[1] Hari pertama

58 1 0
                                    

Mata kita mungkin bertemu.
Tapi tidak untuk sepikir, apalagi untuk sehati.
--M--

Usiaku 18 tahun saat itu. Aku ingat betul, aku mengenakan baju berwarna putih dan rok berwarna hijau tosca dengan panjangnya dibawah lututku. Mahasiswa baru yang teladan, bukan? Rambutku dibiarkan tergurai indah.
Hari itu adalah hari pertama kami mahasiswa baru bertemu. Mahasiswa dari berbagai suku, daerah, kepercayaan, dengan membawa kebiasaan bahkan bahasa yang berbeda pula, semuanya ada disini. Aku sangat bersemangat. Semuanya terlihat menikmati hari ini.
"Jadi alasan kalian masuk di fkip matematika ditulis juga dalam buku itu. Mengerti?" Senior menatap kami lekat-lekat.

"Mengerti kak." Para junior dengan cepat menjawab.

Aku blank. Aku bukan pecinta matematika jika dibanding 55 teman angkatanku ini. God, Sungguh aku merasa salah masuk jurusan.

"Rena." Seorang temanku menghampiriku.

"Ya?" Yang benar saja ? Namaku Renha! Bukan Rena. Namun tetap saja aku menyautnya.

"Namaku Deby. Kita buat buku perkenalannya sama-sama yah?" Ia tersenyum lagi.

"Ok." Aku tidak menolak. Karena sebenarnya aku memang butuh teman untuk itu.

"Apa yang kamu suka dari matematika?" Diam-diam aku mencoba mencari bantuan untuk menyusun alasanku sendiri.

"Aku suka saja. Matematika ilmu pasti. Aku tak perlu ragu jika ingin mengenalnya bukan."

Somebody kill me now. Jawabannya keren parah. Inilah bukti semua orang penuh persiapan dan aku? Im not. Aku yakin Deby pasti manusia alien lainnya setelah Ara. Kesamaan mereka adalah memakai kaca mata.

"Kalo aku, aku suka karena aku bisa." Ara mendekati kami. Ara memang sedikit arogan dibanding yang lain. Ya, setidaknya itu yang ku dengar. Kami satu sekolah di SMA, hanya saja tak pernah berniat saling kenal. Mungkin ini saatnya.

"Ara, kamu jalur SN?" Deby menggeser duduknya agar Deby bisa duduk disampingnya.

"Ia. Kamu jugakan?" Ara duduk. Deby mengangguk pelan.

"Kalian satu sekolah kan? Kalian dekat?" Deby bertanya lagi.

"Ia satu sekolah. Hanya ngak dekat. Paling tau aja kalo satu sekolah." Aku tersenyum.

"Kita satu sekolah juga sama Vito, Dika, Mona, Lisa, Tia hanya emang ngak dekat." Ara menambahkan.

"Oh gitu." Deby lagi-lagi mengangguk.

"Aku dan Tia temenan kok. Sahabatan malah." Aku tersenyum. Deby kembali mengangguk.

"Koordinator, ini nomorku." Ara menyodorkan sebuah kertas kecil kepada koordinator angkatan.

"Bisa tulis sendiri ngak? Please." Manusia itu meletakan kertas berisi beberapa baris dan kolom untuk mengisi data kami.

"Aku Deby, ini Ara, dan ini Rena. Tadi nama kamu siapa?" Deby mencoba bersikap baik.

" Adolf. Adolfa Kristanto."

"Kamu asal SMA mana?" Pandangannya berkeliaran, seakan tak betah dengan kami.

"Perlu aku jawab?" Ia menatap kami lekat-lekat. Aku terdiam, begitu juga dengan Ara dan Deby. Bahkan Ara yang judes itu terlihat kagum.

"SMA 4. Thanks." Dengan cepat ia mengambil lembaran pentingnya itu dan beranjak mengedarkan kepada yang lain.

Menyebalkan. Rasanya ingin ku lempari koordinator itu. Disini kok banyak orang sombong yah? Aku kesal sendiri memikirkan manusia menyebalkan itu.

Aku membuka halaman demi halaman data diri teman-temanku, ingin melihat asal-usul manusia menyebalkan tadi.
Nama : Adolfa Kristanto.
Asal sekolah : SMAN 4
TL :  14 September 1998.
Jenis kelamin: laki-laki.
Hobby : sepak bola.

Jika kalian bertanya, siapa prianya dalam cerita ini, maka itulah dia. Manusia pengundang kekesalan, bahkan diawal pertemuan kami. Dia, Adolfa Kristanto.

Hello From Distance.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang