Bagian 33

524 20 2
                                    

  Tisa masuk ke sebuah ruangan bernuansa mewah. Ya, hari ini Tisa mendatangi pernikahan Reina. Terlihat konsep pernikahan Reina sangat mewah dilihat dari dekorasi motif-motif berwarna  golden.  Sebelum masuk, Tisa menaruh kado di meja yang sudah disediakan. Tisa terperangah takjub dan mulai melangkah ke tempat pelaminan. Tisa mengantri untuk bersalaman dengan pengantin dan saat Tisa sudah kebagian giliran, Tisa memeluk Reina dan mengucapkan selamat.

    "Kok nggak bawa pasangan?" tanya Reina.

Tisa menggeleng, "Nggak ada pasangan."

Reina menyengol lengan Tisa. Reina tidak percaya kalau Tisa tak mempunyai pasangan.

"Lo serius?"

"Serius." Tisa mengangguk cepat. Tisa begitu kagum dengan balutan gaun yang dipakai oleh Reina. Berwarna putih dan begitu elegan. Tampak cantik karena Reina memang cantik.

"Ya udah. Semoga ilmu gue, lo bisa terapkan terus, ya, Tis?"

Tisa tak menjawab dan mengangguk berlalu meninggalkan tempat pelaminan.
 
  Tisa menghela napas. Gadis itu bosan, tidak ada teman ngobrol sama sekali. Tisa akhirnya memilih untuk makan es krim yang terdapat di meja.

  "Lo?" Ada suara dari belakang yang menyebut kata itu, Tisa menoleh.

Tisa mengernyitkan dahi. "Ngapain lo?" Tisa bertanya balik. Ternyata orang itu adalah Rehan. Tisa juga bingung, kenapa Rehan bisa ada di acara pernikahan Reina.

  "Acara nikahan, lah," kata Rehan dingin. "Lo ke sini mau cari gebetan kaya, kan?" Rehan mengangkat kedua alis, menebak.

Tisa kesal dengan ucapan Rehan yang sok tahu itu. Segera, Tisa menutup mulut Rehan.

  "Kalau ngomong dijaga! Gue ke sini ke acara temen gue." Tisa mengembalikan posisi tangannya seperti semula.

"Sama cari cowok kaya?" Rehan tak mau kalah. Cowok itu memasukkan kedua tangan ke celana. "Inget, utang lo belum lunas."

"Iya-iya."

Rehan berbisik ke telinga Tisa. "Bagus, gue harap segera lo lunasin utang lo itu."

Tisa malas meladeni Rehan. Gadis itu berlalu keluar dari gedung pernikahan. Tak sampai di situ, Rehan malah tetap mengikuti Tisa. Tisa yang menyadari kalau Rehan terus mengikuti langsung menengok. "Lo ngapain ngikutin gue?"

"Gue kasih penawaran buat lo, Cewek Matre." Rehan maju satu langkah dan menatap Tisa dengan tatapan tajam. Tisa takut dengan tatapan Rehan , lalu berjalan mundur.

"Ap-apa?" jawab Tisa gugup.

"Kenapa lo gugup, gitu?"

"Lo apaan, sih! Buruan, gue mau pulang, Rehan!"

"Gue kasih lo kesempatan lagi buat kerja di kafe gue. Kalau lo nggak mau, terserah. Yang penting lo harus segera bayar utang ke gue. Utang tetaplah utang!" Rehan menyungingkan senyum.

Tisa menarik napas dalam dan mengangguk tanda menyetujui. "Oke."

Rehan berjalan dan menggeret tangan Tisa. Mau tidak mau Tisa mengikuti langkah Rehan.

  "Kita mau ke mana?" Tisa bertanya, tetapi Rehan hanya terdiam.

Rehan masuk mobil dan membukakkan pintu. "Buruan masuk," perintah Rehan. Tisa hanya menurut dan masuk ke mobil. Rehan memacu mobil menuju kafe.

"Ngapain kita ke kafe lo?" tanya Tisa sesampainya di sana.

"Udah, turun aja." Rehan turun dari mobil. Tisa masih enggan turun dari mobil. "Buruan!" perintah Rehan sekali lagi.

Tisa langsung turun dari mobil dan Rehan langsung menggeret tangan Tisa masuk kafe.

"Selamat datang, Pak," sapa salah satu staff.

Rehan mengangguk. "Mbak, tolong cewek ini dipekerjakan di bagian waiters."

Staff itu mengangguk. "Baik, Pak."

"Mulai besok lo kerja lagi. Terserah jam berapa, gue tahu lo besok kuliah," kata Rehan.

Tisa mengangguk, pasrah. "Oke."

Tisa terpaksa melakukan ini semua untuk membayar utang Rehan. Kalau tidak, dia sendiri juga bingung bagaimana cara membayarnya.

"Anterin gue pulang!" Tisa ingin cepat-cepat pergi dari sini.

"Lo pulang aja sendiri," jawab Rehan. "Nih, gue kasih uang buat pulang. Cukup, kan?" Rehan menyodorkan uang selembar lima puluh ribuan. Tisa dengan segera mengambil uang itu dan berlalu meninggalkan kafe.

   "Dasar cowok gila!" Tisa berteriak saat sudah sampai di sebrang jalan. Tisa paham, Rehan tidak akan mendengar ocehannya itu. Dia tidak peduli, ocehan itu, karena ocehannya hanya untuk meluapkan kekesalannya pada Rehan. Tisa tidak menyangka ada cowok seperti Rehan, yang tidak memperlakukannya layaknya laki-laki pada umumnya. Jujur, Tisa tidak pernah diperlakukan seperti ini pada laki-laki lain. Ya, hanya Rehan yang bersikap seperti itu pada Tisa.

 
Dengan langkah kesal, Tisa terus berjalan. Langkah Tisa berhenti saat ada motor yang menyenggol badannya. "Lo bisa naik motor nggak, sih?" Tisa kesal dan menghampiri motor yang berhenti setelah menyenggonya.

Cowok itu melepas helm dan turun dari motor. "Maaf, Mbak, saya nggak sengaja."

Tisa terdiam membisu saat melihat laki-laki itu. Seperti dia pernah melihat wajah itu , entah di mana.

"Tisa?" Cowok itu berkata, seolah mengenali Tisa.

"Lo siapa?" Tisa mengernyit, masih mencoba mengingat laki-laki dihadapannya.
 

"Tio, Tis. Inget?"

Tisa mulai mengingat cowok itu. Ya, tidak salah lagi, pasti cowok yang dulunya cupu di SD, tetapi sekarang berubah drastis dan wajah Tio sangat tampan dan mempesona.

"Inget, kok." Tisa menurunkan nada tinggi. "Lo ngapain di sini? Lo ngerantau juga?"

"Iya, Tis," jawab Tio.

"Anterin gue pulang, bisa?"

Tio mengangguk. Tisa langsung membonceng dibelakang, tak lupa memakai helm.

"Kok lo sekarang beda?" tanya Tisa saat di perjalanan.

"Beda gimana?" Tio masih memacu kendaraan dengan kecepatan rata-rata.

"Ya, berubah. Tambah cakep," jawab Tisa.

"Ah, lo bisa aja, Tis," kata Tio. "Lo juga tambah cantik," puji Tio.

Tisa tersipu malu saat Tio memuji dirinya dengan kata "tambah cantik". Mungkin kalau Tio tidak tambah tampan, Tisa juga enggan meminta Tio untuk mengantarkan pulang.

"Udah sampai." Tio menyetandarkan motor dan melepas helm. Tisa langsung turun dari motor dan melepas helm. "Makasih, ya, Tio."

Tio mengangguk, "Sama-sama, Tis."

"Lo udah lama nggak balik kampung?" tanya Tio.

"Udah, dua tahun."

"Pulang, kasihan orang tua lo di sana, pasti mereka kangen sama lo, Tis."

"Gue juga kangen sama mereka. Tapi, keadaan nggak memungkinkan."

"Itu alasan lo aja, Tis. Pokoknya, libur kuliah, lo harus pulang bareng gue dan ketemu sama orang tua lo."

Tisa mengangguk. "Baik, Bos. Lo kost di mana?"

  " Gue kost di deket Universitas Jayabaya. Gue pulang dulu, ya, Tis." Tio melambaikan tangan dan berlalu meninggalkan kontrakan Tisa.

"Boleh juga si Tio." Tisa tersenyum dan melangkah masuk.

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang