Part 2 : Penolakan

127 14 1
                                    

Shafiya sudah berada di lapangan basket indoor, ia sedang menunggu Dikta untuk bimbingan. Shafiya sudah memberi tahu Dikta kemarin bahwa hari ini mereka akan bimbingan sepulang sekolah. Tapi sudah 15 menit menunggu Dikta tak kunjung datang.

Sambil menunggu, Shafiya mengerjakan soal-soal yang ada di buku paket. Sebenarnya dia merasa bosan menunggu Dikta, ia mau pulang tapi takut nanti tiba-tiba Dikta mencarinya lalu tidak ada dan di aduin ke bu Dina kalau Shafiya malas-malasan menjadi guru bimbingan nya.

Sudah 30 menit menunggu tapi belum terlihat juga batang hidungnya seorang Dikta Melvano.

"Kemana sih nih orang lama banget" gerutu Shafiya.

"Apa jangan-jangan Dikta lupa kalau hari ini bimbingan".

"Atau telfon aja kali ya?" Shafiya ber monolog.

Kemarin bu Dina memberikan nomor telfon Dikta dan alamat rumah Dikta kepada Shafiya, untuk jaga-jaga kalau seandainya nanti Dikta tidak mau bimbingan seperti sekarang ini.

"Yaudah lah telfon aja dari pada aku nunggu lama,"

Shafiya mencari kontak Dikta lalu menekan tombol memanggil.

****
Ashilla sedang berada di taman dekat komplek rumah nya bersama dengan Dikta. Tadi Dikta mengajak nya pulang bareng karena ada hal yang ingin di bicarakan, Ashilla pun mengiyakan karena tadi Shafiya tidak ikut pulang bersama karena ada bimbingan dengan temen nya dan bang Tama tidak bisa jemput karena ada kelas.

Ashilla berjalan mendahului Dikta, duduk di bangku taman dekat pinggir danau dibawah pohon rindang. Ini sangat damai.

Dikta menyusul Shilla lalu duduk di sebelah Shilla.

"Lo mau ngomong apa?" Tanya Shilla to the point karena dia ga suka basa basi.

Dikta memutar posisi duduk nya 90° agar bisa lebih leluasa menatap Ashilla. Dikta  memegang kedua tangan Shilla sontak membuat Shilla reflek menatap tangan nya lalu beralih menatap mata Dikta yang masih menatap nya.

"Shill gue ga tau harus mulai dari mana" Dikta mulai bicara.

Shilla diam tidak merespon, dia masih fokus menatap wajah Dikta yang hampir mendekati sempurna itu.

"Gue tau Shill lo cuma nganggap gue sebagai sahabat lo aja tapi gue gatau perasaan ini tumbuh sejak kapan. Yang jelas gue suka sama lo Shill"

Shilla menerjapkan matanya tidak percaya, baru saja Dikta mengungkapkan perasaan nya. Jantung Shilla berdebar hebat.

"Lo mau kan jadi pacar gue?" Tanya Dikta.

Shilla diam bingung ingin menjawab apa. Perasaannya mulai aneh antara menjawab iya atau tidak.

"Ke..kenapa lo suka sama gue?" Pernyataan Dikta tadi membuat Shilla terkejut hingga gugup

"Apa suka sama lo harus memiliki alasan?"

"E..ngga juga sih, tapi aneh aja kalo tiba-tiba lo suka sama gue" Shilla masih sangat gugup

"Gue suka sama lo udah lama Shill, sejak pertama kali kita satu kelas. Lo beda Shill" ujar Dikta

"Tapi kita sahabat Dikta, lo tau kan kalau seandainya ada perasaan diantara kita semuanya akan berubah Ta" Shilla sudah merasa tidak gugup detak jantungnya pun sudah kembali seperti semula

"Gue tau itu, tapi gue siap nerima konsekuensi nya"

"Lo siap tapi gue gak siap" melepaskan tangan nya tari genggaman Dikta

"Apa yang bikin lo ga siap? Kita bisa kayak Marisa dan Radit mereka awalnya sahabat dan sekarang pacaran. Hubungan mereka juga awet-awet aja kan"

"Lo gak ngerti Ta"

My TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang