Aku akan menggenggam.
Tugasmu adalah jangan melepas.
--A--Melompat dari malam yang menegangkan, mereka beralih pada 14 Februari. Katanya ini adalah hari kasih sayang. Aku tak protes sedikit pun. Ya, aku hanya sedang tidak terusik dengan hal lain selain dia. Langit masih gelap, matahari masih terlelap. Udara sejuk mengisi paru-paru ku.
"Dingin?" Dia sedikit berbalik kepadaku.
"Tidak."
"Eh.. ia.. dingin." Dengan segera ku ganti jawabanku.
Jika aku menjawab tidak kedinginan, ia akan tahu aku berbohong. Tanganku yang ku letakkan di pinggangnya itu jelas bergetar."Pake jaketku." Ia mengambil ancang-ancang untuk membuka jaket biru gelapnya itu.
"Ngak usah. Kamu nanti dingin." Aku menolak dengan cepat. Dengan masih terus memandangi bagian belakang tubuhnya.
"Aku dingin." Katanya tiba-tiba.
Aku terdiam. Dahulu, saat kamu bilang kamu dingin, aku selalu mengulurkan tanganku. Menyapu bersih dinginmu dengan sekali pelukan hangat dari seorang teman. Tapi pagi ini tanganku meragu. jika aku mengingkari tanganku di perutmu, maka jelas ini akan jadi kegagalanku untuk berhenti merasa nyaman berlebihan.
"Dingin? Mau aku peluk?"
Uh.. Namun entah kenapa mengkhianati diriku sendiri rasanya lebih mudah.
"Mau." Jawabnya cepat tanpa menoleh.
Hangat.
"Masih dingin?"
"Ngak." Kali ini Ado menoleh. Menampilkan senyumnya yang tak pernah bosan ku lihat itu. Tanpa disuruh, aku ikut tersenyum, senyum yang nyaris tertawa. Benar-benar sudah gila aku ini.
"Na?" Ado melirikku dari kaca spion motornya.
"Ya?" Jawabku terbata-bata. Sungguh, aku bingung harus berucap apa. Aku hanya ingin diam.
"Kok diem? Masih ngantuk?" Ado sesekali melirikku.
"Ngak.."
"Ok.. Awas kerasukan, loh."
"Ngak, ah!"
Kembali sunyi. Ado kita kenapa sih? Aneh...
"Kamu biasanya lari dimana?" Aku basa-basi. Sungguh. Mencoba jadi diriku yang bawel, rese, yang ngomongnya ngak pake berhenti itu ternyata susah. Susah banget~
"Di lapangan dekat rumah."
"Hanya karena bareng kamu, jadi kita ke taman kota aja. Biar jarak ke rumah kamu lebih dekat." Tambahnya, karena aku hanya mengangguk-angguk.
Lima menit berlalu. Motor Ado sudah terparkir rapi di parkiran. Aku menebar pandangan ke sekitarku, masih sangat gelap, memang. Ku rasa aku bisa terjatuh tanpa berlari saking gelapnya tempat ini. Horor.
"Ngak buka?" Ado menatapku.
"Hah? Buka apaan?" Aku pangling. Aku bahkan tidak memperhatikannya sama sekali.
"Jaket." Ado menahan tawanya. Perlahan Ado membuka jaket biru gelapnya itu, melipatnya menjadi tiga bagian lalu menaruhnya di bagasi motornya.
"Dingin.. jadi kamu tetap pake aja. Kasihan." Ado mengelus kepalaku.
Jangan gitu napa? Bisa baperan semua cewe Ado.
"Eit." Ado yang berjalan didepanku tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Dan.. tentu saja aku korbannya. Tubuhku menubruk tubuh tingginya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello From Distance.
RomantizmJangan menghilang, agar tidak ada yang merasa kehilangan. Renha menatap layar handphonenya, kepada sebuah kalimat yang tertera disana. Hasil tulisan tangannya, perasaannya. Sebenarnya sulit, mencintai temanmu. Apalagi jika temanmu bukan teman biasa...