#18

119 12 3
                                    

Rinai pagi sedikit mengusik kegiatan mimpi ku, juga tak ada titik sinar dipagi ini. Udara kian menusuk hingga ke pori sampai mengharuskanku memeluk erat tebalnya pakaian yang tak bercelah.

Tak ada yang berubah sih, selain rasa kasih yang semakin menebal. Setelah perdebatan beberapa minggu pagi yang lalu, aku tak menggubris sedikit pun perkataan Jimin yang hampir menamparku kala itu. Dan malamnya, ketika aku mati-matian menahan tangis yang entah mengapa tak bisa ku lampiaskan, keluarga Kim datang berkunjung dengan label makan malam dikediaman keluargaku.

Mereka berpakaian sangat rapih, juga keluargaku. Bahkan bersamaan dengan senyum ceria yang saling bersahabat diantara mereka. Sedang aku, kakakku dan anak lelaki keluarga Kim, terlalu tak acuh. Tak ada yang bertergur sapa kecuali Kim Taehyung yang sesekali melirikku saat kegiatan makan berlangsung. Menyebalkan memang. Kalau boleh, ingin ku tusuk pakai sumpit saat itu juga. Sialan sekali.

Sungguh, kini aku berpikir bahwa aku memang benar-benar kehilangan sahabatku. Dia pergi. Tak lagi pernah tersenyum didepanku.

Aku kehilangan sahabatku–untuk kedua kalinya. Maybe.

Karena pernah satu hari, aku yang masih senang bermain ayunan disekitar taman, dengan sangat berani menjalin sebuah pertemanan dengan seorang laki-laki kecil yang tak memiliki seorang pun teman.

Setiap sore aku akan datang ke taman dekat rumah, kemudian kami akan bermain walau hanya aku, sedangkan ia berdiam diri, mungkin memainkan rubiknya. Teman ku itu jago sekali loh, setiap hari bawa rubik yang berbeda, katanya sih kakaknya selalu bawa rubik setiap pulang kerja. Enak sekali. Tapi aku tetap merasa senang kok.

Dan sekitar dua bulan diriku berhasil membuatnya tertawa, meski cuma beberapa detik sih. Dia itu keras kepala sekali asal kalian tau. Sudah ku bilang untuk tersenyum tapi tetap diam. Ingin mencubit rasanya, pipinya juga bulat, seperti roti yang ibu beli untuk Jimin.

Jadi, mulai saat itu, setiap sore aku selalu menunggunya datang, namun setelah melihat tawanya hari lalu, ia tak lagi pernah datang menemui ku. Tak apa, saat itu ku kira ia sedang sakit atau mungkin pergi kerumah neneknya. Dan besok nya aku datang lagi, duduk pada ayunan merah untuk menunggunya. Namun ia tetap tidak datang. Aku mulai gelisah, namun tidak papa, sepertinya ia tengah berlibur pikir ku. Dan hari berikutnya lagi aku datang dan ia tetap tidak datang, aku jadi berpikir apa aku memiliki sebuah dosa hingga ia tak mau lagi berteman dengan ku.

Dan pada hari hari berikutnya aku selalu datang dengan penuh harapan. Kemudian tepat setelah aku menunggu untuk kesekian kalinya, tangis ku benar-benar pecah. Aku yang belum mengerti apa-apa sangat merasa sedih. Aku kehilangan temanku, dia pergi dan tak mau bersama ku lagi. Sampai-sampai Jimin selalu memelukku dan berkata bahwa teman laki-lakiku sepertinya tengah menyiapkan kejutan jadi aku harus menunggu dan tidak boleh menangis. Dasar Jimin bodoh. Kemudian setelah beberapa bulan, aku menyadarinya, seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidup ku, dan nyatanya aku kehilangan seseorang yang kucintai.

Namun, tak lama setelahnya Taehyung datang, ku pikir tak masalah, dia akan menjadi teman baru ku.

Dan kini, aku kembali merasakannya. Kehilangan. Taehyung tak lagi sama, akan tetapi Jungkook datang. Mungkin, ku pikir tak masalah, lagi.

Kelulusan sekolah ku semakin dekat, ujian akhir sudah terlewat beberapa hari lalu. Bukan perasaan lega atau semacamnya yang ku dapat, hanya sebuah kebimbangan seperti rasa ingin berontak yang amat sulit ku kendalikan.

Mereka telah selesai berbincang perjodohan tanpa perlu opini dari ku, aku tak mengerti lagi. Kuno. Aku benci mereka yang tak peduli akan diriku. Aku bahkan lebih benci pada Kim Taehyung yang hanya diam tak mengatakan apapun. Tak berguna sama sekali. Mati saja kau Kim.

I Choose You [JK][M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang