Bagian 6

1.5K 95 40
                                    

Zara termenung di dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya di kasur. Ia masih tak menyangka Tisa akan menikamnya dari belakang. Ia tahu--dan ia sadar kalau ia memang tak secantik Tisa. Dan perlahan, Zara menyadari semuanya. Gadis ini harus ikhlas melihat orang yang ia sukai berpacaran dengan sahabatnya sendiri. Perih hati Zara. Ia menghela napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan dirinya yang gundah karena kejadian ini.

Ia memejamkan matanya sampai terlelap beberapa menit. Ia kembali membuka matanya. Ia mengerjap sambil memegangi ponselnya. Terlihat ada sebuah pesan whatsapp--yang ternyata dari Tisa.

     My friend Tisa

Ra, kamu masih marah ya sama aku? Aku bener-bener nggak ada maksud.

Zara enggan membalas pesan dari Tisa. Bukan karena masih kesal, ia hanya sedang tak ingin diganggu.

"Apa cinta selalu membawa luka?" rutuk Zara frustrasi. Ia menitihkan air matanya sampai membasahi pipinya. Ia kemudian menghapus air matanya. Dan berusaha ikhlas--Ian bersama Tisa.

      ***
"Ra, kamu masih marah sama aku?" Tisa menghampiri Zara yang tengah duduk.

Zara menatap Tisa. "Nggak, Tis. Aku nggak marah sama kamu. Aku doain kamu sama Ian langgeng." Zara tersenyum, walau sebenarnya jauh di lubuk hatinya masih menyimpan rasa perih yang amat dalam.

"Bener?" tanya Tisa,  Zara mengangguk.

Beberapa saat, Keyla menghampiri keduanya.

"Ra, ada yang cariin kamu, katanya teman SMA kamu," ucap Keyla menunjuk salah seorang cowok di depan pintu. Gadis ini mengeryit heran, setahunya teman SMAnya tidak ada yang satu kampus dengannya. Atau Zara yang tidak mengetahuinya? Entahlah.

Dengan langkah santai, Zara menghampiri cowok itu. Tepat sampai di depan pintu, Zara mengerjap mengingat siapa dia. Cowok itu memakai baju kotak-kotak, berambut cepak, beralis tebal dan mukanya standar. Tampangnya sungguh familiar, tapi Zara masih belum mengingatnya.

"Zara, kan?" tanyanya.

Zara mengangguk, "Kamu siapa, ya?" Zara terlihat seperti orang bodoh yang kehilangan arah.

Cowok itu menepuk jidatnya. "Zara, aku Kevin. Kita dulu satu kelas, masa nggak ingat?"

Zara kembali mengingat-ingat wajah cowok itu. Dan Zara akhirnya ingat kejadian memalukan saat SMA. Zara sudah ingat semuanya.

"Kamu yang bikin aku diledekin teman-teman dulu, kan? Gara-gara TOD bodoh itu!" Zara memutarkan kedua bola matanya.

Kevin mengangguk sambil menunjuk wajah Zara,  "Betul."

Zara hanya terdiam. Ia merenung, kejadian memalukan saat SMA kembali terbayang di kepalanya.

Kevin terkekeh, "Ra, itu hanya games. Waktu aku bilang suka kamu, juga bercanda buat tantangan TODnya. Tapi... semenjak kejadian itu, kamu marah beneran sama aku, nggak mau ngobrol sama aku lagi."

Tetap saja walaupun itu hanya bercandaan, tetap saja teman-temannya menganggapnya serius. Semenjak hari itu teman-temannya selalu menjodoh-jodohkannya dengan Kevin. Dan Kevin selalu diam seolah yang terjadi di antara mereka benar adanya.

"Udah, nggak usah bahas hal itu lagi."  Zara berlalu meninggalkan Kevin.

Kevin mengendikkan bahunya. "Masih aja dia bersikap kayak gitu ke aku. Zara... Zara."  Ia tersenyum kecut lalu bergegas menuju ke kelasnya.

Sesampainya di kelas, Kevin duduk di kursinya. Ia menompangkan dagunya di atas meja. Ia masih memikirkan tentang Zara--kenapa gadis itu masih bersikap acuh padanya. Padahal kejadian itu sudah berlangsung 3 tahun yang lalu. Ya, mungkin Zara tak suka dijodoh-jodohkan dengannya.

"Andai kamu tahu, Ra. Aku emang suka sama kamu. Aku kuliah di sini juga ngikutin kamu," gumam Kevin pelan.

Kevin kemudian membuka tasnya--mengambil buku kenangan semasa SMA. Ia membuka lembar demi lembar sampai pada halaman ke 50, terdapat foto Zara. Ia memandangi foto gadis itu.

"Lihat aja, Ra. Aku bakal buktikan,  kalau aku benar-benar tulus sama kamu."

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang