Pertemuan Pertama

6.6K 199 9
                                    

Boom Clap

The sound of my heart

The beat goes on and on and on and on and

Boom Clap

You make me feel good

Come on to me come on to me now

Charli XCX - Boom Clap


Flashback On

Pagi itu semua siswa baru Pelita Jaya bersiap untuk melakukan upacara penutupan MOS tahun ini. Semua orang terlihat tampak antusias dan gembira karena hari ini berakhir sudah penderitaan mereka untuk bangun pagi dan mengerjakan semua tugas dari senior yang kadang mengharuskan untuk tidak tidur semalaman tetapi tetap bangun sangat pagi esok harinya. Para senior itu juga tidak terlihat garang pagi ini, malah banyak yang berubah menjadi sok baik, sampai ada juga senior laki-laki yang merasa kegantengan mendekati para junior perempuan. Pemandangan yang sudah sangat biasa kita lihat di setiap hari penutupan MOS.

Pelita Jaya adalah salah satu sekolah negeri bergengsi yang mempunyai fasilitas lengkap. Sarana dan prasarananya tidak kalah bagus dengan sekolah swasta elit disekitarnya. Ditambah lagi dengan para senior cantik dan tampan yang menghuni sekolah tersebut. Singkatnya, Pelita Jaya adalah salah satu sekolah favorit di Jakarta. Walau begitu, Lia sama sekali tak tertarik dengan para senior tampan yang bertebaran di sekolahnya. Dia datang bersekolah disini murni karena statusnya sebagai sekolah negeri, dimana artinya biaya yang diperlukan juga tidak terlalu banyak. Beruntung Lia selalu memperhatikan nilai rapotnya sejak SMP. Jadi, untuk masuk ke sekolah ini tidaklah sulit.

Lia terdiam saat melihat ada beberapa anak yang dihukum karena atribut MOS yang kurang lengkap. "Ck, sudah hari terakhir masih saja ada hukuman. Dasar senior gila hormat." batin Lia. Sekali lagi Lia mengecek atributnya untuk memastikan semuanya sudah lengkap, tak ingin mendapat hukuman lagi seperti di hari pertamanya. Pagi itu Lia bangun kesiangan. Mamanya pun kompak dengannya, sehingga tidak ada yang membangunkannya. Dia bergegas dengan terburu-buru, bahkan mandi pun dia tak sempat. Akhirnya dia terlambat, dan juga lupa membawa kartu tanda pengenal. Akibatnya Lia dihukum untuk berjoget dangdut keliling lapangan. Rasanya hari itu Lia malu sekali. Kalau bisa, seharian dia ingin memakai topeng, supaya tidak ada yang bisa mengenali wajahnya lagi. Sejak hari itu, Lia kapok. Dia selalu menyalakan alarm lebih dari satu setiap malamnya. Semua atribut juga dia masukkan ke dalam tas di malam harinya, agar esoknya tidak ada barang yang tertinggal lagi.
Lia menggeleng, tersenyum sendiri mengingat memori itu. Ya, walau memalukan, setidaknya ada kenangan lucu yang akan selalu dia ingat tetang masa SMAnya. Setelah dirasa semuanya lengkap barulah Lia memantapkan langkahnya memasuki barisan.

Para senior satu persatu membacakan pidato singkat mereka yang kemudian diakhiri bersalaman dengan semua siswa baru. "Ah, akhirnya penderitaan ini selesai." batin Lia. Sedari tadi dia sudah sangat bosan mendengar pidato-pidato itu dan juga merasa kesepian. Sahabatnya, Maura, tidak masuk lagi hari itu. Ini sudah terhitung hari ke tiga Maura absen. Ah, Lia merindukan suara cempreng Maura dan memutuskan untuk menjenguknya sore nanti.

...

Karena asik sendiri dengan mini tour-nya, Lia bertabrakan dengan seseorang yang berlawanan arah dengannya hingga membuatnya jatuh dengan kepala yang terbentur ke tembok.

"Aw!" ringis Lia sambil mengusap dahinya.

"Aduh sorry banget, gue buru-buru sampai jalan gak lihat-lihat. Are you okay?" Lia mendongak dan mendapati seseorang tengah menatapnya dengan rasa bersalah, membuat Lia mengurungkan niatnya untuk mengomeli lelaki itu.

"Gak apa kok." Jawab Lia seadanya, walau sebenarnya dia masih merasa kesal.

"Eh dahi lo berdarah, gue anter ke UKS ya?"

Lia memegang dahinya dan merasakan ada sesuatu yang basah disana. Benar saja, ternyata dahinya berdarah.

"Gak usah gue gak kenapa, nanti ini gue cuci juga hilang."

"Tapi dahi lo berdarah, nanti jadi kenapa- kenapa gimana? Pokoknya gue anterin ke UKS."

Belum sempat Lia menolak, lelaki itu sudah menggendongnya ala bridal style yang sukses membuatnya syok dan mengalungkan tangannya dileher lelaki itu, membuat pipinya memerah menahan malu. Tentu saja sikap lelaki itu membuat mereka jadi tontonan sepanjang koridor sekolah dan membuat Lia terpaksa membenamkan wajahnya di dada lelaki itu untuk menyembunyikan wajahnya.

"Turunin, gue masih bisa jalan sendiri!"

"Udah diem aja, biar lebih cepet sampai UKSnya."

"Ini cowok, sumpah. Baru ketemu udah SKSD banget!" omel Lia dalam hati. Tapi akhirnya dia menyerah dan tidak membantah lagi karena merasa kepalanya sudah sedikit pusing saat ini. Ditambah dengan hatinya yang tengah berdebar karena kelakuan lelaki ini. Ya, lelaki yang baru saja dia temui karena tidak sengaja menabraknya, lelaki yang menggendongnya ke UKS, yang bahkan dia belum tahu siapa namanya, sudah sukses membuat hati Lia berdebar dan pipinya memerah tiap mengingat kejadian itu.

...

Sampai di UKS mereka tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan anak PMR disana. Kemungkinan mereka masih berada di lapangan pasca upacara penutupan MOS tadi.

Laki-laki itu berjalan menuju tempat penyimpanan obat, mencari beberapa barang yang dirasanya bisa digunakan untuk mengobati luka Lia.

"Hmm, gue aja yang ngobatin luka lo, gak apa kan? Daripada kelamaan nunggu anak PMR datang, takutnya nanti infeksi."

Lia hanya menggangguk. Sebenarnya lukanya tidak separah itu. Atau mungkin laki-laki ini memang lebih tahu banyak darinya. Lia hanya diam, memperhatikan setiap gerakan lelaki itu. Entah kenapa setiap perkataan lelaki itu seperti menghipnotis Lia, membuatnya jadi menurut saja. Bukankah itu semua aneh? Sebab mereka baru saja bertemu tadi.

Dengan telaten lelaki itu membersihkan luka di dahi Lia. Dengan hati-hati dia mengompresnya dengan alkohol, mengolesi obat merah, lalu memasangkan hansaplast disana. Tanpa sengaja mata mereka bertemu tatap beberapa detik. Seketika Lia membeku. Entah kenapa dia merasa sangat gugup sekarang. Laki-laki itu lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya. Merapikan semua obat dan peralatan yang tadi dia gunakan untuk mengobati Lia.

"Tunggu bentar ya, gue ambilin minum, jangan pergi kemana-mana."
Lia mengangguk patuh. Lalu laki-laki menghilang di balik korden. Eh, Lia tiba-tiba jadi bingung. Kenapa dia iya-iya saja dengan semua perintah lelaki itu? Tidak lama setelahnya dia kembali dengan segelas air putih di tangannya.

"Minum." titahnya.
Dengan taat Lia mengambil dan menghabiskan air yang diberikannya. Setelah memastikan gelas itu kosong, laki-laki itu kembali meninggalkan Lia untuk mencuci tangannya. Begitu kembali, lelaki itu tiba-tiba menyunggingkan senyumnya yang manis pada Lia. Deg, deg, deg. Astaga Tuhan, rasanya Lia bisa berhenti bernafas sekarang.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat detik.

....

Terlambat [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang