa terdengar jelas ditelinganya isak tangis yang ditahan Jaejoong saat ini, membuat mata bambinya membulat saat mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
FanfictionYunJae / Yaoi / Boy x Boy / Angst / Hurt / Mpreg/ Romance Bukankah akan sia-sia mencintai seseorang yang tak pernah menyadari, dan itu akan membuat hati kita begitu perih, seperti tersayat pisau karatan lalu menghujam perlahan di ulu hati yang terd...