Bagian 11

919 58 22
                                    

Zara melangkahkan kakinya ke dalam kelas, dilihatnya Ian sedang menunduk seperti orang yang sedang dirundung masalah. Zara bermaksud bertanya pada Ian, tapi niatnya itu ia urungkan. Ia hanya tak mau ke kepoannya membuat perasaannya pada Ian kembali. Zara harus tetap kokoh pada pendiriannya untuk melupakan Ian yang kini berpacaran dengan temannya sendiri. Akhirnya Zara memutuskan untuk ke tempat duduknya. Belum Zara duduk di kursinya terdengar keributan, Zara menengok ternyata yang ribut antara Ian dan Tisa.

"Tis, aku nggak mau putus sama kamu." Ian mengenggam tangan Tisa sambil memohon-mohon supaya Tisa tak memutuskan hubungannya dengannya.

"Apaan sih. Putus ya putus." Tisa melepas genggaman Ian. Tisa mulai kesal dengan sikap Ian yang tak mau ia putuskan. Toh, buat apa ia memedulikan Ian, ia memilih Egi yang lebih kaya dibandingkan Ian.

Di tempat duduknya, Zara tak habis pikir dengan Tisa. Bagaimana mungkin Tisa memutuskan Ian secepat itu setelah Zara mencoba mengikhlaskan mereka berdua untuk menjalin hubungan.

Tiba-tiba Ilma datang, dan langsung menghampiri Tisa dan Ian yang masih berseteru dengan topik yang sama.

"Ini ada apa, sih?" tanya Ilma kepada keduanya.

"Ini Ian, aku putusin nggak mau,"gumam Tisa dengan nada agak kesal.

"Emang Ian salah apa kok kamu putusin?"

"Udah bosen aja sama dia. Cowok nggak guna!" pekik Tisa sambil mendorong tubuh Ian. Tisa langsung keluar kelas begitu saja tanpa memedulikan perasaan Ian sedikitpun.

Zara masih terdiam di tempat duduknya, di lain sisi ia tak tega Ian diperlakukan seperti itu oleh Tisa, tapi di lain sisi ia mencoba menjaga jarak supaya ia lekas melupakan Ian. Hati Zara mulai goyah, akhirnya ia memberanikan diri untuk menghampiri Ian yang tengah sedih di bangkunya.

"Kamu nggak apa?" tanya Zara sesampainya di bangku Ian.

Ian menggeleng, "Nggak apa, Ra. Maaf, kalau aku pernah abaikan perasaanmu dan malah memilih Tisa," gumam Ian merasa bersalah. Ternyata ia salah besat sudah memilih Tisa yang ternyata perempuan matrealistis.

Zara mengangguk tanda paham, "Udah aku maafin, kok. Soal perasaan nggak usah dibahas lagi. Aku udah ada gantinya kok. Oh, ya, kenapa Tisa mutusin kamu?"

"Gara-gara cowok yang lebih tajir dari aku. Ya, alasan dia itu. Aku nggak nyangka aja dia tega sama aku."

Zara menggeleng tak percaya, teman yang ia kenal selama ini ternyata sikap aslinya seperti itu, fakta mengatakan semuanya.

"Sabar, ya. Udah nggak perlu disesali. Kamu juga bakalan yang dapat yang tulus dan menerima kamu apa adanya." Zara berusaha menasihati Ian supaya tidak terpuruk dengan keadaan ini. Zara paham betul bagaimana rasanya disakiti oleh orang yang dicintai, pasti rasanya sakit. Ia juga pernah mengalaminya saat Tisa berpacaran dengan Ian. Tapi... ia mencoba melupakan kejadian menyakitkan itu.

Ian hanya mengangguk, "Makasih, Ra."

Zara tersenyum kemudian kembali ke tempat duduknya.

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang