[2] Lemah!

55 2 2
                                        

Patah hati saja.
Tak apa.
Setidaknya kamu tahu, kamu masih merasakan sesuatu.
--Meir--

"Kamu kenapa?" Aku menutup wajahku. Entah sejak kapan air mata ini mengalir. Dadaku sesak.

"Renha.." Ia menarik tanganku menjauhi wajah lusuhku, lalu dengan cepat mendekatkan wajahnya padaku.

"Hey.. tenanglah." Tubuhku didekapnya. Aku pasrah.

Aku bertengkar dengan pacarku, bukan hal baru memang, namun kali ini hatiku benar-benar hancur. Aku seakan dicampakkan, aku terabaikan. Aku benci itu. Aku benci..

Satu jam berlalu, aku masih duduk dikursi kantin. Kampus bagian FKIP nyaris kosong, menyisakan aku dan Ado.

"Ado.. thanks." Aku menatapnya lekat-lekat. Sungguh aku bersyukur mendapatinya hari ini.

"Lemah!" Ado mengolokku.

"Biarin."

"Kali ini aja kok. The last." Aku segera menambahkan, dengan maksud mempertahankan harga diriku. Ugg memalukan.

"Ia.. Lemah." Katanya lagi.

"Ia.. yang kuat." Aku menyenggol bahunya pelan.

"Aku udah putus." Ado menyandarkan tubuhnya pada dinding dibelakangnya.

"Hah? Yang benar?"

"Iya."

"Ikut-ikut."

"Kamu yang ikutan."

"Putus kenapa?"

"Kepo."

"Trus kamunya patah hati?"

"Ngaklah. Aku kan cool. Cowok cool ngak patah hati."

"Idih.. seriusan, patah hati ngak?"

"Ngaklah. Aku bukan kamu. LEMAH!."

"Bagus yah, ujung-ujungnya aku juga yang dikatain."

"Pulang yuk." Ado berdiri.

"Ih.. patah hati ngak? Jawab dulu.. baru pulang." Aku menariknya kembali duduk.

"Mau pulang ato aku tinggalin? Dah." Ado melangkah pergi.

"Menyebalkan!!" Aku membuntutinya.

Aku pasrah, karena begitulah dia. Tertutup, ditambah lagi tingkat menyebalkannya tak dapat ditandingi siapapun. Lengkaplah kepasrahanku.

"Ado.." aku merapatkan dudukku, agar suaraku dapat terdengar oleh sang pembonceng.

"Hm.." Ado menatapku dari kaca spion motornya.

"Kuliahmu aman?"

"Aman. Kamu?"

"Bagus. Aman juga dong."

          (Tak ada tanggapan.)

"Ado.. tadi kita rapat. Rapat untuk mabim. Bantu doa yah, biar berhasil kegiatannya."

"Hm.."

"Sabtu kamu sibuk ngak?"

"Kenapa?"

"Hari sabtu nanti kita mau buat usaha dana. Kamu harus ikut."

"Untuk mabim?"

"Ngak. Untuk uang angkatan. Kan mau buat jaket angkatan. Gimana sih."

"Iaia.. lihat saja. Sabtu... aku belum ada rencana mau ngapa-ngapain sih."

"Tapi kamu tahu kan? Kita mau buat jaket?" Aku meneriakinya.

"Tahu." Ia berbalik. Aku segera mengatur jarakku, karena sudah memasuki perumahanku.

Motor beat hitam milik Ado berhenti didepan rumahku, rumah bercat hijau itu terlihat sepi. Aku segera turun dari motor.

"Kamu jangan cengeng." Aku mengecilkan suaraku.

"Untuk?" Ado mengerutkan keningnya.

"Untuk titik kejatuhan kamu. Putus sama siapa namanya?" Aku menahan senyum.

"Kristin." Jawabnya dengan santai.

"Ia. Kristin. Jangan galau yah. Kalau galau juga jangan kelamaan loh." Ia tertawa.

"Iaia." Ado terlihat sangat tenang.

"Kamu yang jangan galau. Kamu yang baru habis putus." Ado menambahkan. Ia bahkan tertawa.

"Biarin."

"Makasih udah mau antarin aku. Love youlah." Aku menyaliminya. Ia tersenyum lebar.

"Aku balik yah?" Ado menatapku setelah memastikan rumahku benar-benar tidak berpenghuni. Maksudnya adalah agar Ado tak perlu menyapa orang rumah.

"Sip.. Hati-hati yah Pak." Aku tersenyum, menatapnya hingga hilang dibelokan pertama rumahku.

Benar yang orang bilang. Titik yang mengahancurkanmu tidak terasa, jika kamu tidak fokus pada titik itu, pada sakitnya. Maka aku melakukannya, melihat bahwa aku punya teman lain yang bisa mengisi hidupku, lalu mencoba menjadi bahagia.

Ruangan berukuran 4x4 itu cukup luas, bahkan setelah di tempati oleh sebuah meja belajar di sudut kamar, satu buah lemari, sebuah kaca berbentuk persegi panjang yang diletakkan berhadapan dengan lemari, satu buah tempat tidur tepat disamping meja belajar, dan seorang manusia pejuang kemerdekaan diatasnya. Kemerdekaan dari galau.

Hp bercasing putih milikku bergetar. Terlihat 3 pesan chat yang belum ku baca. Dengan malas aku mengambil hp.

Ado : Cengeng! Oii

Aku menscroll kebawah untuk melihat 2 pesan lain yang juga dari Ado.

Ado : ingat makan.

Malas, Ado. Aku malas makan.

Ado : Renha!

Kebiasaan. Chat ngak pake salam selamat pagi/siang/sore/malam dulu. Dasar gile.

Me : Selamat malam.
         Ia? Ia.

Sengaja aku mengiriminya salam, agar dia tahu cara chat yang benar itu gimana.

Me : Ado.. aku ditarik ulur deh kayaknya.

Ado : nangis kamu?

Me : ia...

Gumpalan demi gumpalan air mata melompat begitu saja dari tempatnya.

"Kamu bilang kamu sayang, tapi kamu cuekin aku. Kamu kenapa sih Ry. Kenapa jahat.." Aku mulai berkicau tak karuan.

Tak peduli lagi dengan kesombonganku. Tak peduli lagi dengan kata orang atau bahkan pada fokus bohonganku, aku hanya sedih. So let me.

Hello From Distance.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang