Baru jam 8 malam, jalanan kota juga lagi lumayan padat karena jam pulang kerja.
Gue lagi dijalan pulang bersama Guanlin, karena keadaan jalan yang lumayan macet perjalanan pulang kali ini jadi agak lama.
Untuk menghilangkan bosan, gue menonton ulang pertandingan game gue tadi, besok final dan gue harus bisa menang.
Konsentrasi gue pecah saat handphone gue berdering tanda panggilan masuk. Mood gue langsung jatuh saat melihat nama kontak si pemanggil yang tertera di layar handphone gue.
Gue menyumpal telinga gue dengan headset sebelum menjawab panggilan itu. Gue benci, tapi gue lebih benci lagi karena gue selalu gak berkutik dibawah tekanan orang itu.
Papa.
"Halo?" Gue menjawab panggilan telepon papa dengan nada malas.
Gue melihat Guanlin menoleh sekilas saat gue menjawab panggilan dari papa.
"Pulang. Papa ada dirumah, ada yang mau papa bicarakan."
"Hee... aku kira papa udah lupa kalau papa punya anak," gue tersenyum miris, gue menjawab telepon papa pelan, tapi gue yakin Guanlin dapat mendengat ucapan gue.
"Kamu jangan kurang aja ya sama papa! Cepat pulang!"
"Papa bisa sabar gak sih? Aku bukan Jin yang bisa pindah kemana aja kalau papa panggil!"
"Jangan ngelawan! Kamu mau papa bawa ke aussie hah? Cepat turutin apa kata papa sekarang!"
Manik mata gue melebar saat mendengar ucapan papa. Ikut sama papa? Hahaha neraka macam apa yang mau ditunjukan ke gue. Tangan gue gemetar, untuk menyembunyikan itu gue mengenggam ponsel gue erat-erat.
"Aku lagi dijalan. 5 menit lagi aku sampai," jawab gue sedikit bergetar. Setelah mendengar apa yang dia mau, panggilan telepon dimatikan secara sepihak sama papa, tanpa salam atau apa pun.
"Rie, lo gapapa?"
Gue memejamkan mata sejenak lalu mencoba meyakinkan Guanlin kalau gue baik-baik aja.
"Gue gapapa, Lin."
"Yaudah gue ngerti, lo bisa cerita ke gue nanti, ok?"
"Umm..." gue bergumam kecil.
-
Ah udah 5 menit gue berdiri kaku didepan rumah gue sendiri. Mobil BMW 320i berwarna silver terparkir rapih dihalaman rumah, itu mobil Papa.
Setelah berhasil mengumpulkan keberanian, gue membuka pintu lalu berjalan masuk kedalam. Keadaan rumah bisa sangat sepi, hanya suara jam yang berhasil memecah keheningan.
Sesampainya diruang Televisi, gue mendapati kedua Abang gue yang sedang menatap Papa dengan dinginnya. Sedangkan Papa hanya melipat tangannya didepan dada tanpa memperdulikan tatapan Abang-Abang gue.
Ah Papa semakin terlihat bertambah tua, terbukti dari beberapa kerutan yang berada diujung matanya. Tapi peduli setan dengan itu, fokus gue teralihkan ke anak laki-laki asing yang berada disamping Papa yang sedang tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiang - Lai Guanlin ✔
Fanfiction[Proses revisi!] Lo itu tinggi, terlalu tinggi sampai susah untuk gue raih.