Drama banget si hidup gue, udah kaya sinetron. lama-lama gue bisa jadi penulis skenario buat drama nih, ceritanya berdasarkan kisah hidup gue sendiri.
Ini juga Guanlin gak jelas banget anjing, kenapa dia bisa ada disini sih?! Rasanya pengen banget gue pukul, tapi yah gue sedikit bersyukur sih sama kehadiran Guanlin. Dalam sekejab mata Sejeong yang mau menampar gue jadi terdiam kaku dengan tangannya sedang dicengkram oleh Guanlin.
Sedangkan Mina dan Elkie langsung melepaskan cengkramannya dari gue, setelah gue udah bebas dari cengkraman dua dayang-dayang Sejeong gue segera memberi mereka berdua satu pukulan ke wajah sok berkuasa milik Mina dan Elkie. Rasanya puas banget bisa memukul wajah mereka itu.
Gue kelewatan? persetan, mereka menyebalkan.
Cuma karena masalah sepele aja mereka sampai ngelakuin hal sampah kaya gini, kalimat women support women tuh cuma omong kosong belaka. Bangsat.
"Makan tuh beachy!" maki gue dengan halus.
"Lo-"
"Apa Lo?!" bentak gue memotong ucapan Mina.
Kini gue beralih ke Guanlin yang masih berhadapan dengan Sejeong. Gue lihat mata Sejeong bergetar karena kehadiran Guanlin. Apalagi Guanlin secara langsung melihat kelakuan buruknya yang selama ini dia tutupin.
"Li-lin k-kamu jangan salah sangka. A-aku cuma ngebela diri! dia duluan yang cari masalah sama aku!" Bela Sejeong dengan mata yang berkaca-kaca.
Cih, drama queen.
"Heh kurap, dari awal lo duluan yah yang cari masalah sama gue! Jangan playing victim deh!" Omel gue geram, tangan gue terangkat menyibak rambut pendek gue sendiri. Entah kenapa hawanya jadi panas gini.
Gue menatap orang-orang dihadapan gue ini dengan tatapan tajam, terutama Sejeong dan Guanlin.
"Bisa ga sih gausah cari gara-gara terus sama gue? Gue tekankan kalau gue ga ada niatan buat ambil cowok lo itu!" Gue menyebut kata 'cowok lo' sambil melirik Guanlin sinis.
"Oleh karena itu jangan ganggu gue lagi. Bangsat!" Maki gue lalu berjalan pergi meninggalkan manusia-manusia resek itu.
Gue berjalan menuju kasir untuk membayar semua buku-buku komik yang gue beli. Setelah itu gue segera berjalan cepat menuju cafe tempat Abang gue berkumpul.
Sayangnya langkah kaki gue terhenti begitu ada yang memeluk gue dari belakang.
Aroma khas yang sangat gue kenal langsung menguar memenuhi indera penciuman gue.
"Lepas!" Bentak gue keras hingga beberapa pengunjung Mall berbisik memperhatikan gue dan Guanlin.
"Maafin gue," bisik Guanlin mengabaikan bentakan gue. Lengan kekarnya melingkari pundak gue dengan erat, dagu cowok tinggi ini diletakan diatas puncak kepala gue.
"Gue bilang lepasin, Lai Guanlin!"
"Gak akan gue lepas sebelum lo maafin gue."
Ah si tiang ini! Kenapa nyebelin banget sih!
Gue mencubit lengan laki-laki tinggi ini kuat-kuat. Gue bergerak gelisah didalam dekapan erat Guanlin, di dalam hati gue mengumpati Guanlin dengan berbagai macam bahasa.
Aish, gue jadi bahan tontonan oleh orang-orang yang lewat.
"Oke! Gue maafin! Cepet lepasin!" Pekik gue kesal.
Pelukan Guanlin segera terurai, dengan gerakan cepat dia membalik badan gue agar berdiri menghadapnya. Gue menatap Guanlin dengan alis tertekuk ga suka, sedangkan Guanlin dia tersenyum sumringah lalu tanpa aba-aba memberi kecupan diseluruh wajah gue berkali-kali.
"Makasih banget!"
"Lo?! Jangan cium-cium gue!"
Gue memberikan satu pukulan di pundak Guanlin dengan kencang untuk menyalurkan rasa kesal gue. setelah itu gue berjalan lebih dulu meninggalkan Guanlin yang masih tersenyum-senyum kaya orang gila.
"Riii! tungguin dong! pulang bareng!"
Guanlin berjalan menyusul gue, langkah kakinya yang lebar tentu dapat menyusul gue dengan mudah, lengan berisinya merangkul pundak gue akrab.
"Ayo pulang sama gue," ajak Guanlin semangat.
"Hah?-"
Belum sempat gue menjawab Guanlin udah lebih dulu menarik gue keluar menuju basement tempat mobilnya terparkir.
"Ya! Lai Guanlin!" Teriak gue yang di abaikan oleh Guanlin. Laki-laki tinggi itu malah tertawa riang lalu langkah kaki kita terhenti didepan mobil mewah yang terparkir apik di parkiran khusus.
Mobil ini mobil limited edition yang cuma ada 3 didunia.
Oh my god.
Bahkan dulu papa sempet mau beli mobil ini tapi ga bisa.
Koenigsegg CCXR Trevita.
Guanlin membuka pintu mobilnya untuk gue dengan gentle, tapi gue sedang tertegun. Hei! Anak sekolahan mana yang membawa mobil mewah ini? Yahh walaupun gue juga berada dari kalangan berada tetap aja terkejut melihat ini.
"Setau gue mobil ini hanya ada 3 unit di dunia. Kenapa lo bisa punya?" Tanya gue dengan mata mengerjab antusias.
Hei, bahkan Papa gue aja gak berhasil mendapatkan mobil ini.
Guanlin terkekeh pelan lalu dengan senyun bangga, "hadiah dari bokap."
"Hee enaknya," jawab gue dengan senyum tipis.
Benar-benar bikin iri, terkadang gue penasaran, bagaimana rasanya di sayang oleh orang tua? Gue yang sedari kecil gak pernah mendapatkan hangatnya kasih sayang jadi sensitif dan mudah merasa iri kalau dengar keharmonisan keluarga orang.
"Chiyorie?"
"Ya?" Gue mendongak menatap wajah elok milik Guanlian.
Guanlin, cowo tinggi itu tersenyum lembut. Tangan besarnya terangkat mengusap helaian rambut pendek gue.
"Kenapa deh?" Tanya gue heran.
"Mau ketemu mama ga?"
"Hah?!"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiang - Lai Guanlin ✔
Fanfiction[Proses revisi!] Lo itu tinggi, terlalu tinggi sampai susah untuk gue raih.