Hutan

1.5K 54 0
                                    

"Mana pahlawan lo? Apa gak ada yang berusaha nyariin lo? Atau mungkin keberadaan lo udah gak penting lagi?" laki-laki itu mengitari Lia sambil berbicara dengan nada angkuh. Lia hanya bisa diam. Hati kecilnya sedikit mengiyakan perkataan laki-laki dihadapannya ini. Apa tidak ada seorang pun yang mencarinya?

"Udah, jangan sok sedih. Hidup lo emang udah menyedihkan. Mencintai Kevin yang gak pernah cinta sama lo, sedih banget ya?" laki-laki itu tertawa tepat di hadapan Lia. Rasanya ingin Lia tampar wajah mulusnya itu, tapi sayang kedua tangannya sedang diikat sekarang.

"Bukan urusan lo!"

Lelaki tadi sedikit kaget dengan jawaban ketus yang dia dapatkan. Dia tersenyum sinis, mengangkat dagu Lia dengan tangannya sampai gadis itu menatap matanya, lalu menyapit kasar kedua pipinya.

"Jangan sesekali lo berani ngejawab omongan gue!" lelaki itu membuang kasar wajah Lia dari hadapannya, kembali berjalan dengan angkuh memutari Lia.

"Sebenarnya gue gak punya urusan sama lo. Tapi apa boleh buat, cuma lo yang bisa gue jadiin umpan buat bikin Kevin datang kesini. Urusan gue sama dia, bukan lo."

Lia mencoba mencerna perkataan laki-laki ini. Kemungkinan dia adalah musuh Kevin, itu yang Lia tangkap sejauh ini.

"Gue mau sedikit berbagi sama lo. Apa lo mau tahu, apa yang bakal gue lakuin sama Kevin lo nanti?" laki-laki itu tersenyum sinis, lalu tertawa tiba-tiba.

"Gue bakal buat dia nyusul cewek gue di atas sana."

Mata Lia terbelalak mendengar ucapan lelaki ini. Apa dia sudah gila, jadi dia ingin membunuh Kevin?

"Jangan pernah sakitin Kevin!"

"Lo cuma cewek lemah, jadi lebih baik lo diem aja."

"Gak akan gue biarin lo nyakitin Kevin! Gak akan!" Lia berteriak histeris sementara laki-laki itu terus berjalan menjauh, meninggalkannya sendirian di ruang gelap itu lagi.

~~~

"Apa yang harus kita lakukan sekarang Sam?"

Samudera mengertukan keningnya, tampak berfikir keras. Informasi yang mereka dapatkan masih sangat minim. Tidak ada yang memperhatikan kemana mobil itu membawa Lia pergi.

"Coba kita hubungi Rachel."

"Dia juga diculik kalau lo lupa."

Samudera mengangguk mengiyakan. Rachel juga hilang bersama Lia. Tapi entah kenapa rasanya dia ragu kalau Rachel juga hilang.

"Gak ada salahnya kita coba hubungin dia."

Maura mengangkat bahunya acuh, membiarkan Samudera mencoba menghubungi Rachel.

3 kali, 4 kali, Rachel tidak mengangkat telepon Samudera. Baiklah, sepertinya gadis itu memang benar terculik juga.

"Eh Sam, lo lacak ponsel Rachel coba. Tadi lo telepon masih nyambung kan?"

Samudera kembali mengangguk. Baiklah, mereka akan mencoba sekali lagi.

~~~

"Gimana? Apa ada informasi tentang Lia?"

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya orang ini sangat ahli, mereka bekerja sangat rapi, sampai tidak ada jejak yang tersisa."

Kevin memukul tembok dihadapannya. Dia meraih kerah baju detektif itu dan menariknya ke atas.

"Gue gak mau tahu, pokoknya cepat lo temuin dia!" Kevin melepaskan jeratannya, lalu mendorong detektif tadi.

"Pergi lo! Dan jangan balik sebelum lo bawa kabar tentang Lia."

~~~

Samudera dan Maura mencoba untuk mencari keberadaan Rachel lewat ponselnya, sampai akhirnya mereka sampai di pinggiran hutan. Mereka menepikan mobil dan mulai menyusuri jalan setapak yang mereka temukan. Sinyal ponsel Rachel semakin terlacak dengan jelas sekarang.

"Sam, gue yakin Lia pasti ada disekitar sini." bisik Maura pada Samudera. Entah kenapa mereka merasa akan ada banyak orang didalam sana, sebab itu mereka memutuskan untuk tidak berisik sekarang.

Setelah kurang lebih 30 menit berjalan, mereka melihat sebuah penerangan di dalam hutan. Dengan hati-hati mereka mendekati cahaya itu, sampai mereka menemukan sebuah rumah tua. Ada banyak penjaga di sekeliling rumah itu, membuat Samudera dan Maura menghentikan langkah mereka.

"Sinyal ponsel Rachel ada disekitar sini. Gue yakin banget kalau mereka ada didalam sana."

"Tapi rumah itu dijaga Sam, gimana cara kita bisa kesana?" tanya Maura gusar. Dia sangat khawatir dengan keadaan Lia sekarang. Jika melihat dari perawakan penjaga-penjaga itu dan senjata yang mereka bawa, Maura dan Samudera tidak bisa gegabah begitu saja. Nyawa Lia mungkin jadi taruhannya.

"Kita balik sekarang. Kita harus nyusun rencana dengan matang supaya bisa masuk kesana. Kita gak bisa gitu aja masuk, bisa membahayakan diri kita dan mungkin keselamatan Lia juga. Mereka semua bersenjata, dan kita gak boleh gegabah."

Maura mengangguk. Mereka kembali keluar hutan dan memutuskan untuk menyusun rencana terlebih dahulu.

Sampai di rumah Lia, Samudera dan Maura segera menceritakan pada Renata semua data yang mereka kumpulkan tentang Lia. Wanita tua itu tampak syok dan bahkan nyaris pingsan.

"Tante yang tenang, Samudera janji akan segera bawa Lia pulang."

Renata hanya bisa mengangguk sambil masih menangis dipelukan Maura.

'Cepat pulang sayang, mama kangen.'

Terlambat [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang