#22

233 26 4
                                    

Sepekan setelah perbincangan aneh yang amat tak singkat dicafe waktu itu. Aku semakin buruk untuk sebuah puzzle, memangnya siapa yang harus ku tanyai jika mereka saling melempar tak mau memberi jalan keluar.

Dua hari terakhir Jungkook jadi jarang menghubungi ku, tak masalah, ku dengar ia dalam masa pembelajaran bisnisnya bersama Namjoon. Walau sekedar saling mengingatkan saat waktu makan, ku rasa itu sudah cukup. Itu artinya, ia mengingatku. Jadi, bukan masalah besar.

Pun perbincangan mengenai perjodohan ku dengan lelaki kemarin, sudah sedikit tenggelam, ayah tak lagi mempedulikan rengekan yang keluar dari bibir ku tepat setiap meja makan tersaji berbagai menu dari juru masak andalan keluarga kami, itu artinya aku akan merengek setiap tiga kali dalam sehari. Aku tak tau hal macam apa yang mereka rencanakan dibelakang ku, tidak mengatakan akan berlanjut, tidak juga dibatalkan. Akan tetapi manakala Kim Taehyung mengetuk pintu lantas disambut oleh senyum cerah ayah ku dengan embel "calon menantu kesayangan" , dunia ku kembali runtuh. Seperti tak ada harapan untuk esok.

"kau tidak ambil beasiswa mu, dear? "

Langit gelap, namun tak terlalu malam. Kini ibu tengah bersandar memangku majalah favoritnya. Memang menyenangkan saat kerjaan mu hanya menunggu waktu karena tengah bebas dari penjara mengerikan-sekolah beserta tugasnya. Kemudian untuk masalah beasiswa impian ku, tentu saja rasanya senang sekali, tapi masih banyak yang perlu ku pikirkan. Mungkin dalam satu atau dua minggu aku akan memikirkannya dengan benar.

"aku tidak tau, bu. "

Ibu melirik sebentar sebelum kembali pada bukunya, "akhir-akhir ini kau makan sangat sedikit, apa ada masalah yang kau simpan sendiri? "

Netraku beralihkan atensi sepenuhnya pada televisi, tak ingin terlihat kacau atau penuh beban dimatanya, ibu ku memang terbaik dari apapun. Ia milikku yang bahkan tak ingin ku bagi secuilpun dengan Jimin.

"aku hanya memikirkan sesuatu-

Y-yang tak penting. "

Ujar ku terputus, sedikit ragu berusaha tersenyum meyakinkan.

"kalau tidak penting, kenapa masih dipikirkan memangnya. "

Aku jadi tersenyum canggung, tadinya mau sedikit berbohong biar ibu tidak bertanya lagi. Tapi aku tak masuk akal, huh payah.

"masalah dengan kekasih mu yang tampan itu ya? Ibu tau kok, si tampan juga jadi jarang kemari. Kalau ada apa-apa cerita saja, sayang. "

Ibu pandai sekali membuat pipi ku merona, sama seperti Jungkook. Bikin malu saja.

Tadinya, aku siap meluncur dengan pembelaan diri, bersamaan dengan ponsel ku yang bergetar diatas meja. Seseorang yang tengah dibicarakan menelfon dengan sangat tidak wajar. Pasalnya, pagi tadi Jungkook bilang akan sangat sibuk jadi tak akan ada waktu untuk menghubungi waktu malam.

Aku menjawab detik itu juga, berusaha setenang mungkin untuk menyembunyikan rona pipi ku didepan ibu. Walau jarak duduk kami yang terbentang lumayan jauh, namun bisa jadi kemungkinan ia akan mendengar perbincangan kami.

Lima menit berlalu, habis ku gunakan untuk menyimak seseorang disebrang sana-yang nyatanya bukanlah Jungkook, sampai-sampai jari jemari ku terasa dingin karena bergetar ketakutan. Ibu memandangi ku tak mengerti, sedang aku buru-buru mengayun tungkai, menyambar mantel dan kunci mobil lantas berlari begitu saja tanpa mendengar teriakannya.

***

Biasanya, yang ku tau dari cerita atau drama yang ku tonton, bar akan sangat padat dimalam hari. Penuh akan pasangan yang bercumbu disetiap sudut ruangan. Berbeda dengan yang kulihat sekarang, hanya ada beberapa orang dengan setelan resmi ditemani beberapa wanita disisi kanan atau kiri mereka, lebih terlihat seperti sibuk dengan perbincangan. Ah, bagaimana dengan club? Ya ampun, cukup, aku tak mengerti hal seperti itu. Bahkan musiknya sedikit lebih tenang, tak segaduh pada umumnya, maybe.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Choose You [JK][M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang