#17

118 18 1
                                    

Malam singkat yang penuh dengan gelora, kami tidur bersama. Dalam satu kamar, juga satu ranjang. Aku tak mempersalahkan itu, hanya saja bermasalah pada jantung ku yang kian semakin cepat memompa darah sampai sulit sekali rasanya memejamkan mata. Malam tadi, aku mendapat sebuah layanan spesial darinya. Kenikmatan dari satu buah lagu penghantar tidur ku hingga kealam mimpi yang begitu indah. Alunan lagu tanpa musik pengiring yang bisa bisanya menggetarkan saraf seluruh tubuhku. Malam yang begitu indah.

Pagi ini, ku harap tak bertemu siapapun didalam rumah. Kendati demikian, kenyataan hari minggu tak bisa kupungkiri. Jimin tentu dirumah, bahkan mungkin bisa jadi ibu sudah pulang.

Aku mendesah gusar setelah mendapat sebuah telepon dari ayah untuk segera pulang. Itu artinya, semua orang memang dirumah. Sangat jelas jika hari ini akan menjadi hari panjang dengan sedikit perdebatan. Tentu saja, karena mereka pulang dan pastinya tak mendapati ku dikamar.

"Kita sudah sampai, Young. "

Tak sadar sampai Jungkook membukakan pintu mobil untukku, dan aku bergegas keluar juga tak lupa mengucapkan terimakasih.

Jungkook melirik pada garasi rumahku, ketiganya terisi penuh dengan mobil yang berbeda. Ia menatap tepat pada sebuah mobil yang memang jarang terparkir disana, kemudian mengalihkan pandang pada ku yang masih termangu.

"Orang tua mu pulang? " aku mengangguk sesaat sebelum Jungkook melanjutkan, "Aku harap kau mau mempersilahkan ku untuk masuk dan meminta maaf pada ayah mu. "

Hanya jika ku pikir itu adalah sebuah pernyataan yang memang harus ku setujui, namun tidak, Aku berpikir sejenak sebelum mengangguk pelan karena sedikit ragu. Kemudian melangkah menuju pintu utama dengan Jungkook yang berjalan mengikuti ku.

Aku berseru setelah berhasil mendorong dua pintu kayu ukiran yang amat lebar lantas mempersilahkannya untuk masuk.

Ibu datang setengah berlari. Aku yakin wanita paruh baya yang masih amat cantik ini meninggalkan acara memasaknya untuk datang menyambutku. Ia masih mengenakan celemek bahkan dengan tangan yang penuh dengan adonan tepung dimana mana, "Oh, sayang. Kemana saja kau, kenapa tak izin dulu jika ingin menginap. Ibu mengkhawatirkan mu. "

Aku tersenyum, lagi pula apalagi yang bisa ku lakukan selain tersenyum dan meminta maaf.

"Bibi, maafkan aku. Ini salah ku, kemarin aku mengajaknya makan malam dan lupa mengantarkannya pulang hingga malam sangat larut jadi aku memintanya untuk tetap tinggal. Ku pikir bibi dan paman tidak ada dirumah jadi hyung ku meminta ijin pada kakak Young Jo dan–"

Hening saat itu, berselang hingga dua menit. Jungkook berhenti bicara, aku juga bingung apa yang terjadi. Kemudian pada detik berikutnya, ia menatap ku tak mengerti saat pandangannya jatuh pada ibuku yang tengah memperhatikannya tanpa mengatakan apa pun. Tak tersirat kemarahan bahkan rasa kesal, yang ada hanya seperti pandangan kagum saat kau melihat seseorang pertama kali.

Aku rasa Jungkook kebingungan, ia bahkan sampai kembali membungkuk, "Maafkan aku, bibi. Kau boleh memarahiku."

Kenapa lucu sekali sih.

Ibu menggeleng, menatap ku sekilas sebelum bergerak mendekati Jungkook yang tengah berdiri disebelah ku.

"Ya tuhan! Kenapa kau tampan sekali, nak? "

Aku terkejut, tentu saja. Ku pikir ia akan mengomel barang sedikit saja, setidaknya mengatakan bahwa perbuatannya salah atau jangan mengulangi ini lagi atau semacamnya. Namun tidak, aku dibuat melongo atas pertanyaan yang ibu ajukan pada Jungkook.

Lelaki itu kemudian kembali berdiri tegak dengan senyum yang merekah bahkan sampai gigi kelincinya tampak membuat ku gemas sendiri. Mungkin ku pikir ia merasa senang setelah dipuji.

"Siapa namamu, tampan? "

"Jungkook! Nama ku Jeon Jungkook, bibi Park."

Ibu ku mengangguk lagi, kini ada sedikit tawa yang terselip melihat betapa gemasnya Jeon Jungkook memperkenalkan diri. Kendati aku pun tak sanggup untuk menahan senyum, jauh didalam sana aku melihat sesuatu yang baru darinya.

"Ah, tidak tidak, Panggil aku Mama. Kau mengerti, tampan? Ah, kau temannya atau kekasihnya? "

Aku terlonjak manakala ibu menunjuk ku dengan sirat mata yang menggoda, ditambah Jungkook yang menatap ku seperti 'haruskah aku mengatakannya?'.

"Aku kekasihnya eum, Mama. "

Keterlaluan, pipi ku tiba-tiba panas dan merona. Mata ibu ku berbinar, Jungkook tersenyum senang, sedang aku langsung berlari menaiki tangga menuju kamar ku. Mereka benar-benar berencana menggodaku ya, dasar menyebalkan.

Samar-samar aku masih dapat menangkap perbincangan mereka yang kelewat akrab sampai tak jarang aku mendengar suara tawa dari ibu hingga menggema kelantai atas. Mungkin membiarkan keduanya dalam waktu lebih lama tak masalah untuk ku, aku perlu mandi, perlu mengganti baju dan lainnya yang perlu ku lakukan.

Akan tetapi, manakala ku lihat pintu kamar Jimin terbuka, sesosok pria yang tak ingin ku lihat kini tengah berdiri membelakangi ku, lebih tepatnya tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon yang ia genggam ditelinga kiri, sedang Jimin tiba-tiba berada disamping ku yang lagi-lagi memegang secangkir coklat panas.

"Yang dibawah itu pacar mu? " Jimin menunjuk pada lantai bawah dengan dagunya, mereka berada didapur dangan Jungkook yang sibuk menghias cake disamping ibu.

Aku mengangguk mengiyakan, lagipula Jungkook memang kekasihku jadi apa salahnya.

"Aku baru tau bocah itu adalah adik dari sahabat ku, jika aku mengatakan bahwa ia bukan lelaki baik untuk adikku. Kau mau menjauhinya? "

Aku mengernyit tak faham, tentang apa yang tengah kakak ku bicarakan dengan rahangnya yang sedikit mengeras seraya menatap tajam. Kendati berkata tidak, tentu ia tak akan diam begitu saja. Dari balik susunan kalimat yang masih terdengar biasa namun berhasil memutar pikiran ku hingga bekerja lebih keras dari sebelumnya.

Aku tau lelaki buruk yang Jimin bicarakan adalah kekasih ku. Jeon Jungkook.

"Aku tak mengerti, kau bahkan tak mengenal Jeon Jungkook, kau hanya mengenal kakaknya bukan? Ku mohon, jangan menyimpulkan persepsi yang bahkan kau sendiri tak tau apa-apa. Kau selalu seperti ini saat lelaki dekat dengan ku, aku muak, berhenti menyuruh ku untuk menjauhi kebahagiaan ku sendiri, kau hanya perlu diam dan jalani peran mu sebagai kakak ku, Park Jimin. "

Ia berdecih tak senang, tak ingin menjadi pihak yang mengalah barang sedikit saja. Kakak ku yang keras kepala, aku benci itu.

"Dengar, aku tak peduli apa yang kau katakan. Kali ini kau hanya perlu percaya pada ku dan jauhi Jeon Jungkook. "

Aku kesal bukan main. Sampai mata ku tak sengaja melirik kedalam ruangan di sebelah kamar ku. Didalam sana, Kim Taehyung tengah berdiri tak jauh didepan ku, kini lelaki itu tak lagi sibuk dengan ponselnya, hanya menatap hingga bertemu pandang bersama netra ku dan mungkin mencerna segala yang ku katakan beberapa waktu lalu.

Aku berdehem, mengembalikan atensi sepenuhnya pada kehadiran Jimin yang masih berada didepan ku. Berujar sepelan mungkin, "Dan aku pun sama, jim. Tak peduli dengan apa yang kau katakan, " kemudian berbalik menuju pintu kamar.

Namun, sebelum berhasil mendorong pintu untuk terbuka lebih lebar, Jimin kembali berbisik. Masih sangat jelas sampai membuat ku beku bersama degupan jantung yang kian lebih cepat.

"Bagaimana jika aku mengatakan bahwa ia adalah seorang pecandu alkohol atau bahkan seorang maniak sex? "[]…

I Choose You [JK][M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang