#7

171 21 0
                                    

Baek Ma Ri datang. Berdiri diantara aku dan Taehyung, dan lagi lagi dia mengecup pipi kanan sahabat ku.

"Aku kekasihnya, " ujarnya sambil bergelayut manja dileher Taehyung yang tengah memutar bola mata.

Ku dengar Seulgi mendesis seperti merasa jijik dengan apa yang ia lihat di depan nya. Aku pun begitu. Terlihat menggelikan dan aku tau aku merasa bosan karena selalu melihat adegan yang sama setiap harinya.

Aku pernah mengatakan pada Taehyung untuk mencari gadis lain yang jauh lebih baik dari pada wanita itu, tapi Taehyung bilang ia tidak bisa mencari yang lain–yang bisa menjadi pelampiasannya selain Ma Ri. Tentu, mana ada seorang wanita yang bertahan saat lelakinya mengatakan cinta untuk gadis lain. Mana ada seorang wanita yang mampu bertahan saat lelakinya mendesah atas nama gadis lain saat mereka tengah bercinta. Itu yang Taehyung katakan padaku, aku jadi sedikit merasa kasihan padanya karena bagaimana pun aku adalah seorang wanita. Jika aku yang berada diposisinya, mungkin aku tak bisa bertahan lebih lama.

"Halo, Jeon Jungkook. Aku Baek Ma Ri kekasih Kim Taehyung. "

Jungkook hanya mengangguk acuh kemudian mengabaikannya dengan tersenyum padaku. Gadis itu lantas pergi menarik Taehyung tanpa mengatakan apapun. Aku menghela napas. Suasana tiba-tiba hening, seulgi tengah sibuk dengan tteokbokki-nya yang baru saja datang. Jungkook entah mengapa hanya menunduk sambil mengaduk minumannya dan yang ku lakukan adalah menatap mereka bergantian.

Aku kembali terkagum akan pahatan manusia didepan ku, wajahnya adalah perpaduan yang sempurna, mata bulat dengan hidung besar, rahangnya terlihat tajam juga tegas dan–tunggu, lelaki tampan ini memiliki gigi kelinci. Mengingatkan ku akan seseorang.

Seseorang?

Aku tak ingat. Mungkin teman teman ku saat sekolah dasar dulu.

Kesan pertama saat dikafe kurasa sangat buruk, tapi ia membuatnya seakan lebih menarik. Jungkook lelaki baik, dilihat bagaimana caranya bersikap manis dan lembut secara bersamaan selalu membuat ku berdebar. Meski aku tak yakin ia memiliki otak yang sama seperti lelaki lain atau tidak–maksud ku, berfikir tentang nafsu pada seorang wanita, karena seingat ku ia pernah bercerita perihal kepindahannya dari Amerika dan yang ku tau Amerika sangat–ya, kalian tau sex adalah hal yang lumrah bagi mereka.

Jungkook kembali mentap ku, "Haruskah kita pulang bersama? Aku belum menyapa kakak mu malam itu. "

"Bukan hal buruk, " aku mengangguk. Darah ku mendesir, ku pikir ia telah melakukan kejahatan dengan menatap ku menggunakan mata tajam nya dan lagi, senyum nya tak pernah pudar. Tak beralih sedikitpun dari kedua hazel ku. Hingga berefek pada jantung dan pernafasan ku, ini hebat. Ada sesuatu yang terasa aneh didada ku. Dia orang asing yang terlalu cepat masuk dalam pikiran ku. Memang, ini kedua kalinya. Tapi menurut ku ini adalah yang pertama, karena aku baru saja mengetahui namanya.

Jeon Jungkook.

***

"Bukan kah seharusnya kau mengantarkan ku pulang? "

"Ya, tapi setelah menemani ku makan. "

Aku memutar mata, lantas tersenyum tipis diam-diam. Manakala tangan kanannya bertengger ringan disebelah pundak ku, rangkulan kecil yang terasa diantara pundak dan punggung yang entah sedikit berefek pada frekuensi detak jantung ku sekarang. Belum lama, selepas bel pulang sekolah berbunyi, lelaki Jeon itu sudah berdiri dikoridor depan kelas ku. Berdiri menyender pada tembok tanpa jas almamaternya.

Kadang seseorang memang akan benar-benar menepati janjinya dengan senang hati. Seperti Jeon Jungkook, ku kira apa yang ia ucapkan hanya sekedar bualan basa basi. Walau aku mengiyakan, awalnya aku tak menganggap hal itu serius sedikit pun. Namun melihat Jungkook yang sangat antusias dan dengan senyuman cerianya. Lantas mau tak mau aku harus ikut menepati janji ku yang sudah ia buat.

Sampai pada mobil mewah yang kutumpangi. Lantas dimanjakan dengan suaranya yang membuat ku tersipu. Pasalnya yang ku tau, kami–aku dan Jeon Jungkook–bukan sepasang kekasih ataupun sekedar kawan yang berteman lama. Dia, lelaki asing yang belum lama mengenalkan namanya padaku. Masih penuh dengan pikiran yang mengusai imajinasi ku, aku pikir hanya sekedar mengantarkan pulang kemudian kembali seperti semula. Atau mungkin, sedikit basa basi untuk mengajaknya berkenalan dengan Jimin.

"Bagaimana dengan coklat panas? "

Aku terhenyak, kembali tersadar dalam posisi ku yang tengah duduk berhadapan dengan lelaki tampan dimeja ujung dekat kaca didalam restoran pinggir jalan yang sedikit bergaya Barat terkesan tenang dan elegan.

Aku mengangguk.

"Aku hanya mengenalmu disini. Jadi aku akan terus bersama mu. "

"Disini? ... Tunggu, apa? ... Kau penguntit? "

Jungkook tertawa pelan, kemudian mengigit bibir bawahnya seraya menahan senyum. Aku sungguh dilanda kebingungan, mencari dimana letak ucapan ku yang terdengar melucu. Sekitar tiga detik waktu ku berlalu menunggu kalimat yang sudah seharusnya ia keluarkan. Lalu, kenapa ia bersikap seolah mengenalku sangat lama. Tidak kah ia merasa canggung atau setidaknya bersikap sedikit saja lebih tertutup atau mungkin bertanya apakah aku nyaman atau tidak atas tindakannya, meski nanti yang terlontar adalah 'tentu, aku nyaman'.

"Harus kah kau menjadi kekasih ku? Aku juga belum memiliki pasangan. "

Creepy.

Membuat ku tiba tiba tertawa dengan degupan jantung yang tak normal. Aku tau itu hanya sekedar lelucon. Tapi sepertinya hati ku merespon sangat kuat.

"Sekarang kau menawarkan dirimu, Jeon Jungkook? Oh ayolah, seharusnya kau–"

"Aku hanya bercanda Park Young Jo, " lelaki didepan ku ini lantas terkekeh seraya jemarinya mengusak poni.

"Tapi kau sangat menyebalkan, Jeon. Lalu, Kenapa hanya mengenal ku? Tidak ada yang mau berteman dengan mu, huh? Tidak mungkin. "

Aku tak langsung mendapat balasan, karena seorang pelayan datang membawa nampan. Menyajikan menu yang sudah Jungkook pilih untuk mengisi perutnya dan juga aku. Bukan makanan berat, kurasa ini tak lebih dari sebuah cemilan. Ia bahkan memilih makanan tanpa persetujuan ku, tanpa tau aku penikmat manis atau bukan.

"Aku tidak ingin berteman bersama mereka, karena aku hanya ingin mengenal mu. Kau tau, sebenarnya kau orang pertama yang berbicara dengan ku saat aku datang ke Korea. "

Aku mengangguk lantas menggeleng kemudian memincing menatapnya tak percaya, "dan sekarang kau adalah murid baru disekolah ku, bagaimana bisa kau tau sekolah ku? kau menguntit ku ya? "

Jungkook membulatkan matanya lalu mengedip dua kali, "apa? "

"Aku tak percaya, Jeon Jungkook, kau benar-benar penguntit."

Ia menaikkan alisnya. Berdehem pelan sebelum berkata, "itu hanya kebetulan, sungguh. Sepertinya takdir akan selalu mempertemukan kita. "

Aku malas menanggapi, jika harus aku mengulang dan menyusunnya berurutan mungkin itu terdengar layaknya bualan yang berlebihan. Kebetulan dan takdir, bisa semudah itu ya. Tapi sungguh, sebenarnya tak masalah untuk ku []…

I Choose You [JK][M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang